Share

140. Curhatan 2

Penulis: Shaveera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-21 22:33:01

Bagaskara terdiam ia masih enggan untuk mengungkap apa yang dikatakan oleh putranya. Pria itu masih menimbang apakah perlu semua curhatan Alifian dia ungkap. Namun, tentunya Sarita juga sudah tahu seperti apa perasaan sang putra.

Sarita sendiri menunggu apa yang ingin dikatakan oleh mantannya, tetapi hingga hampir setengah jam bibir itu tidak juga bergerak untuk mengeluarkan suara membuat dia menjadi bosan.

"Katakan saja apa yang terjadi selama kalian keluar hingga membuatmu seakan berpikir serus!"

Bagas menghela napa panjang dia masih harus menetralkan semua rasa yang tetiba menghimpitnya setelah merasa sudah sedikit lebih ringan bibir itu mulai bergerak, "Apakah selama ini kamu tahu bagaimana perasaan Alifian terhadap hubungan kita?"

"Buat apa kamu tanya hal seperti itu, semua tidak lagi menjadi urusanmu!"

"Apapun keadaannya dia masih tetap anakku, Sarita. dan itu idak bisa kau hapuskan dari diri Alifian."

Sarita semakin tidak nyaman apalagi saat matanya melirik jam di dinding suda
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kubawa Benihmu, Mas!   141. Jawaban

    Sarita termangu mendengar apa yang dikatakan oleh Alifian, wanita itu sungguh tidak mengira jika putranya mampu bertanya seperti itu. Selama ini dia tidak pernah memberitahukan kelukaannya pada siapa oun kecuali pada Saga. Timbul sebuah tanya pada dirinya, apakah Saga sudah bercerita pada putranya itu. Gelengan kepala pun nyata terjadi dan itu sudah menjadi sebuah jawaban bagi pria kecil itu. "Apakah sesulit itu memaafkan seseorang yang sudah melukai dan berusaha untuk merubah keadaan, Bun?" tanya Alifian dengan nada rendah. Kembali Sarita tertegun, apa yang membuat pria kecilna berkesimpulan seperti itu, sementara dia belum bersuara apapun. Dahi Sarita berkerut lalu menarik kembali tubuh putranya dan menangkupkan kedua telapak tangannya pada wajah mungil nan tampan. "Tidak, bukan seperti itu. Bunda sudah memaafkan jauh sebelum pria itu meminta maaf," jawab Sarita. "Lalu mengapa hingga saat ini masih belum bersatu? Bahkan ayah sampai harus menikah dengan tante itu?" cerca Alifian

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-22
  • Kubawa Benihmu, Mas!   142. Kedatangan Saga

    Sarita gegas naik ke lantai dua, dia membuka pintu dengan mempersiapkan mental. Napasnya sedikit tersendat akibat kasus yang mulai menyapa. Tangannya menggenggam gagang pintu sesaat sebelum menariknya. Namun, terdengar suara memerintahkan dia agar segera masuk Sarita masih diam berdiri di depan pintu menata napas dan menghirup oksigen sebanyak dia mampu. Setelah merasa yakin baru menarik gagang pintu. Dia pun mengulum senyum kala pandangannya langsung tertuju pada manik mata tajam milik Saga. "Apa kabar kamu, Saga?" kata Sarita sedikit gugup. Saga masih bungkam, sorot tajam itu terlihat emosi dan kecewa yang bersamaan membuat Sarita makin gang untuk melangkah maju. Namun, banyaknya pekerjaan membuatnya harus mampu melawan segala rasa. "Ada perlu ada hingga kau sendiri yang datang, Saga?"Saga bergeming, bibirnya terkatup rapat dan masih menatap tajam ke arah Sarita. Wanita itu semakin salah tingkah. Hanya ditatap saja mampu membuat hati wanita itu berdebar kencang. Sesaat helaan n

