Beranda / Romansa / Kubawa Benihmu, Mas! / Bab 131 - Bab 140

Semua Bab Kubawa Benihmu, Mas!: Bab 131 - Bab 140

158 Bab

131. Inisial yang Tidak Biasa

Ni Luh yang sudah siap segera berjalan meninggalkan Bagaskara di meja makan. Lelaki itu tidak berniat tujuan istrinya pergi mendahului dia, justru dengan perginya sang istri dia bisa leluasa menghubungi pengacara pribadinya. Saat melakukan panggilan pertama, pengacara itu sedang dalam panggilan lain. Hal ini membuat Bagaskara mendengus lirih. Lalu dicobanya lagi dan kali ini tersambung. "Ada yang bisa paman bantu, Gas?" tanya Pak Rahadi dari seberang. "Tolong siapkan berkas untuk perebutan hal asuh anak!" Pinta Bagaskara. "Perebutan hak asuh anak, tunggu anak siapa?"Bagaskara tidak segera menjawab pertanyaan Pak Rahadi tetapi justru menutup panggilan itu. Sikap Bagaskara ini yang membuat pria berusia senja di seberang hanya menggelengkan kepala, "Anak dan bapak memiliki kelakuan yang sama. Untuk bapaknya sudah almarhum." Apa yang dilakukan oleh Pak Rahadi sama sekali tidak bisa dilihat oleh Bagaskara. Namun, senyum masam terukir di bibir pria itu membayangkan wajah kesal pengac
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-10
Baca selengkapnya

132. Sisilia datang

Suasan pagi yang sedikit gaduh membuat Sarita bertanya dalam hati. Wanita itu pun segera menyelesaikan ritual paginya yang lumayan sempit. Setelahnya, Sarita keluar dari kamat dan mendapati sang putra berdiri dengan tatapan tajam. Sarita memilih jongkok agar sejajar dengan tinggi tubuh putranya, "Ada apa, Sayang?" tanyanya lembut. "Bunda sudah sehat?""Bunda tidak sakit, ada apa?""Bukankah semalam Bunda lagi demam?"Sarita memutar kedua bola matanya jengah, dalam hati dia mengumpat pada Sagara atas informasi yang salah. Kemudian dipeluknya tubuh pria kecil yang ada di depannya. Alifian menatap bundanya ragu, gelengan kecil terlihat nyata. Bibirnya masih mengerucut membuat Sarita gemas. "Sudah jangan dipikirkan lagi. Sebaiknya kita sarapan dulu, yuk temani bunda!" ujar Sarita. Alifian mencium pipi bundanya sekilas, lalu meraih jemari Sarita dan menautkan. Keduanya pun berjalan menuju ke ruang makan. Di ujung meja sudah terlihat sosok lelaki yang berhasil merebut hati bundanya. So
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-13
Baca selengkapnya

133. Kabar Yang Di Bawa Sisilia

"Sarita, syukurlah akhirnya bisa bertemu di sini." Sisilia berkata sambil menetralkan napasnya. Sarita menatap penuh tanya pada sahabat sekaligus sekertaris sepupunya itu. Perlahan pintu butik terbuka, tampak senyum wanita muda menyambut kedatangan dua wanita penting. "Selamat Pagi, Ibu Sarita dan Nona Sisilia!" sapa Kumala. "Pagi, Mala. Tolong buatkan minum untukku dan tamuku ini, bawa ke ruanganku!""Baik""Aku teh hangat saja ya, Mala!" titah Sisilia. Kumala mengangguk, lalu segera berjalan ke pantry yang biasa digunakan para karyawan bila membutuhkan yang hangat dan segar. Sementara Sarita terus berjalan menuju ruang kerjanya bersama Sisilia. Wanita itu terlihat begitu kuat meski sering diterpa badai. Sisilia merasa debar jantungnya sedikit lebih lambat. Ada rasa takut melanda jiwanya pada berita yang akan dia sampaikan. Sungguh terjadi dilema. "Duduklah, Sil. Maaf aku mau membereskan sedikit kerjaan lebih dulu. Apa tidak masalah jika kamu tunggu sebentar saja?" Pinta Sarita
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-14
Baca selengkapnya

