Semua Bab Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan : Bab 101 - Bab 110

112 Bab

Baab 101. Membaik

Siti Yasmin hingga menangis terisak sebab tiba-tiba Aresha sudah di depan mata. Demikian juga Yunus Herdion yang kini sudah sanggup tersenyum dengan wajah yang berbinar dan cerah. Memandang takjub dan penuh senyum pada menantu. Menyambut kembalinya penuh sukacita dari tangan penculik gila.“Mama dan papamu sangat terkejut kamu tiba-tiba datang, Sha. Apalagi tidak ada luka sedikit saja di badanmu."“Fiq, bukankah mamamu ini sudah pesan, lebih baik menginap barang semalam di Singapura. Kasian sama Aresha yang pasti kelelahan.” Siti Yasmin mengomeli sang putra di sela mengusap air di matanya. Aresha masih dirangkul manis dengan sebelah tangan.“Nggak apa-apa, Ma. Aku dan Bang Syahfiq sama-sama ingin cepat melihat keadaan Papa,” ujar Aresha menengahi sambil memandang papa mertua yang terus tersenyum bahagia.Rasa bersalahnya mulai pudar dengan ditemukan Aresha dan kini kembali di bawah payung keluarga. Yunus Herdion yang merasa teramat bersalah tidak akan bisa memaafkan diri sendiri anda
Baca selengkapnya

Bab 102. Di Rumah Besar

Jantung dalam dada serasa jatuh ke perut. Kalimat dan kata seolah sangkut di mulut. Sebab sebuah tepukan kasar yang mendarat di pundak mendadak. Aresha begitu terkejut sehingga mata indahnya terbelalak.“Miana …?!” pekik Aresha meluah rasa kaget. Wanita yang tiba-tiba menyapa dengan menepuk pundak adalah wanita yang dulu sangat tidak menyukainya, apa sekarang sudah sama sekali tidak? Entahlah, Aresha bahkan ragu hanya untuk menilai kebaikan Miana.“Kamu kenapa di sini?” Miana juga terlihat amat heran. Mata indahnya pun melotot lebar.“Aku …,” ucap Aresha menggantung sebab rasa bingung.“Non Miana, Nyonya Aresha datang bersama Tuan Herdion. Ingin melihat Venus,” ucap suara tua yang menyela dan dia adalah Mak Sal.“Lekaslah lihat, antar dia Mak Sal. Ponakanku nangis terus, tuh! Repot banget, deh. Heran, pelet dari dulu masih saja manjur. Kapan lunturnya …,” ucap Miana sinis menanggapi.Aresha terkesiap. Sekian purnama berlalu pun, sikap Miana masih pedas seperti itu. Dia sangka perempua
Baca selengkapnya

Bab 103. Menjenguk Taufiq

Memilih kesenangan Venus adalah pertimbangan paling utama. Mengingat orang tuanya juga sudah tiada, keluarga Hisam merelakan bayi itu dibawa Herdion pagi-pagi ke Batu Ampar. Bayi itu sudah segar kembali dan sama sekali tidak demam. “Maaf, kami tidak bisa melihat keadaan Taufiq. Kami berdoa semoga Allah selalu memberikan yang terbaik.” Nur Fatimah melepas kepergian Venus dengan berbicara sejenak pada Herdion.“Tidak masalah, Nyonya. Anda mengizinkanku membawa Venus saja itu sudah meringankan segala urusanku. Salam buat Tuan Ardan. Apa Miana masih tidur?” Herdion tidak mendapati wanita berperut buncit itu. Baik saat sarapan di meja makan atau sekarang saat sudah akan perjalanan. Sedang ayahnya Hisam, Tuan Ardan, tidak ikut menjenguk Pak Yunus dan Venus sebab pergi menemani Hisam ke mana-mana. “Seperti itulah Miana. Sudah menikah dan akan punya anak pun selalu lambat bangun. Lelah Mama menasihatinya, Fiq,” sahut Nur Fatimah yang mengeluh akan putrinya. Merasa tidak masalah meluah rasa
Baca selengkapnya

