Semua Bab Suamiku Tukang Tahu: Bab 71 - Bab 80

85 Bab

Bab 71 : Menyamar

"Untuk malam ini Mbak bisa tinggal di rumah Ghea. Jalu tinggal di samping rumah Ghea. Kalau ada apa-apa kita bisa memanggilnya. Mbak gak masalah, kan?"Aku tersenyum, mengusap bahu Ghea yang berdiri di sampingku. Tatapanku mengarah pada rumah dua tingkat yang berhalaman cukup luas ini.Aku, Ghea dan Jalu berada di komplek perumahan mereka. Komplek perumahan yang cukup elit menurutku. Menjadi orang kanan Mas Haris tentu membuat mereka berpenghasilan cukup mumpuni mengingat Mas Haris merupakan pimpinan Adiwangsa."Mbak dulu hidup di rumah yang dua kali lebih kecil dari rumahmu, Ghe. Waktu Mas Haris masih berpura-pura menjadi seorang penjual tahu. Dan saat itu Mbak bahkan gak pernah mempermasalahkan hal itu. Begitu juga untuk sekarang.""Bagi Mbak, selama Mbak bisa berada di dekat Mas Haris, Mbak gak akan pernah mengeluh. Mbak juga hanya malam ini menginap di rumahmu. Kalau Mbak Wati mengabari nanti, maka besok Mbak akan tinggal di rumah dan berpura-pura sebagai asisten rumah tangga Mas
Baca selengkapnya

Bab 72 : Pertanyaan Tanpa Jawaban

Aku berdiri dengan gelisah, menunduk untuk menyembunyikan wajahku sebaik mungkin. Tak mengira kalau wawancara yang Mas Haris lakukan akan melibatkan Kanya.Sebenarnya tidak begitu, awalnya semua berjalan lancar sampai saat aku baru saja memasuki halaman rumah. Mobil Kanya datang dan merusak semua bayangan yang ada di pikiranku."Kenapa kamu butuh asisten rumah tangga baru, Mas?" Aku melirik pada Kanya yang melontarkan pertanyaan tersebut setelah cukup lama terdiam. Sedikit banyak membuatku bernafas lega. Karena itu artinya dia tak mengenaliku.Namun, pertanyaan yang dia lontarkan juga membuatku resah. Bagaimana kalau Mas Haris menjawab pertanyaan itu dengan hal yang membuatku tidak bisa masuk ke rumah ini.Jantungku berdegup kencang, aku menunggu jawaban Mas Haris dengan tidak sabar. "Bukan aku yang butuh. Mbak Wati yang butuh untuk membantunya di dapur.""Kenapa? Bukannya selama ini pekerjaannya baik-baik saja tanpa menambah orang sekalipun. Lagipula penghuni rumah ini cuma Mas saj
Baca selengkapnya

Bab 73 : Ira

"Kau ... mengenaliku, kan?" tanya Mas Haris padaku."T--tuan, saya ...." Aku menunduk bingung. Apa yang harus kukatakan pada Mas Haris. Sementara Kanya berdiri di sampingnya sembari menunggu jawabanku dengan penasaran."Mas, jangan ngomong aneh-aneh, deh," ucap Kanya sembari menatap ke arahku tak suka. Mas Haris menggeleng, dia tak menghiraukan ucapan Kanya dengan tetap melihat ke arahku. Matanya menyiratkan sesuatu. Seolah tengah melihat orang yang dikenalnya."S--saya memang mengenal Tuan," ucapku kemudian membuat Kanya terbelalak kaget. Mas Haris juga tampak terkesiap saat mendengar penuturanku."Kau ... benar-benar tidak tahu malu!" seru Kanya."Katakan siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau mengenali aku?" tukas Mas Haris dengan nada menuntut."Saya memang mengenal Tuan Haris. Lagipula tidak ada orang yang tidak mengenal Tuan sebagai pemimpin Adiwangsa. Juga ... sebagai seseorang yang ingin bekerja di rumah Tuan, saya tidak mungkin tidak mengenal Tuan."Aku memejam seraya menunduk,
Baca selengkapnya

