Home / Urban / Pembalasan Dendam Sang Duda Kaya / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Pembalasan Dendam Sang Duda Kaya: Chapter 61 - Chapter 70

93 Chapters

61. Siap ke Neraka

“A-apa maksudmu? Kenapa kau yang membunuhnya?” Sangat sulit bagi Ben untuk mengendalikan suaranya. Tatapan peringatan dari staf Rumah Sakit Jiwa terus berkelebatan di ingatannya, membuatnya berusaha keras untuk mengendalikan emosi. Namun, tentu saja itu tidak mudah apalagi ia juga harus berhati-hati dengan ucapannya.Entah kenapa firasat Ben mengatakan bahwa jika ia salah bicara satu kali saja, Thalia tidak akan lagi mau berbicara kepadanya.“Jika maksudmu … kau membunuh Alisya secara tidak langsung karena sebagai orang tua kamu tidak cukup memperhatikannya, maka kesalahanku pun sama besarnya,” sambung Ben. “Tidak. Justru aku jauh lebih bersalah karena aku ayahnya. Aku seharusnya melindunginya dengan segenap jiwaku. Seluruh napas ini seharusnya kupersembahkan untuk kesehatan dan kebahagiaannya, tetapi aku telah gagal. Aku pe
last updateLast Updated : 2024-01-04
Read more

62. Persiapan

“Hukum saja aku, Ben.” Thalia menangis sejadi-jadinya. Keinginannya terbagi, antara ingin berkata jujur atau melindungi orang yang ia cintai. “Maafkan ketidakmampuanku yang membuat kita menderita. Aku bersedia menanggung semuanya. Biar aku saja yang merasakan neraka itu, Ben.”Ben mengepalkan tangannya guna menahan amarah. Thalia jelas-jelas tengah melindungi pelaku yang telah merenggut nyawa Alisya. Meskipun Thalia adalah wanita yang pernah dan masih mengisi hatinya, Ben tidak akan mengabaikan situasi ini begitu saja.Sang pembunuh masih berkeliaran di luar sana. Menikmati hari demi hari dalam kebebasan yang tidak pantas ia miliki. Dengan seenaknya terus melakukan kejahatan dan membiarkan orang lain yang mengemban tanggung jawabnya.Ben bertekad untuk menghentikannya, meskipun ia harus mengesampingkan rasa ibanya terhadap Thalia.“Aku akan menyingkirkanmu jika itu perlu.” Perlahan-lahan, sosok Ben terlihat semakin mengerikan. Ia memperlihatkan ‘t
last updateLast Updated : 2024-01-07
Read more

63. Terjun ke Jurang Bersamaku

Beberapa bulan lalu .... “Wah, waah …. Kerja para anak buahmu semakin baik, ya.”Tony yang sedari tadi sibuk memantau jalannya bisnis sambil menikmati ayam goreng kesukaannya lantas berbalik setelah mendengar suara merdu dari wanita yang menjadi kekasihnya. Bibirnya yang dipenuhi remah makanan lantas tersenyum lebar, bersamaan dengan kedua tangan yang terentang ke depan. “Lilii. Kupikir kamu tidak akan datang hari ini?”“Aku punya banyak waktu luang sejak anak dan menantuku tidak lagi hidup menumpang di rumahku,” jawab sang wanita sambil memainkan jaring di topinya. Kerutan di sudut bibirnya terlihat samar oleh tebalnya bedak yang melapisi. “Ups! Maksudku, anak, menantuku, dan mantan menantuku. Thalia sudah bebas dari Ben dan baru saja menikahi Garry, pria yang
last updateLast Updated : 2024-01-08
Read more