Bab 104. Kalah Main

Malam ini Suster Lia tidak menemani Taufiq dengan bermalam dan siaga di ruang perawatan seperti dua malam sebelumnya. Sang Tuan menyuruh tinggal di paviliun bersama Aresha, Lia dan Venus dengan tenang. Tidak lagi tegang menghadapi Taufiq sewaktu-waktu jika sedang naik darah. Namun, malam ini Tuan Herdion sendiri yang akan menemani adiknya.Venus telah tidur lebih awal setelah kenyang menghabiskan semangkuk nasi lembut dengan soto babat. Serta sebotol susu formula favoritnya. Kini terkapar pulas di kamar setelah dibawa Lia gosok gigi. Aresha pun keluar setelah puas memandang.“Sudah diselimuti, Sus?” tanya Aresha. Lia juga ikut menyusul keluar kamar.“Sudah, Kak,” sahut Lia mengangguk. Venus yang semula tertidur di sofa bersama Aresha sambil menonton televisi baru dipindah ke kamar oleh Lia.“Ayo kita makan. Yakin yang kubeli ini sedap gila,” ucap Tiwi. Baru saja masuk ke dalam paviliun dengan membawa kantung besar.Rupanya berisi tiga nasi kotak jumbo yang sekarang sedang dihampar Tiw
Baca selengkapnya

Ban 105 Jodohkan!

Segala urusan administrasi rumah sakit sudah diberesi. Taufiq diizinkan dibawa Herdion pulang ke tengah keluarga kembali pagi ini. Sebab bocah itu sudah tidak lagi demam dan menunjuk gelagat cukup patuh. Selain itu, selera makan Taufiq terbukti luar biasa jika bersama abangnya. Maka dokter pun tidak ragu meluluskan permintaan Herdion untuk membawa adiknya pulang.Sebelum tengah hari, mereka melaju meninggalkan gerbang rumah sakit Batu Ampar. Meluncur menuju kampung halaman tercinta di Pulau Marina. Di mana rumah keluarga berada dengan kedua orang tua yang tinggal di dalamnya. Herdion membawa empat penumpang dengan sangat bersemangat.“Bagaimana perasaanmu setelah boleh pulang, Fiq?” tanya Aresha setelah mobil jauh meluncur. Melihat gelagat Taufiq yang mulai bergerak tampak resah. Bocah cedera lebam di wajah itu duduk di muka dengan abangnya. Beberapa kali telah menoleh ke belakang tanpa maksud.Namun, Taufiq kembali hanya menoleh Aresha di belakang sekilas. Tidak bersuara untuk membe
Baca selengkapnya

Bab 106. Ditunggu Seseorang

Syahfiq Herdion, Aresha Selim, Taufiq Herdion, Venus Herdion dan Lia, telah sampai di rumah orang tua Aresha pagi-pagi sekali dengan dibawa seorang sopir keluarga. Mereka makan pagi di sana dan berniat membawa Alya Selim keluar untuk healing bersama. Sedang orang tua tidak ikut dan memilih pergi ke store seperti biasanya.Alya yang masih mendapat pendidikan di sekolah khusus dekat store pun hari ini sedang libur sebab tanggal merah. Siti Yasmin ingin ikut tetapi Yunus Herdion yang masih belum benar-benar pulih dari sakit gerdnya keberatan. Alhasil mereka berdua tinggal di pulau bersama Tiwi yang bertugas tinggal di rumah.Alya terlihat lebih imut, lucu dan manis. Gadis remaja dua belas tahun itu telah disulap oleh Lia dengan sapuan make up natural yang ringan dan manis. Membuatnya terlihat lebih fresh dan cerah. Remaja yang pendiam tetapi suka tersenyum itu diharap bisa menarik perhatian Taufiq Herdion.“Apa ini bukan pedofil?” tanya Aresha yang tiba-tiba merasa khawatir. “Bukan, Sh
Baca selengkapnya

Bab 107. Kecewa

Herdion menghela napas dan menyandar di kursi. Hima siaga dengan perlengkapan tulis dan duduk di sebelah dalam kursi yang sama. Dua orang lelaki di depan mereka sedang berbincang dan serius. Mereka berempat baru saja berdiskusi hal penting bersama.“Baiklah, sebagai tanda minta maaf dan rasa malu yang kami tanggung. Kami setuju dengan segala syarat yang akan Anda ajukan minggu depan di kepolisian Singapura, Tuan Syahfiq Herdion.”“Tolong pastikan Anda benar-benar datang. Kami benar-benar khawatir jika Anda berubah pikiran. Kami tidak masalah dengan tuntutan materi pengganti kerugian secara moral dan materi akibat perbuatan anak-anak kami pada istri Anda. Berapa pun, Tuan Syahfiq …,” ucap salah satu lelaki yang Herdion baru tahu adalah ayah dari si bajingan Julian. Sedang lelaki yang duduk di sebelahnya, adalah ayah dari Hana. Mereka berdua merupakan bagian dari daftar atas orang-orang konglomerat di Pulau Batam. “Saya dan istriku akan datang setelah genap dua minggu putra Anda di tan
Baca selengkapnya