134. Amplop Cokelat

"Jika aku baca dari kop surat ini, bisa jadi itulah isinya, Sari. Beberapa hari yang lalu, Tuan Saga menerima surat kaleng yang isinya agar beliau menyingkir dari hidupmu. Namun, kamu tahu sendiri apa yang terjadi." Sisilia berkata sambil membuka tas untuk mengambil sesuatu yang sejak tadi membuat hatinya berdenyut. Setelah benda itu dia ambil, maka dengan sedikit ragu diangsurkan pada Sarita. Sebuah amplop cokelat berkop surat pengadilan negeri kota terbaca jelas. Sarita menerima dengan tatapan penuh tanya. Sisilia mengangguk, dia berusaha meyakinkan sahabatnya untuk membuka amplop tersebut. Sungguh dalam hati wanita muda itu begitu terluka. Apa yang terlintas di otak pria hingga tiba-tiba inginkan hak asuk atas anak yang sejak mula tidak dia inginkan. "Iya benar apa yang sudah kamu simpulkan, Lia. Ini adalah surat pengadilan atas hak asuh anak. Aku tidak terima!"Sisilia menatap sendu pada sahabatnya itu, dia tahu semua kisah pilu yang dulu di derita Sarita hingga bisa di tahap s
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-15
Baca selengkapnya

135. Tegas

Sarita masih berdiri menunggu dipersilakan duduk, tetapi hingga lima menit dia tidak juga mendapat kata itu akhirnya memilih tetap berdiri. Ni luh yang memilih keluar dari ruangan, lalu berkata lirih, "Duduklah dengan nyaman, Mbak!"Sarita melangkah menuju ke sofa dan memilih duduk yang menghadap langsung ke kursi kerja Bagas. Dia menatap tajam pria tersebut. Baginya pria itu semakin menyebalkan. Bagas yang masih duduk di kursi kebesaran terlihat sibuk menatap layar laptop. Untuk sementara tidak memedulikan wanita yang datang dengan segudang emosi. Sarita masih diam menunggu tanpa senyum. "Jangan memendam emosi, tidak baik untuk kesehatanmu, Sayang. Tersenyumlah!" "Senyum bukan untukmu, apalagi kau sudah membuatku lebih dari seorang mainan." tegas Sarita. "Mainan? Apa ini maksudmu, Sari?"Belum sempat Sarita menjawab pintu riang terbuka, terlihat Ni Luh masuk dengan membawa nampan berisi tiga gelas teh hangat. Perlahan ketiga gelas tersebut dia taruh di atas meja. Bibir tipis itu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-17
Baca selengkapnya

136. Dijemput Ayah

Bagaskara masih tidak mengerti apa maksud dari kalimat istrinya. Dia sama sekali tidak percaya bahwa amplop itu bukan ulahnya. Secara bukti sudah mengarah padanya, tetapi istrinya itu begitu pandai berkelit. "Apapun yang sedang kau rencanakan pasti akan terlihat dan jangan salahkan aku jika sesuatu hal terjadi padamu, Ni Luh!" Bagaskara bangkit dan mulai memakai jasnya. Untuk sesaat ditatapnya lagi wajah cantik istrinya. "Kakak hendak kemana?""Aku keluar, jemput Alifian. Tidak usah ikuti, urus saja apa yang sudah kamu mulai itu!"Bagaskara segera melangkah meninggalkan ruang kerjanya. Jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan jam istirahat sekolah putranya itu menandakan bahwa selisih satu jam ke depan waktu jam pulang. "Aku harus segera menjemput Alif sebelum yang lainnya. Mungkin lebih baik aku chat wanita itu!"Sambil melajukan mobilnya, Bagaskara pun meraih gawai yang ada di samping tuas kemudi. Dia pun mencari kontak mantan, begitu ketemu segera ditulisnya pesan melalui apl
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-18
Baca selengkapnya

137. Kunang-kunang

Alifian duduk dengan baik, tatapannya fokus pada piring yang ada di hadapannya. Tangan mungil itu terulur hendak mengambil menu yang diinginkan, tetapi karena masih pendek jdi menu tersebut tidak dapat dia raih. Wajahnya terangkat menatap pada manik mata sang ayah. Bagaskara yang mengerti alasan apa wajah itu terangkat pun mulai mengulurkan lengannya dan segera menyendok beberapa udang krispy yang menggoda. Senyum pria kecil mengembang. Dengan lirih bibirnya bergerak, "Terima kasih!"Pria dewasa hanya mengulas senyum, lengannya kembali bergerak pada menu yang lain. Bagaskara sesekali melirik apa yang dilakukan oleh putranya, sepanjang waktu bibir tipis selalu mengukir senyum. "Hari yang indah membuat semua menjadi hangat." Bagaskara mengungkap semua rasa hanya dalam hati, bibirnya tidak mampu bergerak. Alifian masih diam, dia terlihat begitu menikmati manu siangnya hingga habis tanpa sisa. Tangan mungilnya meraih kotak tissue dan membersihkan bibirnya. "Saya sudah siap, Ayah!""Bai
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-19
Baca selengkapnya

