Home / Romansa / Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan : Chapter 81 - Chapter 90

112 Chapters

Bab 81. Julian

Keranjang berisi beberapa keperluan selama ada di Bali, telah berpindah pada kantung-kantung yang mudah dibawa. Mereka keluar meninggalkan swalayan dengan Venus yang digendong Aresha. Suster Lia bertugas membawa barang belanja.“Suster Lia, aku ke toilet sebentar. Duduk dan tunggu sini dulu, ya?” pamit Aresha sambil mengulurkan Venus pada Lia.“Lho, nggak mau …,” keluh Aresha sambil meringis. Venus menyusupkan kepala dan menempel di dadanya. Tidak mau diajak oleh Lia.“Ayo Venus, anak baik. Mamamu capek, lho. Kasihan juga kebelet pipis. Ayoo …,” ucap Lia dengan lembut membujuk. Setelah Aresha dan Lia bekerja sama dan sedikit memaksa, anak itu berhasil juga dipindahkan tangan. Kini telah digendong Lia dengan ekspresi yang was-was dan tidak tenang. Menatap Aresha dengan pandang nanar. Namun, anak itu tidak menangis.Aresha bergegas meninggalkan teras swalayan demi hajat kecil yang harus segera dihempas. Ginjalnya terasa penuh dan seperti akan bocor saja rasanya.Toilet dengan banyak p
Read more

Bab 82 Tidak Seyia

Seorang wanita berlarian kencang seperti sedang kerasukan.“Aresha!” Seruan lelaki yang sangat dihapal sungguh membuat lega bukan kepalang. Tidak menyangka jika Herdion ada di depan toilet saat lelaki milik Julian hampir tepat di belakangnya. “Bang Syahfiq …!” Aresha menyahut dengan gembira luar biasa. Rasanya hingga ingin menangis sebab terlalu merasa senang. Rasa aman dan tenang serta merta menghampiri.“Kamu dari mana? Kenapa berlari kencang dan keringatan begini? Ada apa, Sha?” tanya Syahfiq risau dan heran. Tidak menyangka mendapati Aresha di tempat yang tidak disangka. Sesampai di hotel dari Denpasar, Herdion merasa perutnya tidak nyaman. Maka toilet lah destinasi pertama yang diburunya. Belum menghubungi Aresha sama sekali saat tiba. Ternyata mereka justru bertemu di teras toilet.“Bang Syahfiq, ngapain juga di sini?” tanya Aresha. Melirik lelaki yang mengejarnya tadi masih berdiri mengamati di tempat yang tidak terlalu jauh.“Aku baru pulang dari Denpasar dan langsung menca
Read more

Bab 83. Senjata Makan Tuan

Lelaki yang biasa memberikan peluk menjelang tidur, kini acuh tak acuh dan membelakangi. Rasanya hampa dan sungguh tidak tenang. Nelangsa dan seperti sendirian di tanah orang. Semua berubah asing dan tidak tenang.“Bang Syahfiq, apa kamu sudah tidur? Hadaplah ke sini. Jangan menghadap ke sana. Aku susah tidur …,” bujuk Aresha sedih. Nekat menghempas rasa kesal sekaligus rasa gengsi.Aresha ingin menangis, sesak di dadanya. Tidak ada sahut dan respon. Bergerak pun tidak. Secepat itukah suaminya tidur? Tidak memikirkan perasaannya sama sekali. Mudahnya mengabaikan hanya sebab alasan yang tak pasti.Didekatinya punggung lebar Herdion. Dengan tidak peduli dan coba lupa akan rasa kesal. Dipeluk erat punggung suaminya dari belakang. Menghembus napas dan mengambil kembali dengan aroma sang suami yang khas. Sedih, kecewa dan justru semakin tidak tenang rasanya!Hampir setengah malaman diabaikan. Tidur tidak berbincang, tanpa pelukan atau juga kegiatan bercocok tanam apa pun. Aresha terbangun
Read more