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-24
  • Kubawa Benihmu, Mas!   143. Bersama Pasti bisa

    Saga mengurai pelukan Sarita, kemudian lalaki itu berjalan menuju ke jendela. Tatapannya jauh ke padatnya lalu lintas kota. Otaknya selalu berpikir untuk membuat sepupu jauhnya itu tersenyum dan melupakan segalanya. Namun, usahanya hingga kini belum mampu untuk itu. Sarita yang mulai mengerti dengan sikap Saga memilih diam dan berjalan menuju ke meja kerjanya. Jari jemarinya memilih menari di atas keyboard dan mulai melukis di sana. Bunyi tuts yang berirama membuat Saga berbalik badan untuk mencari sumber suara. Bibir tipisnya melengkung melihat aktifitas wanitanya. "Apa secepat itu kau lupa, Sari?""Tidak juga, tetapi aku haris apa jika kamu saja sulit memutuskan," jawab Sarita dengan datar. "Bagaimana jika kita hadapi bersama, mereka telah bersatu dalam sebuah hubungan. Apakah kamu tidak inginkan itu?"Sarita terdiam, mencerna apa yang coba ditawarkan oleh Sagara. Debar jantungnya mulai tidak bisa dikondisikan, tetapi tatapan matanya mampu membuat Saga terpana. "Apakah semua ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-26
  • Kubawa Benihmu, Mas!   144. Siapa Lelaki Itu

    Kiara terdiam, gadis kecil itu menatap langit yang cerah. Lalu senyumnya mengembang diiringi air mata yang perlahan mulai turun. Hal ini membuat Alifian terkejut, dia turun dari ayunan lalu mengikis jarak. Jari telunjuk yang mungil mencoba menghapus jejak itu. "Terima kasih!" ujar Kiara lirih. "Untuk apa air mata itu?""Jika ingat itu pasti seperti ini."Alifian meraih jemari kecil Kiara lalu menggenggamnya. Dia menatap lekat manik cokelat madu yang jernih milik temannya. Ada yang berbeda dari sorot mata itu, terlintas jelas adanya kerinduan yang mendalam. Alifian tidak berani membuka suara. "Alif, apakah kamu tidak merindukan seseorang?""Percuma, biarkan saja bagai air mengalir rindu itu hingga sampai jauh, Ky. Aku sudah ikhlas," papar Alifian dengan nada rendah dan menunduk. Kiara diam, tatapannya menuju ke jalan raya. Dia seperti sedang menunggu seseorang. Sesekali dilihatnya jam pada pergelangan tangan. Kemudian kepalanya menggeleng lirih. Alifian mengernyitkan dahi kala dil

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-27
  • Kubawa Benihmu, Mas!   145. Ada Hubungan Apa

    Amara pun berlari menuju ke bundanya berada. Namun, langkahnya terhenti kala dilihatnya sang bunda sedang diam termangu menatap pada sosok pria yang berada di samping Sarita. Amara segera menarik lembut ibu jari bundanya. Akan tetapi, wanita itu tidak merespon. Dia masih diam menatap tidak percaya dengan sosok pria tersebut hingga bibirnya menyebut satu nama, "Anggara!""Mama kenal dengan pria yang di sana?""Tidak, Sayang. Mungkin hanya mirip saja. Ayo kita pulang!" Pinta mamanya Amara. Wanita itu pun menggandeng putrinya dan segera melajukan mobilnya setelah siap. Sementara di mobil lain terlihat Kiara sedang memeluk papanya manja. Ekor matanya melirik pada Alifian yang terlihat mengeram pada bundanya. Samar Kiara mendengar obrolan ibu dan anak itu. Tampak Alifian keberatan jika harus menumpang pada mobil ayah Kiara, tetapi bundanya saat itu tidak membawa mobil. "Papa, apakah tadi datang bersama bundanya Alifian? Bagaimana ceritanya?" tanya Kiara. "Iya, Sayang. Ternyata butik l

