Home / Urban / Pembalasan Dendam Sang Duda Kaya / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Pembalasan Dendam Sang Duda Kaya: Chapter 51 - Chapter 60

93 Chapters

51. Permintaan Tidak Masuk Akal

Ben kehilangan kata-kata. Mulutnya terus membuka dan menutup, tetapi ia kesulitan untuk bicara. Apa yang baru saja didengarnya sungguh membuatnya membeku hingga tidak bisa berpikir dengan baik. Elina memintanya kembali? Elina, sang mantan mertua yang hampir tidak pernah menghargai kehadirannya kini meminta tolong kepadanya dengan memelas?“M-maksudmu … aku harus kembali menjadi suami Thalia?” Akhirnya Ben bisa berbicara meski sedikit gagap. “Memangnya Thalia semenderita itu? Tunggu. Yang lebih penting … apa kalian sudah membicarakan ini dengannya? Dia bilang apa? Tidak. Seharusnya aku bertanya dulu soal hubungan Thalia dengan Garry. Mana mungkin mereka selesai begitu saja—““Kamu membuat Ben kebingungan,” tegur Pram kepada Elina. Pria itu terlihat duduk dengan tidak nyaman, terus menghadap Ben dan Elina se
last updateLast Updated : 2023-12-24
Read more

52. Pilih Salah Satu

“Hmm ….” Ashana bergumam sendiri sambil melihat pantulannya di depan cermin. Keningnya berkerut, kedua tangannya tidak henti-hentinya menarik ujung bagian lengan bajunya agar menutupi bekas-bekas luka di kulitnya. “Yang ini pun sama saja. Apa aku tidak punya baju berlengan lebih panjang? Mungkin sebaiknya aku samarkan luka-luka ini dengan riasan.”Akhirnya, ia mengambil pakaian yang tergeletak di atas lantai kamar. Sebuah kaus tanpa lengan serta kemeja bermotif kotak-kotak samar berwarna jingga. Ia memadukannya dengan sebuah rok rimpel yang sedikit melebihi lutut. Paduan pakaian itu membuat bagian lengan serta kakinya terpampang dengan jelas, bekas luka gores serta lebam terlihat di beberapa titik. Ashana meraih salah satu alas bedak miliknya dan mulai menutupi bekas lukanya satu per satu.Selagi melakukan semua itu, kakinya tidak
last updateLast Updated : 2023-12-25
Read more

53. Tantang Aku

Tumpukan kertas dan map di hadapannya tidak kunjung berkurang meski ia menatapnya selama berjam-jam. Perih mulai menyerang kedua matanya, mau tidak mau Ben menutup mata sambil bersandar di kursi ternyaman yang pernah ia duduki. Kursi dengan sandaran yang didesain sedemikian rupa untuk menopang punggungnya itu terasa nyaman, Ben hampir merasa berada di rumah sendiri jika saja setelan jas yang dikenakannya tidak menyesakkan dirinya.“Kenapa semua orang senang sekali dengan kehidupan seperti ini?” Untuk kesekian kalinya Ben mempertanyakan hal ini lalu membuka matanya dengan malas. Lagi-lagi apa yang dilihatnya hanyalah meja penuh berkas serta ruang kantornya yang terlalu luas untuk ia tempati sendiri.“Karena lelahnya bekerja di dalam gedung berpendingin ruangan lebih baik dari meregang otot di bawah terik matahari,” celetuk seorang wanita
last updateLast Updated : 2023-12-26
Read more

54. Emosi dan Pikiran yang Kacau

Jari-jari Ben menekan pangkal hidungnya dengan kuat hingga meninggalkan bekas kemerahan, sementara tangannya yang lain masih memegang ponsel. Judul berita yang tengah ia baca ditulis menggunakan jenis huruf tebal serta ukuran yang cukup besar, dalam keadaan menyipitkan mata pun Ben masih bisa membacanya.“Apa-apaan artikel ini?” Ia bicara sendiri dengan geram. “Isinya seperti sampah! Bisa-bisanya tulisan seperti ini dimuat di halaman berita daring.”Tanpa menunda lagi, Ben menghubungi salah satu nomor di daftar kontak miliknya. Tatapan matanya mengusir seorang karyawan yang baru saja memasuki ruangan setelah mengetuk pintu berkali-kali. “Aku sibuk. Ada urusan mendadak. Kembalilah ke tempatmu dulu!” perintahnya dengan tegas. Karyawan itu tampak ragu-ragu melaksanakan perintah
last updateLast Updated : 2023-12-27
Read more

55. Kegelapan dalam DIri

Pemandangan di luar jendela terlihat tidak jauh berbeda dengan apa yang selalu dilihatnya di rumah. Orang-orang berlalu lalang, sibuk dengan kegiatan masing-masing, saling menyapa saat berpapasan, bercanda dan tertawa di bawah sinar matahari pagi yang menyehatkan. Hanya saja, kini ada lebih banyak tanaman hijau di luar sana, serta air mancur yang sengaja dibangun di tengah-tengah untuk menambah suasana menenangkan.Thalia terus memaksakan dirinya untuk fokus kepada pemandangan itu. Meskipun pinggangnya sudah mulai pegal karena duduk terlalu lama, serta lehernya berteriak memintanya untuk menoleh ke arah lain, ia tetap enggan mengalihkan perhatian. Takut kalau-kalau suasana hatinya akan segera berubah jika ia sadar di mana ia berada saat ini.Sampai akhirnya, kedua mata lelahnya menatap ke bawah, memperhatikan kasur tempatnya duduk. Tempat tidur berbingkai kayu
last updateLast Updated : 2023-12-28
Read more

