Pagi-pagi benar, Herdion telah bersiap pergi kerja. Merasa jengah dengan istrinya yang seringkali menangis dengan isak dan sedan yang sesekali terdengar. Meski rasa sesal juga terasa, tetapi setan gila masih berkuasa di jiwanya. Sebenarnya juga merasa iba, tetapi enggan.“Aku ada pertemuan penting pagi ini. Maafkan aku ...,” pamit Herdion yang ternyata masih menyimpan kebaikan. Tidak sekadar pergi dan mengabaikan.Aresha tidak menyahut. Terus rebah miring memunggungi suaminya. Masih menangis, bahunya tampak berguncang kian kencang. “Kuminta bersabarlah, Aresha. Seperti inilah mungkin caraku melampiaskan marahku. Sekali lagi, maafkan,” ucap Herdion lagi.Kemudian berbalik, berjalan melewati pintu dan keluar kamar. Tidak lagi menunggu tanggapan Aresha atau sekedar menyentuhnya. Hati lelakinya sungguh keras. Trauma akan luka cinta di masa lampau, membuat Herdion tidak mudah memafkan. Sebanding akan pertahannanya dalam menolak godaan wanita. Setianya sama sekali tidak diragukan.Ini masi
Read more