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-28
  • Kubawa Benihmu, Mas!   146. Hubungan

    Di tempat lain, Sagara meremas file yang baru saja diberikan Imanuel. Terlihat kekesalan terpancar di wajahnya. Imanuel tidak berani bersuara lebih. Dia hanya bungkam. "Rupanya dia masih berani mendekat, bahkan melemparnya ke pengadilan negeri. Apa semua belum juga membuatnya jera!" geram Sagara. "Bisa jadi, Bos. Saat ini saja ada dua kubu yang berbeda menekan Nyonya Muda.""Apa maksud kamu dua kubu?"Imanuel membuka file baru yang menunjukkan semua alibi, kedua bola mata Sagara menyipit saat membaca satu nama yang tidak asing dalam ingatannya. Bahkan pengacara kondang sekelas Alfonso ikut dalam perebutan hak asuh anak. Sagara tidak habis pikir bagaimana pengacara itu bisa dihadirkan oleh seorang wanita. Sepertinya identitas wanita itu tidak biasa. Sagara berusaha mengingat marga yang tersemat di akhir nama itu. "Apa kita pernah menyinggung marga ini, Al?"Imanuel berdehem, pria itu menggelengkan kepala. Dan dia juga yakin bahwa tidak pernah berurusan dengan marga Bali. Namun, mar

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-29
  • Kubawa Benihmu, Mas!   147. Jujurlah, Nak

    "Saga, sejak kapan kamu di sana?""Tidak perlu tahu hal itu. Aku hanya ingin kamu jawab apa yang pernah kuungkap beberapa di masa silam!" jawab Sagara sambil berjalan tenang dengan satu tangan masuk ke saku celana. Sarita seketika bungkam, dia memberi kode pada Sagara agar melupa tentang masa itu. Namun, terlambat. Kalimat yang lolos dari mulut pria itu mampu membuat jiwa penasaran Alifian bangkit. Pria kecil itu pun berdiri di dinding kaca yang menghadap pada deretan pakaian hasil karya bundanya "Mereka sudah pulang, Alif rasa sudah saatnya Bunda topeng saja!""Alif!" Hentak Sarita. "Maafkan Alif, Bun. Alif hanya inginkan sosok ayah seperti teman yang lain, bisa tertawa tanpa beban." Alifian mengungkap semua perasaannya tanpa ada batasan lagi. Sagara masih tetap berdiri di posisinya semula dengan menatap penuh harap pada wanitanya dan kini kedua tangannya berada dalam saku celana. Sarita menunduk tidak berdaya di hadapan dua pria yang bertahta di hatinya. Perlahan Sarita mengang

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-30
  • Kubawa Benihmu, Mas!   148. Yakin

    Alifian menatap pada Sagara, lalu seulas senyum dia pamerkan. Sagara menanggapi kuga dengan senyuman. Kemudian pria matang itu berbalik badan hendak meninggalkan ruang kerja Sarita Akan tetapi wanita itu segera meraih lengan Sagara yang terayun kebelakang, "Tunggu, Sayang!" Satu kata yang cukup mengelitik telinga Sagara meski begitu pelan. Alifian pun juga masih bisa mendengar kata tersebut hingga dia melonjak kegirangan. "Wow! Yey yey," ujar Alifian. Sagara masih terpaku menghadap pada pintu, salah satu tangannya masih berada di saku celana. Dia mencoba mengingat satu kata yang meluncur lancar dari bibir wanitanya. Ingin hati berbalik dan segera mendekap tubuh mungil dan padat milik Sarita, tetapi egonya masih tinggi. Sagara mengulurkan lengannya dan meraih gagang pintu, dengan pelan ditarik ke bawah untuk membuka pintu. "Ayah, hendak kemana?" tanya Alifian sambil menarik ujung kemeja Sagara. Pria matang pun menunduk dengan mengulas senyum, dengan lirih bibirnya mengeluarkan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-31

