Home / Fantasi / Sang Pengubah Takdir / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Sang Pengubah Takdir: Chapter 141 - Chapter 150

164 Chapters

Berangkat Ke Utara

Ketika Rangga mandi, Teja datang. Gantian Rani yang menyambutnya dengan penuh cinta. Ia masih sangat bergairah kepada Teja. Setiap malam, pada akhirnya, mereka tak pernah absen saling menyentuh. Teja sebenarnya mengkhawatirkan kandungan Rani. Tapi pun sungguh tak bisa menahan diri jika sudah saling bersentuhan di ranjang.Citra datang menghampiri, “Wah… pengantin baru selalu saja nempel terus…” goda Citra.“Eh, Mbakyu…” kata Citra tersipu.“Sudah kubilang jangan panggil aku Mbakyu masih saja… kau kakak iparku sekarang, Rani…” kata Citra.“Tidak mau. Sudah terbiasa seperti itu. Mau panggil dek Citra itu rasanya aneh… apalagi jika memanggil Dek Rangga…” kata Rani sambil menjulurkan lidahnya.“Ya sudah terserah…” kata Citra. Lalu ia menoleh ke arah kakaknya, “Kang, kita bicara sebentar saja ya sebelum kau mandi. Tadi aku sudah sempat membahas hal ini bersama Kang Rangga,” kata Citra.“Ingin membahas apa, Nduk?” tanya Teja.“Soal ayah dan ibu… kita semua merasa tak nyaman jika mereka berd
last updateLast Updated : 2024-01-31
Read more

Sarang Komplotan Kera Hitam

Tiga orang pengawal yang menemani Rangga itu rata-rata masih muda dan usianya masih dibawah Rangga. Mereka adalah Wiji, Banu dan Sanji.Rangga memang sengaja memilih yang muda agar ia tak perlu sungkan untuk menyuruh. Dari segi kemampuan, ketiganya bisa diandalkan dan memang memiliki ilmu kanuragan yang mumpuni.Sejak awal, Rangga meminta mereka agar tak memanggil dengan embel-embel gelar dan sebagainya demi mengakrabkan diri. Mula-mula memang canggung. Namun akhirnya mereka terbiasa juga.Setelah tiga hari perjalanan, mereka sedikit bimbang untuk menentukan jalur yang mereka tempuh. Yang satu jalur aman, namun panjang memutari kaki gunung. Yang satu lagi jalur singkat dan menghemat banyak waktu, namun mereka harus menembus hutan dan jalanan itu lumayan menanjak melewati gunung Lawang yang ada di depan mereka itu.“Jalur mana yang sebaiknya kita pilih Kang?” tanya Wiji.“Jalur gunung saja. Bagaimana menurut kalian?” kata Rangga.“Bisa, Kang. Semoga saja kita tak bertemu dengan Komplot
last updateLast Updated : 2024-02-01
Read more

Pertarungan Di Hutan

Mereka memacu kuda dengan kecepatan sedang dan tak terasa sudah semaikin jauh melintasi jalur itu. Rangga, Wiji, Banu dan Sanji terus-terusan memasang kewaspadaan. Bukan hanya soal komplotan itu saja yang menjadi ancaman, namun juga harimau hutan dan hewan buas lainnya.“Jika ada perampok, mereka pasti sudah tahu jika ada yang melintasi jalur ini, kan!” kata Rangga.“Biasanya begitu, kang. Salah satu atau dua anggotanya itu biasanya berjaga di pohon tinggi memantau wilayah mereka. Apalagi tadi kita sempat melewati jalur yang jarang ada pohon-pohonnya. Keberadaan kita pasti bisa dilihat…” kata Wiji.“Tetap waspada saja…” kata Rangga. Mereka masih melanjutkan perjalanan dengan kecepatan lambat hingga kemudian jauh di depan sana, ada sekawanan burung yang tiba-tiba terbang dari pohon.“Sial. Sepertinya ada yang hendak menghadang di depan sana…” kata Wiji yang memiliki kepekaan lebih dari pada yang lain. Dia juga sangat familiar dengan situasi hutan. Sebab, dulu perguruannya pun berada di
last updateLast Updated : 2024-02-01
Read more

