Untuk pertama kalinya Lena duduk di teras rumah pagi-pagi sekali untuk sekadar minum teh dan biskuit sambil memperhatikan Oliver yang sedang melakukan olahraga paginya."Kamu tak mau ikut bergabung denganku? Lari pagi saja, ini olahraga yang ringan," ajaknya.Lena menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Tidak terima kasih. Itu melelahkan, Olaf... aku tak suka ketika aku sangat kelelahan sampai rasanya kehabisan napas," tolaknya penuh alasan.Oliver terkekeh geli dan memilih untuk tak menyelesaikan putaran ketiga dari lari paginya dan pergi menghampiri Lena setelah mengambil handuk kecil dari maid dan segera duduk di samping Lena untuk mencuri biskuit dan juga meneguk segelas teh milik istrinya itu tanpa permisi."Begitukah? Kamu tak suka kelelahan sampai kehabisan napas?" Oliver menatap Lena dengan tatapan jenaka sembari menaik turunkan alisnya. "Tapi anehnya kamu selalu suka olahraga yang kita lakukan di atas ranjang sekalipun itu melelahkan dan tak jarang membuatmu kehabisan napas," lan
"Kau juga datang menemuiku di hari libur?" tanya Esme sedikit menyelipkan teguran untuk Sebastian dalam ucapanya.Sebastian tersenyum lembut, matanya bersinar penuh kehangatan ketika dia menatap Esme. "Ya, aku datang kemari khusus untukmu. Aku merasa ini adalah kesempatan yang tepat untuk menghabiskan waktu bersama."Esme merasa hangat mendengar jawaban itu meskipun dia mencoba menyembunyikan senyumnya. "Rasanya benar-benar aneh ada pria lain yang datang ke rumahku selain sahabatku, tapi... terima kasih, Sebastian. Aku benar-benar menghargainya."Tetapi di balik senyumannya, Esme merasa sedikit terkejut. Dia tidak terbiasa dengan seseorang yang begitu peduli dan berdedikasi untuk menghabiskan waktu bersamanya, terutama di hari libur. Ini adalah perubahan yang menyenangkan dari rutinitas sehari-harinya.Sebastian mengangguk, memahami bahwa kehadirannya mungkin mengejutkan Esme. "Tidak perlu berterima kasih. Aku senang bisa menghabiskan waktu bersamamu," ujarnya dengan tulus. "Ini untuk
Setelah mengantar Esme pulang selepas jam pulang kantor, Sebastian memutuskan untuk singgah sebentar di rumah mereka. Dengan senyum ramah, dia diam di belakang Esme yang mengetuk pintu rumahnya dan segera disambut oleh Matthew yang membukakan pintu dengan antusias."Sebastian! Senang sekali kamu datang berkunjung!" seru Matthew dengan gembira, wajahnya berseri-seri melihat kedatangan orang yang sudah dia anggap temannya.Sebastian tersenyum hangat. "Halo, Matthew! Aku membawa kue untuk kita nikmati bersama. Apa kamu suka kue cokelat?" tawarnya sambil menunjukkan kue yang dibawanya.Matthew mengangguk cepat. "Iya, aku suka sekali kue cokelat! Terima kasih, Sebastian!" jawabnya antusias sambil mengambil kue dari tangan Sebastian.Esme hanya tersenyum tipis melihat respon putranya itu pada Sebastian. "Masuklah terlebih dahulu," ajaknya. Mempersilakan Sebastian untuk ikut masuk ke dalam rumahnya.Matthew lekas mengajak Sebastian untuk duduk sedangkan Esme menyiapkan minuman dan juga memot
Lena dan Oliver duduk di ruang tunggu klinik dokter kandungan dengan perasaan yang campur aduk. Mereka telah menunggu beberapa saat sebelum dipanggil masuk. Lena memain-mainkan jari-jarinya dengan gugup, sedangkan Oliver duduk di sebelahnya dengan tatapan serius."Bagaimana perasaanmu?" tanya Oliver, mencoba mencairkan ketegangan.Lena menarik napas dalam-dalam. "Aku gugup," ucapnya pelan. "Apa menurutmu semuanya akan baik-baik saja?"Oliver menyentuh tangannya dengan lembut. "Tentu saja, sayang. Kita sudah melakukan yang terbaik untuk menjaga kesehatan kita. Semoga hasilnya baik."Mereka dipanggil masuk oleh suster, dan dengan hati-hati mereka berdua masuk ke dalam ruang dokter. Dokter kandungan mereka menyambut mereka dengan ramah dan memulai konsultasi."Bagaimana perasaan anda, Mrs. Eduardo? Apakah ada keluhan kesehatan atau pertanyaan lain yang ingin kamu tanyakan?" tanya dokter.Lena menggeleng. "Tidak, dokter. Tapi... kami ingin memeriksa kesehatan kami untuk memastikan semuany