64. Perubahan Rencana

Sejak Alisya lahir, Elina mungkin tidak pernah memandang cucunya itu dengan tatapan penuh kasih sayang. Selalu datar, seolah-olah ia hanya sedang berhadapan dengan anak tetangga, bocah yang sama sekali tidak punya hubungan dengannya. Baru kali ini, ada ekspresi berbeda saat Elina melihat Alisya.Bukan, bukan kasih sayang. Biar bagaimanapun Alisya tetap seorang gadis merepotkan, yang hanya tahu indahnya dunia. Tidak sadar akan seberapa menderitanya orang di sekitarnya berjuang untuk mempertahankan senyum di bibirnya. Elina selalu cemburu melihat betapa Alisya terlihat muda dan enerjik.Mungkin karena itulah, tanpa sadar kini kedua matanya memelototi Alisya dengan garang. Sang cucu bukan hanya telah mengganggu urusannya, tetapi juga melihat sesuatu yang tidak seharusnya ia ketahui. Ada sedikit rasa cemas di dada Elina, takut kalau-kalau Alisya akan segera kabur d
last updateLast Updated : 2024-01-09
Read more

65. Saling Curiga, Saling Waspada

“Katamu semua akan baik-baik saja. Tapi sekarang lihat aku! Baju ini sangat sesak, aku juga mulai muak melihat dinding kusam dan jeruji berkarat!” Tony berteriak, hampir tidak bisa menahan diri dari memukul meja di hadapannya. Dengan kasar ia membuka kancing bagian atas baju tahanan yang ia kenakan. “Pakaian macam apa ini? Sangat menyesakkan! Mereka bahkan tidak mengizinkan aku untuk membawa bajuku sendiri!”Elina yang berpakaian sangat tertutup dengan masker menutupi bagian bawah wajahnya sempat melirik ke arah petugas yang berjaga tidak jauh dari tempatnya menemui Tony. Sebuah kaca dengan beberapa lubang kecil menghalangi dirinya dari bersentuhan langsung dengan sang tahanan, membuat Elina sedikit kecewa karena dia jadi tidak bisa menegur Tony dengan pukulan.Helaan napas berat akhirnya keluar setelah Elina melepas maskernya. “Be
last updateLast Updated : 2024-01-10
Read more

66. Pergilah

Ben mengerutkan kening sambil menyilangkan kedua tangan. Ia berdiri menyandar ke dinding gedung Rumah Sakit Jiwa, sosoknya sedikit tersembunyi oleh sebuah pohon yang tumbuh besar dan rindang. Cuaca sangat cerah dengan matahari yang tidak terlalu terik dan suhu udara yang cukup segar, sama sekali tidak ada alasan bagi Ben untuk berlindung di pojokan. Namun, pria itu memiliki alasan lain yang membuatnya terpaksa menyingkirkan diri dari keramaian Senyum kebahagiaan menghiasi orang-orang di sekitar, baik pasien yang mengenakan seragam biru terang maupun staf yang mendampingi. Sebagian kecil pasien ditemani oleh orang-orang tercinta, bercengkerama guna melepas kerinduan yang terpendam akibat terpisah selama proses perawatan. Sementara sebagian besar lainnya cukup merasa puas hanya dengan beraktivitas di luar ruangan.Semua pemandangan itu membuat Ben semakin r
last updateLast Updated : 2024-01-11
Read more

67. Seni Merendahkan

Sudah setengah jam berlalu sejak Ben memarkirkan mobil mewahnya di pelataran parkir yang ia kira tidak akan pernah ia datangi. Kedua tangan pria itu masih siap di atas setir, kunci masih berada di tempatnya, sehingga apabila ia berubah pikiran, tidak akan lama untuknya pergi dari sana. Namun, kedua mata Ben terus menolak untuk mengalihkan pandangan dari bangunan bercat putih dan biru di hadapannya.Beberapa orang berseragam terlihat mondar-mandir di balik pintu kaca. Kerut di kening mereka hampir serupa, seperti tatapan mereka yang sangat tidak ramah. Sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang polisi yang mengabdi kepada masyarakat.Kenangan buruk yang terngiang di kepala membuat kedua tangan Ben menggenggam setir dengan semakin erat. Dirinya yang dulu berteriak-teriak memohon pertolongan di gedung itu dan berakhir diabaikan, lalu harus pulang menyaksikan orang yang berusaha ia tolong telah meregang nyawa dengan sia-sia. Dirinya yang dulu begitu direnda
last updateLast Updated : 2024-01-13
Read more