Bab 84. Pergi Memancing

Hanya kesadaran sebagai pribadi dewasa yang sama-sama beretika dan beradab belakalah mereka terus terlihat baik-baik saja di hadapan kelurga. Terlebih Aresha yang berusaha cerah ceria di depan ibu mertua dan ayah mertuanya. Yang padahal, hati sangat tersiksa dengan kemarahan suami yang tidak kunjung bersikap manis padanya.Perang dingin terus bergolak di antara keduanya. Bisu dan buta seperti teori serta paham yang sedang mereka jalankan jika sama-sama berada di dalam kamar. Hanya jika teramat sangat terpaksa, mereka akan berkomunikasi.“Venus ayo tidur! Enak kan, tidur di tengah-tengah? Hangat dan nyaman, kan?” ujar Aresha pada Venus di gendongan. Disambut lonjakan bahagia dari bayi sehat itu.Aresha sudah mendapatkan cara baru menidurkan Venus. Tidak lagi digendong dan diayun. Melainkan berangkat tidur bersama dan rebah di bantal bersamaan. Meski bayi itu terlihat segar bugar, tetapi lama-lama juga tidur dengan sendirinya. Terlihat damai saat berada di pelukan.Aresha sengaja meleta
Read more

Bab 85. Kerja Sama

Herdion bernapas sangat lega. Akhirnya, destinasi impian untuk membangun sebuah penginapan bernuansa tradisional dengan taman bermain anak pun akan tercapai. Kerja sama dengan beberapa orang investor dari negara kanguru baru saja dirilis dan sah. Bahkan lembar dokumen kerja sama dari pengacara dan notaris telah diarsipkan di brankas pribadi dengan sangat aman sekarang. Tok Tok TokHima, sekrestarinya yang tua tetapi amatlah terdedikasi, membuka pintu dan masuk. Berdiri tegak di depan meja kerja Herdion. Wajahnya terlihat sedang membawa kabar cukup penting.“Ada apa?” tanya Herdion menyambut sekretaris kepercayaan yang sudah bertahun bekerja padanya. “Wanita yang bersama investor tadi kembali datang ke sini sendari. Dia kata sangat ingin bertemu denganmu,” ucap Hima tanpa basa basi."Untuk apa? Bukankah seharusnya wanita itu juga sudah pulang bersama pengusaha yang menyewan mahalnya?" tahya Herdion heran.“Aku tidak paham detail, Fiq. Temuilah saja dengan gentle. Pesanku, hati-hatil
Read more

Bab 86. Menemani Tidur

Tidak disangka, pertemuan Herdion dan Hana bukanlah esok atau lusa. Melainkan di hari yang sama tetapi saat sorenya. Dengan permintaan Hana untuk mengunjungi langsung lahan calon tempat investasi di Pulau Marina. Tanah kosong cukup luas milik keluarga Herdion yang belum dimanfaatkan sebab saat itu belum ada apa pun rencana dan pandangan. Kini telah dibuka peluang kepada investor untuk bekerja sama membuat penginapan serta taman bermain untuk anak dan dewasa. “Luas sekali tanah milik keluargamu, Tuan Herdion. Bahkan bukan sekadar restoran saja yang bisa ditambahkan. Apa tidak ingin membuat sebuah danau yang dipenuhi banyak ikan hias dengan ragam jenis dan corak? Ah, kurasa itu akan sangat indah dan menarik,”Ucapan Hana membuat Syahfiq termangu. Merasa amat terkejut. Saran yang disampaikan Hana sungguh menarik. Namun, bukan untuk diisi ikan hias, melainkan ikan konsumsi yang bisa diolah dan dimakan. Ya, ayahnya, Yunus Herdion pasti akan merasa senang dan gembira!“Itu ide yang sanga
Read more

Bab 87 Menafkahi

Dari sepulang bertemu dengan Hana, hingga dirinya tiduran di tepi kolam renang, tidak terlihat kelebat Aresha. Biasanya ada meski tidak pernah saling sapa. Lebih tepatnya Herdion lah yang tidak ingin menegurnya. Abai akan pandang sang istri yang menyimpan raut sedih dan lara. Bukan tega dan tidak peduli, hanya harga diri masih terluka sebagai laki-laki. Sebenarnya mungkin rindu, ingin menyentuh dan memeluk. Namun, sekali lagi amarah jiwa masih meraja dalam dada dan kepala. Antara ragu, percaya dan curiga, membuat Herdion seolah malas untuk bersikap hangat dan perhatian semula pada istrinya. Ini hanyalah sementara …. Sambil ingin diselidiki sendiri serta berharap akan petunjuk nyata dariNya. Hingga mendapat pencerahan dan membuatnya merasa yakin. Bahwa istrinya memang setia dan tidak bersalah. Atau pengirim pesan bergambar itulah yang culas.“Fiq! Sudah maghrib, masuk! Shalat sana, terus turunlah lagi, makan!”Suara Siti Yasmin dari pintu samping melengking. Membuat sang putra yang
Read more