Bab 74 : Ketahuan

Aku menatap wajah di balik cermin. Sesuai perkiraanku, kamar asisten rumah tangga yang kutempati rumah ini memang tak besar. Namun, ukurannya masih sama persis seperti kamarku dan Mas Haris dahulu.Setidaknya dengan menyadari hal ini aku tahu, Mas Haris mempelakukan setiap orang yang bekerja dengannya sangat baik. Hanya saja, sayang sekali ada orang yang memanfaatkan kebaikannya.Wajah yang tampak berubah ini, sebenarnya sangat risih untuk kupakai. Kacamata tebal, tahi lalat palsu dan yang paling mengganggu adalah gigi palsu yang kupakai.Tak jarang beberapa kali karena belum terbiasa, benda itu hampir terlepas dari mulutku. Tok! Tok! Tok!Aku berbalik, sembari merapikan hijab yang kupakai. Sebelumnya aku menyusun beberapa pakaian yang bisa kupakai di rumah ini setelah membelinya bersama Ghea tadi.Sebenarnya ada banyak pakaianku di kamar Mas Haris. Namun, menurut dari cerita Mbak Wati, barang-barangku termasuk pakaianju telah ia singkirkan atas suruhan Kanya. Meski begitu, Kanya ya
Baca selengkapnya

Bab 75 : Mencegah

"Apa yang kamu lakukan?" Aku mengerjap, tak berani menatap Mas Haris. Sementara Mas Haris memegangi tanganku erat. "M--maaf Tuan, saya ...." "Siapa yang menyuruhmu masuk ke dalam kamarku?" tanya Mas Haris dengan pelan namun nadanya terdengar tegas. "S--saya hanya ...." Aku menunduk, menatap nampan berisi makanan yang kubawa untuk Mas Haris tadi. "Berniat untuk membawakan makanan untuk Tuan." Mas Haris terdiam, mata kami bertemu. Dia menatapku dengan tajam. Sementara aku menatapnya penuh kerinduan. Dalam hati ingin sekali memeluk suamiku yang sudah lama tak bertemu bahkan tak mengingat diriku sama sekali. "Lupakan saja," ucap Mas Haris melepas genggaman tangan di lenganku. "Lain kali jangan masuk kalau aku tak menyuruhmu untuk masuk. Tak sopan!" Aku terkesiap saat Mas Haris berucap tegas pada kalimat terakhirnya. Lantas menunduk karena tatapan intimidasi yang dilakukan Mas Haris terhadapku. "Maaf Tuan, tadi saya sudah mengetuk pintu dan memanggil-manggil Tuan beberapa kali. Tapi
Baca selengkapnya

Bab 76 : Butuh Persetujuan

Tapi, aku juga tak bisa tinggal diam. Aku harus menemukan cara untuk mencegahnya.Aku berjalan cepat, menyusul Kanya yang sudah hampir tiba di depan pintu kamar Mas Haris. Tepat sebelum aku meraih tangannya, tepat sebelum ia meraih kenop pintu, terdengar suara klik dua kali dari lubang kunci.Menghembuskan nafas lega, aku berdiri tepat di hadapan Kanya. Menutupi pintu kamar Mas Haris dari pandangannya."Sudah saya katakan Nyonya, Tuan Haris sedang tidak ingin diganggu. Jadi sebaiknya Nyonya jangan masuk ke dalam kamarnya saat ini," ucapku dengan suara lemah lembut namun tak ayal rasa kesal itu sungguh kentara.Kanya mendengkus, menatapku sinis. Lantas berbalik tanpa sepatah katapun meninggalkanku dengan bunyi sepatunya yang memenuhi ruangan.Sekejap kemudian terdengar deru mobil dari halaman depan yang dikendarai dengan kecepatan tinggi.Tak masalah bagiku, meski harus menabuh genderang permusuhan aku akan melakukannya demi melindungi Mas Haris dari wanita kurang ajar itu****"Mbak b
Baca selengkapnya

Bab 77: Telur Orak Arik

"Gimana Mbak? Kalau Mbak setuju dengan rencana kami, Jalu akan segera melakukannya. Dia ada di gedung tepat di mana pesta pernikahan Pak Haris dan Kanya akan dilangsungkan."Aku tersenyum, bahkan tanpa lama berpikir atau mempertimbangkan perkataan Ghea, aku segera mengangguk untuk menyetujui perkataannya.Sedikit ekstrim, tapi rasanya hal itu pantas dilakukan karena memang pernikahan Mas Haris dan Kanya tak boleh dilaksanakan. Pernikahan mereka atas dasar kebohongan. Dan aku sebagai istri sahnya tak akan pernah menyetujui hal tersebut, sampai kapanpun!"Lakukan Ghea, katakan pada Jalu untuk melakukan apapun. Semua hal yang bisa membatalkan pernikahan suamiku dengan wanita tak waras itu. Aku mengizinkannya," tukasku seraya menggebu-gebu.Ada emosi yang terasa dalam setiap ucapanku. Yah, tak dipungkiri aku masih merasa marah atas semua hal yang terjadi saat ini. Dan ini semua terjadi setelah Kanya masuk dalam hidup kami."Mbak tenang saja, Jalu berada di pihak Mbak. Dia juga sangat seti
Baca selengkapnya