"Lagi-lagi dia mencari-cari alasan untuk pergi ke ruangan tuan Eduardo bukan? Dia terang-terangan berniat menggoda, dasar perempuan aneh."Sayup-sayup Lena mendengar percakapan itu di dalam toilet wanita. Suara itu berasal dari dua orang karyawan yang sedang bercermin di wastafel untuk membetulkan riasan."Padahal semua orang tahu kalau bos kita itu sudah beristri. Dia bahkan sering membawa istrinya ke kantor ini. Apa si Sarah itu tetap mengabaikan fakta dan tetap memilih menggoda bosnya sendiri? Dasar perempuan gila."Kembali terdengar kalimat penuh cibiran itu, membuat Lena yang berada di dalam bilik kamar mandi itu merasa ragu untuk melangkah keluar ketika objek yang dibicarakan oleh kedua perempuan di luar toilet adalah tentang dia dan Oliver.Untuk beberapa saat, Lena tetap berada di dalam bilik toilet sampai akhirnya suara langkah kaki pun terdengar pergi dan ketika suasana toilet sudah benar-benar senyap, dia pun memberanikan diri untuk keluar dan menghela napas panjang saat t
"Sayang, kenapa kamu duduk di teras? Masuklah, udara luar mulai dingin karena sebentar lagi akan hujan. Ayo masuk ke dalam," tegur Oliver penuh kekhawatiran ketika mendapati Lena yang menunggunya di teras ketika sore itu langit benar-benar gelap karena akan turun hujan.Namun, Lena menolak ajakan suaminya itu. "Aku sengaja menunggumu disini karena aku ingin mengajakmu bermain hujan."Oliver mengernyit bingung. "Bermain hujan? Sayang, ada apa hm? Kenapa tiba-tiba ingin bermain hujan, apa ada hal yang mengganggu pikiranmu?" tanyanya kian khawatir. Dia mengulurkan tamgannya untuk mengusap lembut puncak kepala Lena."Orang-orang bilang, bermain hujan dengan pasangan lalu setelahnya bersenggama, akan memperbesar peluang untuk bisa punya anak karena bermain hujan meningkatkan kadar kebahagian sehingga itu jadi momen yang baik untuk perencanaan kehamilan," ujar Lena lirih dan penuh harap.Oliver terdiam sejenak. Merasa kalau ucapan Lena hanyalah mitos yang tak berdasar, tapi dia tak sampai h
"Bagaimana perasaanmu pagi ini," tanya Oliver penuh perhatian sambil menatap Lena dengan tatapan lembut.Lena yang saat itu sedang memasangkan dasi untuk Oliver pun menengadah sebentar untuk sekadar melayangkan senyuman pada suaminya itu."Perasaanku cukup baik hari ini," jawab Lena, suaranya lembut dan penuh kehangatan. "Bagaimana denganmu?" tambahnya sambil menyempurnakan simpul dasi Oliver dengan penuh ketelitian.Oliver tersenyum, merasa bahagia melihat senyum di wajah Lena. "Aku pun baik," jawabnya dengan semangat yang sama, tatapannya masih terpaku pada wajah Lena yang mempesona. Dia merasa beruntung memiliki Lena sebagai pendamping hidupnya, setiap detik bersamanya adalah anugerah yang tak ternilai harganya. "Aku senang mendengar perasaanmu cukup baik." Lena menatap Oliver dengan senyum hangat. "Aku juga senang melihatmu baik-baik saja, sayang."Setelah selesai memasangkan dasi, Lena meluruskan pakaian Oliver dengan lembut, memastikan semuanya rapi. "Selesai," ujarnya dengan b
Oliver menatap layar ponselnya dengan sedikit kebingungan saat sambungan telepon dengan Esme tiba-tiba diputus sepihak. Dia menggelengkan kepala, merasa agak heran dengan sikap sahabatnya yang terkesan terburu-buru setelah dia mengatakan nama Sarah."Esme itu... dia benar-benar bersikap waspada terhadap Sarah," gumam Oliver sambil menaruh ponselnya kembali ke meja. Saat itu dia merasa kalau menghubungi Esme adalah hal yang tepat karena dia tak mungkin memakan makanan yang diberikan perempuan lain.Dia kemudian memandangi bingkisan sushi yang masih tergeletak di atas meja. Rasanya sayang jika makanan mahal itu harus terbuang, dia tak ingin menyia-nyiakan gestur baik dari Sarah.Oliver pun memutuskan untuk membuka kotak sushi itu dan menata beberapa potong di atas piring sambil menunggu kedatangan Esme. Di sisi lain. Tanpa ragu, Esme segera menuju ke ruang kerja Oliver. Sambil membawa makan siang yang dia beli di kantin, Esme melangkah terburu-buru dan ekspresi wajah yang benar-benar