Home / CEO / Terjerat Gairah Paman Suamiku / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Terjerat Gairah Paman Suamiku: Chapter 81 - Chapter 90

140 Chapters

81. Kesedihan tak terduga

Hari ketiga Lena dan Oliver berada di kota itu, keduanya telah menikmati wisata kota tersebut, menjelajahi setiap sudut yang menarik, dan mencicipi hidangan lezat yang ditawarkan. Tapi, pada pukul 2 dini hari, ketenangan mereka terganggu oleh telepon yang tak terduga dari rumah sakit. "Ada apa?" tanya Lena saat melihat bagaimana Oliver mengangkat telepon dengan khawatir. "pihak rumah sakit baru saja memberi kabar kalau anak itu kritis," jawab Oliver risau. Ketegangan segera menguasai wajahnya saat mendengar kabar tentang kondisi kritis anak panti asuhan yang menjadi tanggung jawab mereka. Tanpa ragu, Lena dan Oliver segera bersiap-siap, menutupi piyama mereka dengan mantel tebal untuk melindungi dari dinginnya udara malam. Dengan kepanikan it, Oliver benar-benar melajukan mobil mereka dengan kecepatan tinggi. Mereka tiba lebih cepat di rumah sakit karena hal itu. Tanpa membuang waktu lama keduanya berlarian masuk, dan dengan panik melewati lorong ICU untuk kemudian berhenti di dep
Read more

82. Setulus Hati

Esme duduk di meja kerjanya, tenggelam dalam pekerjaannya, ketika tiba-tiba seorang office girl muncul di sampingnya dengan membawa sebuah paper bag putih dan sebuah buket bunga anyelir yang cantik. Kejutan yang tiba-tiba itu membuat Esme sedikit terkejut, dan dia mengangkat kepalanya dengan ekspresi heran. "Ada bingkisan dan buket bunga untuk Nona Esme," ucap office girl itu dengan senyuman ramah, sebelum melenggang pergi dengan santai. Esme menatap paper bag putih dan buket bunga yang diletakkan di meja kerjanya dengan tatapan bingung. Dia merasa aneh karena tidak ada yang memberi tahu atau memberitahukannya tentang kedatangan hadiah tersebut. "Siapa yang mengirimkan ini?" gumamnya pelan, sambil meraba-raba paper bag putih dengan hati-hati. Tidak ada label atau catatan yang terpasang, membuatnya semakin penasaran. Esme kemudian melirik ke arah buket bunga anyelir yang indah. Warnanya yang cerah dan keharumannya mengisi sekeliling meja kerjanya, menambahkan sentuhan keindahan yang
Read more

83. Sean

Pemakaman Sean dihadiri oleh banyak orang, baik dari panti asuhan tempatnya tinggal, teman-temannya, maupun relawan dan staf yang bekerja di sana. Wajah-wajah terlihat suram, terisi dengan kesedihan yang mendalam, dan aura keheningan menyelimuti seluruh acara.Oliver, dengan berat hati, memimpin prosesi pemakaman itu. Dia memegang guci kecil yang berisi abu Sean dengan penuh kehormatan, matanya terasa berat dan penuh dengan kesedihan yang tak terucapkan. Setiap langkahnya terasa menyakitkan, membawa beban kesedihan yang begitu besar.Di sampingnya, Bunda Loria tak pernah hentinya menangis sejak hari pertama kepergiannya hingga hari ini. Tangisannya meluluhkan hati siapa pun yang melihatnya, mencerminkan kehilangan yang begitu mendalam dan kekosongan yang ditinggalkan oleh anak asuhnya itu."Surga pasti akan menyambutmu dengan tangan terbuka, nak," gumam Oliver, suaranya serak oleh kesedihan. Dia menatap langit, mencari hembusan angin yang bisa membawa pesan dan doa mereka ke tempat ya
Read more