Bab 78 : Kebiasaan

POV HarisAku tak tahu entah apa yang terjadi dengan diriku saat ini. Pertama kali wanita ini datang ke rumah setelah Mbak Wati meminta untuk menambah asisten rumah tangga baru, aku seperti merasakan sesuatu hal yang aneh padanya.Tatapannya, mata itu, meski aku tak mengingatnya sama sekali tapi aku sangat yakin. Ira, adalah sesorang yang kukenal atau dia yang mengenaliku. Karena tatapan itu ... penuh dengan kerinduan.Dan seharusnya, tatapan itu tidak ditujukan padaku orang yang baru dia kenali. Aku yakin ada sesuatu tentang Ira. Awalnya begitu, sampai dia mengatakan hal yang membantahkan pikiranku. Apalagi perkataan Kanya yang membuat perasaanku semakin bimbang.Aku membuka lengan yang menutup mata. Menatap langit-langit kamar. Perasaan asing itu mulai kembali lagi. Ingatan yang bahkan tak kuketahui sekalipun. "Rasanya hampa, seperti ada yang hilang dariku," bisikku sembari menghembuskan nafas perlahan. Pikiranku kacau, tapi aku sama sekali tak bisa tidur. Aku bangkit dari atas r
Baca selengkapnya

Bab 79 : Kamu Siapa Sebenarnya Ira?

POV HarisRasanya lega, kelegaan yang datang dari hati tanpa terpaksa. Usai kutunaikan kewajibanku sebagai umat muslim, seolah angin sejuk itu datang. Mengguyur dan menyiram rohani hingga ke kalbu."Tak pernah sedamai ini sejak aku bangun usai kecelakaan itu," ucapku sembari menatap sajadah yang masih terbentang. "Aku seolah kehilangan diriku sendiri di tengah hiruk pikuknya masalah."Aku bangkit, merapikan sajadah dan kopiah yang tersimpan di sudut lemari. Tertumpuk oleh banyaknya pakaian dan barang-barangku yang tak terpakai, seperti sudah sangat lama aku meninggalkannya.Aku menatap nanar pada cermin di hadapan. Pada diriku yang tampak tak kukenali. Pandanganku beralih pada dinding di samping.Bekas pigura yang hendak kucari tahu, namun terhenti karena Mbak Wati seperti mencegahku melakukannya. Jujur aku begitu penasaran.Mbak Wati, orang yang kupercaya itu sepertinya menyembunyikan sesuatu dariku. Bekas pigura yang kutanyakan padanya itu pasti adalah sesuatu yang ia rahasiakan. Ka
Baca selengkapnya

Bab 80 : Tingkah Aneh Kanya

POV Haris"Ira pulanglah, aku yang akan menemani Mas Haris di rumah sakit," ujar Kanya usai beberapa dokter dan perawat yang tadi datang memeriksa keluar dari ruangan."Aku akan pulang," ujarku cepat. "Lagipula kondisiku tak terlalu parah sampai harus dirawat di rumah sakit.""T--tapi Mas, ini juga untuk memastikan kalau kondisi kamu dalam keadaan baik-baik saja. Besok juga sudah hari pernikahan kita, kamu harus dalam keadaan sehat.""Kanya, apa kau lihat kondisiku memburuk?" ucapku penuh penekanan. Wanita berambut lurus itu menggeleng."Kalau begitu aku tetap pulang. Berada di rumah sakit ini juga tak memastikan kalau aku bisa beristirahat dengan baik.""Baiklah kalau begitu aku antar, ya," pinta Kanya sembari hendak memeluk lenganku.Aku menepisnya, tak kupedulikan gerutuan Kanya yang mengganggu telinga. Kulirik Ira yang sedikit terkejut."Ayo Ira, kau juga harus pulang bersama kami."****"Mas berubah!" Aku menoleh, menghela nafas saat menatap Kanya dengan bibir mencebik tengah me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status