Bab terbaru

  • Kubawa Benihmu, Mas!   158. Akhir Sebuah Kisah

    Sarita terbangun masih dalam pelukan Sagara, bahkan sinar mentari pagi sudah menyapa lembut kulitnya. Dia sedikit terkejut saat ujung kakinya tersentuh oleh buih air. "Dimana aku?""Sudah bangun? Lihatlah, sinar jingga menghiasi langit timur!"Sarita bangkit dari posisinya, dia berdiri menatap sinar jingga sambil merentangkan kedua lengannya. Dadanya terlihat naik perlahan menandakan sedang menghirup udara. Sagara ikut berdiri dan berjalan mengikis jarak, lalu dipeluknya tubuh Sarita dan berbisik, "Bagaimana dengan tawaranku semalam, Sayang?"Sagara meletakkan kepalanya pada ceruk lerer Sarita dan mulai menghidu aroma yang sudah membuatnya candu. Telapak tangan Sarita pun bergerak mengusap kepala Sagara. Wanita itu menyunggar surai rambut sang lelaki, kemudian menekannya lembut. Sarita merasa nyaman dengan setiap sentuhan Sagara, tetapi sisi hatinya yang lain masih enggan untuk menyambut cinta yang ditawarkan. "Akankah kau selalu ada untukku?" tanya Sarita lembut. Tidak ada jawaba

  • Kubawa Benihmu, Mas!   157. Putusan Sidang

    Di antaranya bukti keterlibatan Madam Anne atas kematian Alinsky Waluyo. Meskipun dari hasil pemeriksaan, Alinsky dinyatakan meninggal karena kecelakaan tunggal.Akan tetapi, pada fakta yang ditemukan, Alinsky meninggal karena luka parah yang dideritanya setelah kecelakaan yang dialaminya, dan yang lebih mengejutkan ternyata kecelakaan tersebut dipicu karena rem blong sebab tali rem mobil Alinsky telah dipotong. Tidak hanya itu saha, Madam Anne bahkan memerintahkan seseorang untuk membuat sebuah rekaman palsu yang menceritakan bahwa Alinsky pergi dari rumah Pradipta dengan seorang pria. Kemudian dengan segala tipu daya dan rayuan, Madam Anne pun mendekati Pradipta yang tengah terluka dan kehilangan Alinsky serta calon anak yang masih berada di kandungan Alinsky untuk selamanya. Pradipta yang merasa kecewa dengan sikap Alinsky pun perlahan mulai termakan omongan Madam Anne muda dan bersedia menikahi Madam Anne beberapa bulan setelah kepergian Alinsky yang tanpa kabar tersebut.Yang

  • Kubawa Benihmu, Mas!   156. Fakta Baru

    Sarita terdiam, wanita itu menatap pada Sagara begitu juga sebaliknya. Hanya Alifian yang terlihat asyik sendiri tanpa beban. Kemudian dia beranjak meninggalkan kedua orang dewasa menuju ke teras rumah. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang guna memastikan apakah keduanya sudah berjalan. Namun, hingga kaki kecil sampai di ambang pintu kedua orang dewasa belum juga terlihat membuat Alifian berteriak memanggil bundanya. "Sebaiknya kita antar dulu putra kamu itu, Sari. Setelahnya baru ke butik bahas lebih lanjut," kata Sagara sambil meraih jemari Sarita dan menautkan pada jemarinya. Sarita terdiam mengikuti semua pergerakan Sagara wanita itu sama sekali tidak menolak ataupun menghindar. Hingga sampai di depan Alifian pun tautan jemari mereka tidak terlepas. "Masuklah bersama Alif di belakang, Sari!"Sarita segera masuk menyusul putranya dan duduk di samping Alifian. Pria kecil menatap bundanya sekilas lalu berpaling ke samping melihat jalanan yang mulai padat. Mobil berjalan perlaha