138. Menghabiskan Malam

Bagaskara menoleh menatap wajah putranya yang terpapar sinar redup lampu taman. Wajah yang memiliki kemiripan dengan mantan istrinya. Hanya hidung yang memiliki kemiripan dengannya. "Untuk apa Alif tanya hal itu?""Apakah salah seorang anak bertanya tentang hubungan kedua orang tua?"Sejenak Bagaskara terdiam, dia sangat heran dengan susunan kalimat yang terlontar dari mulut mungil pria kecil. Dalam otak Bagas terlintas tanya apa saja yang diajarkan Sarita pada Alifian hingga pria kecil itu memiliki pola pikir yang dewasa. "Apa semua harus ayah berkata jujur?""Alif tidak memaksa, Ayah. Hanya ingin tahu saja."Tatapan Alifian masih pada sinar bintang yang gemerlap, pria kecil itu tidak berniat untuk menatap balik sosok ayah yang sejak tadi menatapnya sendu. Hanya desah napas kecewa yang masih sesekali terdengar oleh cuping mungilnya. Alifian seakan asyik dengan kegiatannya menghitung bintang. Lengannya terulur sambil ujung jari telunjuk berdiri. Bibir mungilnya mulai berhitung sesu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-20
Baca selengkapnya

139. Dari Hati Ke Hati

Perlahan tubuh mungil itu diangkat oleh Bagaskara. Pria kecil itu mampu menawan semua bahagia Bagas. Malam yang gelap membawa kenangan tersendiri untuknya. Dengan lembut tubuh itu dia rebahkan pada bangku samping sopir dan mengatur tata letaknya agar Alifian bisa nyaman. "Selelah inikah cerita hidupmu, Nak. Bersabarlah, ayah akan memperjuangkanmu!" kata Bagaskara cenderung berbicara sendiri. Bagaskara pun mulai menjalankan kendaraannya. Kali ini dia melaju dengan kecepatan standart. Hari ini menuju weekend membuat jalan utama Kota Semarang cukup ramai. Hampir sepanjang jalan terlihat pasangan muda mudi yang saling memberi kehangatan di dinginnya angin. Kebanyakan mereka membawa kendaraan roda dua membuat pria itu makin tenggelam pada masa itu. Masa dimana senyum Sarita masih terukir untuknya. "Akankah semua bisa terulang, andai aku tidak terbawa emosi mungkin tubuh ini masih bisa aku dekap!"Sederet kata terucap sambil sesekali melihat pada tubuh mungil yang terpejam dalam lelap. B
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-20
Baca selengkapnya

140. Curhatan 2

Bagaskara terdiam ia masih enggan untuk mengungkap apa yang dikatakan oleh putranya. Pria itu masih menimbang apakah perlu semua curhatan Alifian dia ungkap. Namun, tentunya Sarita juga sudah tahu seperti apa perasaan sang putra.Sarita sendiri menunggu apa yang ingin dikatakan oleh mantannya, tetapi hingga hampir setengah jam bibir itu tidak juga bergerak untuk mengeluarkan suara membuat dia menjadi bosan."Katakan saja apa yang terjadi selama kalian keluar hingga membuatmu seakan berpikir serus!"Bagas menghela napa panjang dia masih harus menetralkan semua rasa yang tetiba menghimpitnya setelah merasa sudah sedikit lebih ringan bibir itu mulai bergerak, "Apakah selama ini kamu tahu bagaimana perasaan Alifian terhadap hubungan kita?""Buat apa kamu tanya hal seperti itu, semua tidak lagi menjadi urusanmu!""Apapun keadaannya dia masih tetap anakku, Sarita. dan itu idak bisa kau hapuskan dari diri Alifian."Sarita semakin tidak nyaman apalagi saat matanya melirik jam di dinding suda
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-21
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
111213141516
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status