84. Mungkin ini awal yang indah

"Olaf," panggil Lena seraya memeluk Oliver erat-erat dan membenamkan wajahnya pada dada bidang sang suami. Dan membiarkan hangat napasnya membelai permukaan dada telanjan Oliver.Setelah kegiatan ranjang mereka yang cukup melelahkan, Lena tak bisa tidur. Sedangkan Oliver justru sebaliknya, pria itu dilanda rasa kantuk setelah hasratnya terpenuhi dengan baik."Ya sayang," sahutnya dengan mata yang terpejam tapi pelukannya pada sang istri tak terlepas.Lena tak langsung mengutarakan hal yang ingin dia katakan pada suaminya itu. Sejenak, dia mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, membuat Oliver perlahan membuka matanya dan mengernyit bingung karena mendengar helaan napas resah dari istrinya itu."Sayang?" panggil Oliver memastikan karena Lena masih terus menghela napas berat, seolah tengah mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakannya sisa kalimatnya. "Ada apa?"Lena pun mengurai sedikit pelukannya untuk menatap Oliver lekat-lekat. "Sayang... bagaimana kalau aku tak
Read more

85. Aku ingin jadi seorang ibu

Untuk pertama kalinya Lena duduk di teras rumah pagi-pagi sekali untuk sekadar minum teh dan biskuit sambil memperhatikan Oliver yang sedang melakukan olahraga paginya."Kamu tak mau ikut bergabung denganku? Lari pagi saja, ini olahraga yang ringan," ajaknya.Lena menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Tidak terima kasih. Itu melelahkan, Olaf... aku tak suka ketika aku sangat kelelahan sampai rasanya kehabisan napas," tolaknya penuh alasan.Oliver terkekeh geli dan memilih untuk tak menyelesaikan putaran ketiga dari lari paginya dan pergi menghampiri Lena setelah mengambil handuk kecil dari maid dan segera duduk di samping Lena untuk mencuri biskuit dan juga meneguk segelas teh milik istrinya itu tanpa permisi."Begitukah? Kamu tak suka kelelahan sampai kehabisan napas?" Oliver menatap Lena dengan tatapan jenaka sembari menaik turunkan alisnya. "Tapi anehnya kamu selalu suka olahraga yang kita lakukan di atas ranjang sekalipun itu melelahkan dan tak jarang membuatmu kehabisan napas," lan
Read more

86. Semakin akrab

"Kau juga datang menemuiku di hari libur?" tanya Esme sedikit menyelipkan teguran untuk Sebastian dalam ucapanya.Sebastian tersenyum lembut, matanya bersinar penuh kehangatan ketika dia menatap Esme. "Ya, aku datang kemari khusus untukmu. Aku merasa ini adalah kesempatan yang tepat untuk menghabiskan waktu bersama."Esme merasa hangat mendengar jawaban itu meskipun dia mencoba menyembunyikan senyumnya. "Rasanya benar-benar aneh ada pria lain yang datang ke rumahku selain sahabatku, tapi... terima kasih, Sebastian. Aku benar-benar menghargainya."Tetapi di balik senyumannya, Esme merasa sedikit terkejut. Dia tidak terbiasa dengan seseorang yang begitu peduli dan berdedikasi untuk menghabiskan waktu bersamanya, terutama di hari libur. Ini adalah perubahan yang menyenangkan dari rutinitas sehari-harinya.Sebastian mengangguk, memahami bahwa kehadirannya mungkin mengejutkan Esme. "Tidak perlu berterima kasih. Aku senang bisa menghabiskan waktu bersamamu," ujarnya dengan tulus. "Ini untuk
Read more

87. Meminta restu

Setelah mengantar Esme pulang selepas jam pulang kantor, Sebastian memutuskan untuk singgah sebentar di rumah mereka. Dengan senyum ramah, dia diam di belakang Esme yang mengetuk pintu rumahnya dan segera disambut oleh Matthew yang membukakan pintu dengan antusias."Sebastian! Senang sekali kamu datang berkunjung!" seru Matthew dengan gembira, wajahnya berseri-seri melihat kedatangan orang yang sudah dia anggap temannya.Sebastian tersenyum hangat. "Halo, Matthew! Aku membawa kue untuk kita nikmati bersama. Apa kamu suka kue cokelat?" tawarnya sambil menunjukkan kue yang dibawanya.Matthew mengangguk cepat. "Iya, aku suka sekali kue cokelat! Terima kasih, Sebastian!" jawabnya antusias sambil mengambil kue dari tangan Sebastian.Esme hanya tersenyum tipis melihat respon putranya itu pada Sebastian. "Masuklah terlebih dahulu," ajaknya. Mempersilakan Sebastian untuk ikut masuk ke dalam rumahnya.Matthew lekas mengajak Sebastian untuk duduk sedangkan Esme menyiapkan minuman dan juga memot
Read more