  • Kubawa Benihmu, Mas!   155. Kapan Menikah

    Tangan kanan Sagara mengepal erat, sebuah bogem mentah sudah hendak dihadiahkannya untuk Bagaskara. Namun, diurungkan karena ada jemari lentik yang menghentikan niatan tersebut. Sagara memalingkan wajah ke samping. Tampak pemilik jari tersebut menggelengkan kepala sambil menyuguhkan senyum lembut yang mampu melelehkan hatinya. Emosi Sagara seketika menguap begitu saja, sementara Bagaskara semakin merasa geram karena mantan istri malah memberikan senyum terbaik pada laki-laki selain dirinya. Gelap mata! Itu yang dirasakan Bagaskara saat ini. Penuh emosi, Bagas menarik bahu pria yang lima tahun lebih tua tersebut. Giginya gemeretuk, rahangnya mengencang, mata pun sudah memerah, dan detik berikutnya ... Bugh! Bagas meninju rahang Sagara yang langsung terhuyung. Sungguh beruntung, pengendalian keseimbangan pria itu cukup baik sehingga dia tidak sampai terjatuh hanya sedikit oleng saja. Sagara ingin membalas Bagas, tetapi Sarita dengan cepat menarik tangan Sagara. Sambil memberikan s

  • Kubawa Benihmu, Mas!   154. Suasana Memanas

    Aknat dan Bagas refleks saling bertukar pandang saat mendengar pertanyaan hakim ketua. Apa maksud hakim ketua dengan mempermainkan? Kenapa lelaki jelang senja itu bisa berkata demikian? Jangan-jangan .... Didorong oleh rasa penasaran, Aknat pun bermaksud kembali maju untuk memeriksa ulang apakah ada kesalahan yang tidak disengajanya saat menyerahkan bukti ketidakberesan Sarita sebagai ibu. Akan tetapi, baru saja mengangkat tubuhnya dari kursi, ketua majelis hakim yang terhormat sudah mengangkat tangan -- melarangnya untuk maju. Akhirnya, dengan penuh kebingungan, Aknat menuruti perintah ketua majelis sidang. Sambil bertanya-tanya, Aknat menatap hakim ketua dan Bagaskara bergantian. Pemuda itu bahkan hanya bisa mengedikkan bahu ketika Bagaskara menanyakan hal tersebut padanya. Ketua majelis hakim yang terhormat masih menatap Aknat dan Bagaskara dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Pria yang sudah berprofesi menjadi hakim selama dua puluh tahun tersebut merasa terhina. "Apa maksud

  • Kubawa Benihmu, Mas!   153. Berkas

    Keesokkan paginya tidak jauh dari sebuah rumah mewah bercat putih, tampak sebuah city car berwarna hitam. Pengemudi city car tersebut tampak serius mengamati rumah mewah yang dijaga ketat oleh seorang petugas keamanan. "Aku harus bisa masuk ke rumah itu untuk mencari berkas-berkas penting yang mereka sebutkan kemarin. Hanya saja bagaimana ya caranya?"Pemuda tersebut memutar otaknya -- mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam rumah mewah dan menjalankan misinya tanpa ketahuan oleh penghuni rumah. Dia pun memeriksa seluruh penjuru mobilnya. Elfrada mengobrak-abrik seluruh isi dashboard mobil dan menemukan dua buah benda yang diyakini bisa membantu meloloskan niatnya masuk ke dalam rumah target. Dengan keyakinan penuh, lelaki tersebut mempersiapkan diri. Setelah semua siap, dia kembali mengawasi rumah mewah yang hanya selisih dua rumah dari tempatnya. Beberapa menit kemudian, tampaklah sebuah mobil mewah dan elegan berwarna silver metalik keluar dari halaman rumah tersebut. Dengan