56. Pengakuan yang Salah Alamat

“Ben? Kau datang?” Thalia menggosok kedua matanya berkali-kali, berharap sosok di depannya tidak menghilang begitu saja. “Kenapa diam saja? Katakan sesuatu, Ben! Agar aku tahu ini benar-benar dirimu.”Isak tangis kembali lolos dari bibirnya. Berbagai kenangan indah yang tiba-tiba saja menyerang membuatnya kewalahan, ia sampai harus kembali menutup matanya karena merasa pusing. Sosok Ben kecil yang selalu menatap ingin tahu kepadanya, sosok Ben remaja yang tersenyum gembira mengajaknya bermain, hingga sosok gagah Ben yang pernah menikahinya. Semua bayangan itu berkelebatan di balik kelopak mata Thalia, enggan menghilang meskipun Thalia tahu bahwa ini bukan saatnya untuk tenggelam dalam masa lalu.Namun, ia terlanjur terjebak. Apalagi kini ada suara tawa Alisya yang ikut bercampur di sana. Otomatis Thalia tersenyum, entah kapan teakhir kal
last updateLast Updated : 2023-12-30
Read more

57. Tidak Fokus

“Apa? Ulang tahun?” Ben bertanya dengan ketus. ”Bukannya panti ini sudah lama melarang orang-orang untuk merayakan perayaan apa pun di sini?”Mayang menghela napas berat. “Benar. Sejak beberapa tahun lalu sudah tidak pernah ada yang datang kemari untuk itu. Orang-orang hanya akan memberi sumbangan tanpa embel-embel apa pun atau datang untuk mengajak anak-anak bermain. Tapi ….”“Tapi apa?”“Sepertinya kali ini yang mengajukan permintaan itu berasal dari keluarga terpandang. Rossa tetap memintaku untuk menolaknya baik-baik, tapi kupikir tidak ada salahnya kita pertimbangkan dulu. Lagipula, belum tentu juga akan terjadi hal buruk. Tidak semua orang tega memberikan bingkisan tidak layak kepada anak-anak.”Ben
last updateLast Updated : 2023-12-31
Read more

58. Rumah Sakit Jiwa

“Itu dari Rumah Sakit Jiwa tempat Thalia dirawat.” Ben berkata dengan suara pelan setelah ia menyudahi panggilan. Tatapannya terlihat kosong selama ia mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Aku tidak tahu kenapa mereka sampai menghubungiku.”“Berarti yang Abrar katakan benar, dia membutuhkanmu.” Ashana menganggukkan kepala lalu mengepalkan tangan, layaknya seorang pelajar yang baru saja menemukan jawaban dari soal ujian yang sulit. “Tunggu apa lagi, Ben? Apa kamu ingin kepala Rumah Sakit menghubungimu dulu baru kamu mau datang?”Tanpa aba-aba, Ashana meraih tangan Ben dan menarik pria itu sambil berjalan cepat. Mulanya Ben mengikutinya tanpa bertanya, masih tenggelam dalam pikirannya sendiri, hingga akhirnya ia berhenti. Tenaga Ashana yang tidak seberapa lantas tidak lagi dapat menyeretnya.
last updateLast Updated : 2024-01-01
Read more

59. Aku Pelakunya

Rasanya Ben ingin putar balik. Kekhawatirannya sia-sia, karena Thalia tampak sangat baik-baik saja.“Jarang sekali ada anggota keluarga yang mengunjungi pasien di sini,” ujar staf Rumah Sakit Jiwa sebelum ia melenggang pergi. “Pasien di sini sangat membutuhkan dukungan lebih dari apa pun. Senang rasanya masih ada yang memedulikan anggota keluarga mereka yang sakit.”Ben terkejut mendengar itu. Sang staf pasti tahu bahwa Ben bukan lagi bagian dari keluarga Thalia, sebagaimana yang tertulis dalam formulir pengunjung, jadi kenapa ia berkata seperti itu? Ben pikir ia harus menyangkal, tetapi mendadak lidahnya kelu.“Oh! Aku juga akan tunggu di ruang tunggu saja.” Ashana lebih dulu berbicara. “Jangan khawatir, aku tidak akan menunggu terlalu lama. Begitu bosan, aku akan langsung
last updateLast Updated : 2024-01-02
Read more

60. Tempat Bagus

“Ayah! Sudah kunci pintunya belum?”Ben yang tengah berbaring di atas karpet mengintip dari balik lengannya yang ia tempatkan di atas mata. Melihat anak gadisnya tengah berdiri sambil menyilangkan tangan. “Hmm … sudah, kok,” jawab pria itu sambil kembali terpejam. Menikmati hawa dingin malam yang diam-diam masuk dari celah tipis di bawah pintu. Seharian ini ia telah bekerja sangat keras di bawah sinar terik matahari, serta meminum cukup banyak minuman beralkohol untuk melawan rasa frustrasi yang biasa menyerangnya di minggu-minggu sibuk seperti ini. Dinginnya malam menjadi penyejuk setiap ototnya yang kelelahan.“Beneran?”“Iya.”“Kalau gitu, ini apa?” Tanpa mengalihkan pandangan dari Ben sedikit pun, Ali
last updateLast Updated : 2024-01-03
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status