88. Jauhi perempuan itu

Lena dan Oliver duduk di ruang tunggu klinik dokter kandungan dengan perasaan yang campur aduk. Mereka telah menunggu beberapa saat sebelum dipanggil masuk. Lena memain-mainkan jari-jarinya dengan gugup, sedangkan Oliver duduk di sebelahnya dengan tatapan serius."Bagaimana perasaanmu?" tanya Oliver, mencoba mencairkan ketegangan.Lena menarik napas dalam-dalam. "Aku gugup," ucapnya pelan. "Apa menurutmu semuanya akan baik-baik saja?"Oliver menyentuh tangannya dengan lembut. "Tentu saja, sayang. Kita sudah melakukan yang terbaik untuk menjaga kesehatan kita. Semoga hasilnya baik."Mereka dipanggil masuk oleh suster, dan dengan hati-hati mereka berdua masuk ke dalam ruang dokter. Dokter kandungan mereka menyambut mereka dengan ramah dan memulai konsultasi."Bagaimana perasaan anda, Mrs. Eduardo? Apakah ada keluhan kesehatan atau pertanyaan lain yang ingin kamu tanyakan?" tanya dokter.Lena menggeleng. "Tidak, dokter. Tapi... kami ingin memeriksa kesehatan kami untuk memastikan semuany
Read more

89. Siapa Perempuan itu?

"Lagi-lagi dia mencari-cari alasan untuk pergi ke ruangan tuan Eduardo bukan? Dia terang-terangan berniat menggoda, dasar perempuan aneh."Sayup-sayup Lena mendengar percakapan itu di dalam toilet wanita. Suara itu berasal dari dua orang karyawan yang sedang bercermin di wastafel untuk membetulkan riasan."Padahal semua orang tahu kalau bos kita itu sudah beristri. Dia bahkan sering membawa istrinya ke kantor ini. Apa si Sarah itu tetap mengabaikan fakta dan tetap memilih menggoda bosnya sendiri? Dasar perempuan gila."Kembali terdengar kalimat penuh cibiran itu, membuat Lena yang berada di dalam bilik kamar mandi itu merasa ragu untuk melangkah keluar ketika objek yang dibicarakan oleh kedua perempuan di luar toilet adalah tentang dia dan Oliver.Untuk beberapa saat, Lena tetap berada di dalam bilik toilet sampai akhirnya suara langkah kaki pun terdengar pergi dan ketika suasana toilet sudah benar-benar senyap, dia pun memberanikan diri untuk keluar dan menghela napas panjang saat t
Read more

90. Dancing in the rain

"Sayang, kenapa kamu duduk di teras? Masuklah, udara luar mulai dingin karena sebentar lagi akan hujan. Ayo masuk ke dalam," tegur Oliver penuh kekhawatiran ketika mendapati Lena yang menunggunya di teras ketika sore itu langit benar-benar gelap karena akan turun hujan.Namun, Lena menolak ajakan suaminya itu. "Aku sengaja menunggumu disini karena aku ingin mengajakmu bermain hujan."Oliver mengernyit bingung. "Bermain hujan? Sayang, ada apa hm? Kenapa tiba-tiba ingin bermain hujan, apa ada hal yang mengganggu pikiranmu?" tanyanya kian khawatir. Dia mengulurkan tamgannya untuk mengusap lembut puncak kepala Lena."Orang-orang bilang, bermain hujan dengan pasangan lalu setelahnya bersenggama, akan memperbesar peluang untuk bisa punya anak karena bermain hujan meningkatkan kadar kebahagian sehingga itu jadi momen yang baik untuk perencanaan kehamilan," ujar Lena lirih dan penuh harap.Oliver terdiam sejenak. Merasa kalau ucapan Lena hanyalah mitos yang tak berdasar, tapi dia tak sampai h
Read more
PREV
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status