Melawan Pemimpin Kera Hitam

Rangga menghitung, ada 17 orang sekaligus pimpinan komplotan itu yang tersisa.Jika dilihat-lihat, 17 orang itu semacam tim inti dari komplotan tersebut. Sedangkan orang-orang yang sudah tumbang itu hanyalah semacam kroco.Wiji, Banu dan Sanji merapat mendekati Rangga. Dalam kepala mereka masing-masing sudah ada bayangan apa yang akan mereka lakukan nanti.Tentu saja Rangga akan menantang pimpinan itu. Ia tak akan membiarkan ketiga pengawalnya itu justru yang akan bertarung dengan orang tersebut.Pemimpin komplotan Kera Hitam itu tampak berusia paruh baya. Tubuhnya gempal dan perutnya sedikit buncit. Wajahnya terlihat sangar dengan brewok lebat yang hampir menutupi sepertiga bagian wajahnya.“Jadi kau pemimpinnya! Komplotan apa ini?” tanya Rangga dengan tenang sambil maju dua langkah lagi. Wiji, Banu dan Sanji sejujurnya tetap merasa cemas meski mereka sudah mendapatkan bukti bahwa Rangga memiliki ilmu aneh yang mungkin tak akan membuat dia celaka meski dicelakai.“Ya, akulah pemimpin
last updateLast Updated : 2024-02-02
Read more

Kusuma Ada Di Kadipaten Utara

Komplotan itu tumbang semua. Ada banyak yang terbunuh dan banyak pula yang terluka baik ringan atau pun berat.Sementara, ketiga pengawal Rangga itu tak ada yang terluka. Semua dalam keadaan baik-baik saja meski dalam pertarungan itu pun mereka sempat terkena tendangan atau pukulan.“Akan kita apakan mereka semua, Kang?” tanya Wiji dengan nafas masih terengah-engah setelah menyelesaikan pertarungan itu.“Bagaimana menurut kalian? Kita tinggalkan saja? Bunuh semua? Atau kita perlu mencari jagabaya terdekat untuk mengurus orang-orang itu?” tanya Rangga tak malu meminta pendapat meski ia pemimpinnya.“Jagabaya terdekat jelas tak akan mungkin ada yang kemari, Kakang. Jika kita bunuh semua, tak akan ada yang mengurusi mayat-mayat itu. Dan aku rasa, mereka juga tak akan berulah lagi dalam waktu lama. Bisa dibilang, kelompok ini sudah hancur…” kata Sanji.“Apakah kita perlu mencari markas mereka di sini?” tanya Banu.“Tidak perlu. Makan banyak waktu. Kita sedang dalam sebuah urusan yang haru
last updateLast Updated : 2024-02-04
Read more

Menghajar Kusuma

Kusuma dan anak buahnya bergerak cepat menuju ke arah jalan yang tadi dilalui oleh Rangga.“Itu dia orangnya. Lekas giring dia ke tempat sepi!” Kusuma memberi perintah sambil menunjuk ke arah Rangga.Enam orang anak buah Kusuma itu mempercepat langkah untuk menyusul Rangga.Merasa ada yang aneh, Rangga menoleh ke belakang dan ia melihat ada enam orang yang bergerak cepat dan semuanya menatap tajam ke arahnya. Kemudian, Rangga melihat seseorang yang tak asing baginya; dia berada paling belakang.‘Hah! Kusuma!’ ucap Rangga dalam hati. Seketika ia tak berminat melanjutkan langkahnya. Dalam hati, ia senang juga bertemu dengan musuh bebuyutannya itu tanpa ada niat untuk mencarinya.Rangga berdiri dengan tenang menunggu orang-orang itu. Enam orang langsung mengepungnya dengan tatapan mengintimidasi. Lalu Kusuma sampai juga.“Hehehe, kebetulan sekali. Kau masih ingat padaku, kan!” kata Kusuma dengan nafas sedikit terengah-engah.“Tidak akan pernah lupa, Kusuma. Kebetulan sekali. Jadi, kau in
last updateLast Updated : 2024-02-05
Read more

Pabrik Bubuk Api

Kusuma tak sadarkan diri setelah terhantam pipinya dengan sangat keras. Melihat seluruh gigi dibagian kanan telah patah semua hingga serahang-rahangnya, Rangga tahu ia telah memberikan pukulan fatal kepada lelaki itu. Darah segar keluar dari mulut lelaki itu. Rangga juga memeriksa mulutnya dan memang benar ia telah mematahkan hampir semua gigi di bagian kanan lelaki itu. Rahang atas dan bawahnya pun juga remuk.Rangga ragu apakah ia harus menambahkan sebuah pukulan lagi untuk memastikan bahwa Kusuma mati atau tidak. Namun sesaat kemudian, sudah banyak orang yang keluar rumah mendengar suara keributan itu.Rangga sedang malas berurusan dengan orang-orang itu dan apalagi jika sampai ia membunuh orang. Kusuma dan anak buahnya masih hidup meski mereka cidera parah. Setidaknya, mereka tak akan mati malam itu juga.Itu sebabnya, Rangga memilih untuk segera meninggalkan tempat itu dan menyempatkan mematahkan satu kaki Kusuma dengan cepat sebelum ia berdiri.Rangga terus melangkah menjauh. Ia
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