Bab 108. Ingin Pulang

Aresha memang sangat kecewa dan bahkan menangis. Kesal akan putusan suami yang menginginkan dirinya mencabut kasus Julian dari kepolisian.Namun, membayangkan diri lebih lama berada di tangan Julian, itu memang lebih mengerikan. Butuh bertaruh harga diri, kehormatan dan keselamatan. Mantan bajingan, si Julian, bisa saja kerasukan sewaktu-waktu dan melakukan pemaksaan. Beruntung selama ini Aresha masih selamat tanpa sedikit saja diciderakan. Bersyukur suami tercinta lekas datang menyelamatkan. “Bagaimana?” tanya Herdion sedikit lega saat merasa tangan Aresha bergerak melingkar ke punggung. Yang semula tegak kaku tidak menyambut pelukan, kini aktif membalas.“Iya, aku paham dengan keputusan yang sudah Bang Fiq ambil. Maafkan aku,” ucap Aresha yang kini kepala juga disandar ke dada sang suami. Memeluk erat punggungnya.“Jadi, minggu depan kita ke seberang lagi. Setuju?” tanya Herdion dan Aresha pun mengangguk. Herdion ingin memastikan jika Aresha bersetuju memaafkan Julian, sekadar dal
Baca selengkapnya

Bab 109. Hamil tetapi Muram

Tujuh hari kemudian …Herdion meninggalkan Venus yang bermain sendiri di ranjang. Mendekati Aresha yang tengah mengeringkan rambut dengan hair dryer di meja rias. Merasa janggal dengan sikapnya yang selalu muram pagi ini. Bahkan saat memadu kasih pagi tadi, istri cantiknya terlihat enggan menatap. Juga mengunci rapat bibirnya. Tidak segencar menyebut nama Herdion seperti di tiap padu kasih mereka biasanya."Ada apa denganmu, wajahmu tampak muram. Apa aku punya salah padamu, Sha?" tanya Herdion sambil mengancingkan kemeja di belakang kursi Aresha. Mereka bisa saling melihat di kaca.Mata bening Aresha hanya menyapu wajah menawan suami sekilas. Kembali abai dengan mengeringkan rambut di mesin."Kenapa? Jawablah ... aku tidak akan fokus buat kerja jika kamu tidak mengatakan. Apakah ingin pulang ke rumah orang tuamu? Bukankah sudah kubilang menunggu hari Minggu ... Kamu tidak sabar lagi?" Herdion membungkuk. Berbicara di samping kepala Aresha di pelipis."Kamu tidak pernah mencintaiku ..
Baca selengkapnya

Bab 110. Clara

Herdion dengan sabar membujuk sang istri. Merasa sungguh tidak nyaman jika istri cemberut dan muram. Aresha yang biasa berbinar penuh senyum, ini jadi mendung suram seharian. “Lalu apa yang membuatmu muram seharian, Sha? Ayo, katakan …,” bujuk Herdion. Lembut membelai pipi istri dengan telapak dan jari."Sebenarnya … aku sedang ngidam," sahut Aresha sambil menunduk. Herdion merengkuh dan memeluk.Mendengar ucapan itu, Herdion justru ingin tertawa. Namun, sekuat hati ditahan, tidak ingin menyinggung perasaan wanita yang sedang bad mood di pelukan."Kamu sudah ngidam? Katakan saja padaku, apa yang sedang kamu inginkan, Sha ...," ucap Herdion lembut. Meski tidak habis pikir dengan ngidam Aresha yang dirasa sungguh dini."Aku ingin bercerita sedikit. Kata Mama Yasmin, saat kehamilan Taufiq, belio tidak bahagia, sebab papa sangat sibuk bekerja demimu dan almarhum adikmu. Mama kurang kasih sayang dan perhatian dari Papa Yunus." Aresha sejenak terdiam. Juga memeluk Herdion."Sama dengan m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status