  • Kubawa Benihmu, Mas!   152. Sosok Yang Lain

    Pria muda berkaca mata hitam itu segera meluncur pergi dari depan rumah Bagaskara, dengan kecepatan tinggi pemuda tersebut memacu kendaraan roda empat yang dikemudikannya. Di tengah perjalanan pria itu menelepon seseorang, "Bos, tadi saya sempat mencuri dengar pembicaraan antara Bagaskara, istrinya, dan kedua pengacara mereka melalui sebuah penyadap. Saya mendengar mereka mempunyai sebuah bukti yang akan bisa dipakai menekan dan mengalahkan Nyonya Sarita di pengadilan.""Bukti apa dan siapa yang membawa bukti tersebut?" tanya lawan bicara pria muda yang ditugaskan menjadi kata-kata tersebut. "Saya masih belum mendapatkan informasi bukti seperti apa yang dimaksud, hanya saja saya tahu siapa yang sudah menyimpan bukti tersebut." Info pemuda tersebut sambil terus mengemudikan kendaraan roda empatnya. Sementara itu, di tempat lain lawan bicara pria muda tersebut tampak sedang memikirkan strategi apa yang akan diambilnya untuk menghancurkan Bagaskara dan istrinya, Ni Luh. Sosok tersebu

  • Kubawa Benihmu, Mas!   151. Awal Sidang

    "Tenang, Tuan Bagas. Bersantailah sedikit, tidak perlu seemosi itu. Saya hanya bertanya saja pada Anda. Apakah Anda yakin dengan keinginan Anda mengenai hak asuh anak?" Ulang Aknat pada Bagaskara yang menatapnya lekat dan tajam."Apa perlu saya ulang jawaban saya agar Anda yakin pada apa yang menjadi keinginan saya?" Kini giliran Bagaskara membalik pertanyaan Aknat. Nada suaranya rendah dan dalam, terlihat sekali jika dia sedang menahan amarah pada pemuda yang duduk di samping Ni Luh.Mendengar jawaban Bagaskara yang begitu penuh kemarahan yang tertahan, Ni Luh mengerutkan dahinya. Wanita itu merasa sedikit aneh dengan sikap suaminya ketika mendengar pertanyaan Aknat.Ni Luh mengamati manik tegas suaminya lekat-lekat. Dia merasa penasaran dengan jawaban dan sikap Bagaskara selanjutnya. Sementara itu, sikap Aknat tampak berbanding terbalik dengan Bagaskara yang tampak begitu emosi.Pria matang yang dikenalkan dengan nama Arswendo merasa tidak enak melihat situasi yang mulai tidak kondu

  • Kubawa Benihmu, Mas!   150. Dua Pengacara

    Saat hendak menikmati madu alami pintu dibuka oleh pelayan dengan membawa makanan yang sesuai pesanan juga dua orang tamu. Bagas dan Ni Luh segera memperbaiki cara duduknya. "Silakan saja dilanjut, kami dengan sabar menunggu, Tuan dan Nyonya!" ujar Aknat pengacara pribadi Ni Luh. "Kau jangan bikin malu, Nat. Usiamu masih jauh," dengus Ni Luh. Aknat hanya mengulas senyum tipis, lalu mengambil duduk di depan Ni Luh sedangkan pria yang berusia matang ikut duduk di samping Aknat. Ni Luh menatap suaminya penuh tanya. Bagaskara tersenyum dan mempersilakan kedua tamunya untuk menyantap menu yang ada. Menu sederhana tetapi mewah. "Silakan makan, Tuan Berdua!""Apakah tidak lebih baik kita saling kenal dulu, Kak!" Pinta Ni Luh. "Saya Bagaskara sebagai suami dari Ibu Ni Luh Ayu. Ini pengacara saya, Bapak Arswendo!" ujar Bagaskara. Bagas mengenalkan diri dan pengacaranya pada pria muda di depan istrinya. Aknat yang sejak tadi terlihat santai segera menerima uluran tangan Bagas dengan itika

DMCA.com Protection Status