68. Tekad Ben

“Tidak bisa, ya?” Ben bertanya dari balik punggung Jack. Dengan bebasnya menyeringai lebar tanpa khawatir Jack akan melihatnya. “Kalau tidak bisa, tidak apa-apa. Tidak usah mengkhawatirkan pemberianku, aku tidak akan memintamu untuk mengembalikannya.”Ben telah membuang panggilan sopan dalam kalimatnya, merujuk kepada Roby dengan kata ‘kamu’ dan bukannya ‘Anda’ seperti tadi. Hal ini membuat Jack merasa familier, rasanya ia pernah melakukannya, atau bahkan sering. Ia sering berbicara dengan tidak hormat kepada orang yang menurutnya berasal dari kalangan rendahan.Jack masih membeku, susah payah ia menelan ludah dengan gugup. Mobil di hadapannya ini memiliki harga fantastis yang tidak akan pernah bisa ia beli meski menabung seumur hidup. Telapak tangannya saja menolak untuk menyentuh dan hanya mengambang dengan kikuk. Jack takut satu sentuhan dari kulitnya yang kasar akan menggores permukaan mobil itu dan membuatnya harus mengganti rugi dengan jumlah uang yang besar.
last updateLast Updated : 2024-01-14
Read more

69. Dendam Tidak Bisa Diwakili

Langkah kaki Sander cepat, tetapi tidak menimbulkan suara. Bahkan deru napasnya pun dengan mudahnya tersamarkan oleh suara embusan angin yang melewati celah di antara bangunan-bangunan tua di sekitar. Bangunan-bangunan itu saling berhimpitan dan hanya menyisakan sedikit jarak, sesekali Sander harus berjalan kepiting untuk bisa lewat.Suara-suara binatang malam saling bersahutan, Sander sempat merasa aneh karena biasanya yang terdengar hanya suara serangga yang familier di telinga. Namun, dengan segera ia mengabaikannya. Bukan hal aneh jika ada seseorang yang menyelundupkan hewan liar ke tempat yang sangat terpencil ini. Jika beruntung, mungkin Sander akan bisa memergoki tindak kriminal juga.“Bau inilah yang paling tidak bisa kutahan,” gerutu pria itu setelah ia berhasil melewati gang-gang sempit. Kini ia disambut oleh hamparan rumput tinggi nan bas
last updateLast Updated : 2024-01-15
Read more

70. Aslam

Seumur hidup, Ben tidak suka kepada orang-orang yang sok tahu tentang hidupnya. Terutama orang-orang yang seenaknya menilai bahwa hidupnya sangat menyedihkan hanya karena ia adalah anak yatim piatu yang besar di panti asuhan miskin di pinggiran kota. Biasanya Ben kecil akan langsung mengamuk dan membentak orang yang berani mengasihaninya secara terang-terangan.Seiring waktu berlalu, ia belajar untuk tidak menghiraukan omongan orang, berpikir bahwa menegur mereka yang berotak kosong dan berhati sempit hanya akan membuang-buang waktu. Meskipun sesekali ia masih akan mencoba mengintimidasi orang-orang seperti itu, Ben lebih sering mengabaikannya.Namun, ia menemukan ada hal lain yang juga mampu membuatnya sebal, yaitu, rasa puas yang dirasakan orang-orang setiap kali dugaan mereka terbukti benar. Kekesalan yang Ben rasakan karena hal ini mungkin tidak sebesar saa
last updateLast Updated : 2024-01-17
Read more
PREV
1
...
5678910
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status