Bab 88. Memancing

Pagi-pagi benar, Herdion telah bersiap pergi kerja. Merasa jengah dengan istrinya yang seringkali menangis dengan isak dan sedan yang sesekali terdengar. Meski rasa sesal juga terasa, tetapi setan gila masih berkuasa di jiwanya. Sebenarnya juga merasa iba, tetapi enggan.“Aku ada pertemuan penting pagi ini. Maafkan aku ...,” pamit Herdion yang ternyata masih menyimpan kebaikan. Tidak sekadar pergi dan mengabaikan.Aresha tidak menyahut. Terus rebah miring memunggungi suaminya. Masih menangis, bahunya tampak berguncang kian kencang. “Kuminta bersabarlah, Aresha. Seperti inilah mungkin caraku melampiaskan marahku. Sekali lagi, maafkan,” ucap Herdion lagi.Kemudian berbalik, berjalan melewati pintu dan keluar kamar. Tidak lagi menunggu tanggapan Aresha atau sekedar menyentuhnya. Hati lelakinya sungguh keras. Trauma akan luka cinta di masa lampau, membuat Herdion tidak mudah memafkan. Sebanding akan pertahannanya dalam menolak godaan wanita. Setianya sama sekali tidak diragukan.Ini masi
Read more

Bab 89. Makan Siang dengan Hana

Sekretaris Hima baru saja memberitahu bahwa Nyonya Hana menunggu dan ingin makan siang bersama di rumah makan milik Herdion. Tidak jauh dari lokasi hotelnya ini di Pantai Marina. “Aku akan pergi ke restoranku untuk makan dan menemui Hana, Sekretaris Him. Bgaimana jika kau juga ikut?” Herdion berbicara setelah memikirkan cukup lama. Merasa enggan setelah kejadian semalam. Hana terang-terangan meminatinya.“Baiklah, aku akan menyertaimu, Tuan Fiq,” sambut Hima yang langsung mengiyakan. Itu adalah kode dari sang atasan jika sebenarnya perlu ditemani.“Apa tawaran investasinya kamu ambil, Fiq?” Hima berbicara sambil berjalan menuju mobil bersama Herdion. Seorang pegawai hotel baru saja menyiapkan kendaraan di teras lobi.“Syaratnya terlalu berat, Him. Bukan berat lagi, tetapi tidak mungkin akan aku penuhi,” ucap Herdion dan mulai memajukan mobilnya. “Apa syarat dari dia, Fiq?” tanya Hima sambil melepas kaca mata beningnya yang tebal.“Tidur, menidurinya hingga ada anak. Kurasa jika kuam
Read more

Bab 90. Di Mana?!

Herdion tiba di pantai, lebih tepatnya di depan area kolam pancing dalam waktu lima hingga sepuluh menit saja. Banyak orang berkerumun di sana. Menyaksikan jejak-jejak penculikan dari seorang perempuan lemah lembut. Hingga tidak mampu memberikan perlawanan yang berarti.Herdion mendapati Siti Yasmin dengan tangisan pilu. Suster Lia tengah menggendong Venus yang terlihat pucat pasi. Juga ayahnya, Yunus Herdion yang bermata merah dan basah. Orang-orang di sana coba berspekulasi dan menenangkan keluarga itu.“Bagaimana Aresha bisa hilang, Ma?!” tanya Herdion keras.Siti Yasmin tidak mampu lagi berkata-kata. Hanya air mata yang meluah akan apa isi hati. Kian tersedu tanpa mampu mengangkat wajah pada sang putra.“Suster Lia, ceritakan, bagaimana?!” Herdion berpaling pada Lia dan Venus yang mulai rewel. Tampak ingin ikut sang paman, tetapi diabaikan.“Kami … habis belanja snack di kios depan itu. Saya jalan di depan sama Venus. Kak Aresha di belakang. Tahu-tahu beberapa orang membawanya d
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status