Negosiasi

Rangga tersenyum mendengar pertanyaan si nona berkulit putih yang tampak masih muda dan cantik itu.“Namaku Rangga. Aku wakil mentri pembangunan Tirtapura. Ini lencanaku jika Nona ingin memeriksanya!” Rangga memperlihatkan lencananya.Wang Li memeriksanya sebentar. Ia tak paham. Namun ia merasa lencana itu asli. Lagipula, itu tak terlalu penting. Yang penting baginya adalah menjual produk dan mendapatkan keuntungan.“Boleh tahu untuk apa tuan ingin membeli bubuk api?” tanya Wang Li.“Saya tahu di sini sering ada perayaan dengan ledakan-ledakan yang meriah. Jika benda itu dibuat dengan ukuran besar, aku berpikir ledakannya akan besar pula. Saat ini, sejujurnya, istana sedang dalam keadaan genting. Aku harap nona merahasiakan hal ini. Akan ada perang antara Tirtapura dengan Wonobhumi. Kami butuh jenis senjata baru yang membuat mereka bingung. Jadi kami butuh bubuk api berkualitas dan pasti bisa meledak!” kata Rangga.Wang Li mengerutkan keningnya dan mencoba berpikir sejenak. Ia tahu, b
last updateLast Updated : 2024-02-07
Read more

Berita Yang Tidak Bagus Ketika Tiba Di Kotaraja

Rangga sanga puas melihat-lihat proses pembuatan bubuk api itu. Ia bertanya banyak hal tentang cara-cara membuat bubuk api. Ia sudah menyimpan semua bahan yang dibutuhkan dan semua itu ternyata tidaklah sulit.Meski demikian, Rangga berpura-pura tidak peduli. Ia hanya berlagak sebagai petugas yang memeriksa mutu. Ia bertanya, bagaimana ciri bubuk api yang bermutu dan juga tidak. Mereka menunjukkannya; mana yang produk gagal dan mana yang berhasil.“Nona, kami akan membeli sedikit sebagai contoh dan akan kami bawa ke istana. Kami yakin, raja kami akan menyukainya dan berikutnya, Nona hanya perlu menunggu kabar dari kami!” kata Rangga.“Iya. Tuan tak perlu lagi mencari pengusaha lain. Kami akan memberikan harga terbaik dan juga kualitas terbaik untuk bubuk api yang kami buat!” kata Wang Li.“Aku percaya nona. Aku sudah melihat sendiri bagaimana kalian membuatnya. Sungguh mengagumkan. Para pekerjanya juga rajin!” Rangga memuji. Wang Li terlihat senang.Setelah itu, Rangga pamit. Ia membe
last updateLast Updated : 2024-02-08
Read more

Menemui Mahapatih

Kini Rangga dan Citra duduk berdua di saung samping rumah. Wajah sang istri tercinta itu masih terlihat lesu.“Aku juga ikut bersedih dengan kejadian ini, Nimas. Sayang sekali. Tapi nasib memang siapa yang tahu…” kata Rangga.“Padahal aku sudah sangat ingin menimang bayi. Jika kita belum bisa memilikinya, maka Ratih yang mendapatkannya di awal. Tapi sayang sekali…”“Bukan rejeki kita berempat, Nimas. Oh iya, aku bertemu dengan Kusuma di utara!” kata Rangga.“Oh ya? Lalu apa yang terjadi?” tanya Citra dengan ekspresi terkejut.“Dia mengikutiku. Kebetulan sekali bukan. Ya sudah, aku hajar saja dia sampai babak belur. Dia terlalu percaya diri dan menganggap aku seperti yang dulu. Aku tidak tahu dia masih bisa bertahan dan masih hidup atau tidak. Yang pasti, jika pun dia selamat, dia tak akan lagi mengingat kita!” kata Rangga.“Baguslah. Jadi, kini kita bisa tenang dari gangguan orang itu?” tanya Citra.“Ya. Kita bisa tenang sekarang. Setidaknya satu hal sudah berlalu. Awalnya, aku merasa
last updateLast Updated : 2024-02-09
Read more
PREV
1
...
121314151617
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status