Setelah mengantar Esme pulang selepas jam pulang kantor, Sebastian memutuskan untuk singgah sebentar di rumah mereka. Dengan senyum ramah, dia diam di belakang Esme yang mengetuk pintu rumahnya dan segera disambut oleh Matthew yang membukakan pintu dengan antusias."Sebastian! Senang sekali kamu datang berkunjung!" seru Matthew dengan gembira, wajahnya berseri-seri melihat kedatangan orang yang sudah dia anggap temannya.Sebastian tersenyum hangat. "Halo, Matthew! Aku membawa kue untuk kita nikmati bersama. Apa kamu suka kue cokelat?" tawarnya sambil menunjukkan kue yang dibawanya.Matthew mengangguk cepat. "Iya, aku suka sekali kue cokelat! Terima kasih, Sebastian!" jawabnya antusias sambil mengambil kue dari tangan Sebastian.Esme hanya tersenyum tipis melihat respon putranya itu pada Sebastian. "Masuklah terlebih dahulu," ajaknya. Mempersilakan Sebastian untuk ikut masuk ke dalam rumahnya.Matthew lekas mengajak Sebastian untuk duduk sedangkan Esme menyiapkan minuman dan juga memot
Lena dan Oliver duduk di ruang tunggu klinik dokter kandungan dengan perasaan yang campur aduk. Mereka telah menunggu beberapa saat sebelum dipanggil masuk. Lena memain-mainkan jari-jarinya dengan gugup, sedangkan Oliver duduk di sebelahnya dengan tatapan serius."Bagaimana perasaanmu?" tanya Oliver, mencoba mencairkan ketegangan.Lena menarik napas dalam-dalam. "Aku gugup," ucapnya pelan. "Apa menurutmu semuanya akan baik-baik saja?"Oliver menyentuh tangannya dengan lembut. "Tentu saja, sayang. Kita sudah melakukan yang terbaik untuk menjaga kesehatan kita. Semoga hasilnya baik."Mereka dipanggil masuk oleh suster, dan dengan hati-hati mereka berdua masuk ke dalam ruang dokter. Dokter kandungan mereka menyambut mereka dengan ramah dan memulai konsultasi."Bagaimana perasaan anda, Mrs. Eduardo? Apakah ada keluhan kesehatan atau pertanyaan lain yang ingin kamu tanyakan?" tanya dokter.Lena menggeleng. "Tidak, dokter. Tapi... kami ingin memeriksa kesehatan kami untuk memastikan semuany
"Lagi-lagi dia mencari-cari alasan untuk pergi ke ruangan tuan Eduardo bukan? Dia terang-terangan berniat menggoda, dasar perempuan aneh."Sayup-sayup Lena mendengar percakapan itu di dalam toilet wanita. Suara itu berasal dari dua orang karyawan yang sedang bercermin di wastafel untuk membetulkan riasan."Padahal semua orang tahu kalau bos kita itu sudah beristri. Dia bahkan sering membawa istrinya ke kantor ini. Apa si Sarah itu tetap mengabaikan fakta dan tetap memilih menggoda bosnya sendiri? Dasar perempuan gila."Kembali terdengar kalimat penuh cibiran itu, membuat Lena yang berada di dalam bilik kamar mandi itu merasa ragu untuk melangkah keluar ketika objek yang dibicarakan oleh kedua perempuan di luar toilet adalah tentang dia dan Oliver.Untuk beberapa saat, Lena tetap berada di dalam bilik toilet sampai akhirnya suara langkah kaki pun terdengar pergi dan ketika suasana toilet sudah benar-benar senyap, dia pun memberanikan diri untuk keluar dan menghela napas panjang saat t
"Sayang, kenapa kamu duduk di teras? Masuklah, udara luar mulai dingin karena sebentar lagi akan hujan. Ayo masuk ke dalam," tegur Oliver penuh kekhawatiran ketika mendapati Lena yang menunggunya di teras ketika sore itu langit benar-benar gelap karena akan turun hujan.Namun, Lena menolak ajakan suaminya itu. "Aku sengaja menunggumu disini karena aku ingin mengajakmu bermain hujan."Oliver mengernyit bingung. "Bermain hujan? Sayang, ada apa hm? Kenapa tiba-tiba ingin bermain hujan, apa ada hal yang mengganggu pikiranmu?" tanyanya kian khawatir. Dia mengulurkan tamgannya untuk mengusap lembut puncak kepala Lena."Orang-orang bilang, bermain hujan dengan pasangan lalu setelahnya bersenggama, akan memperbesar peluang untuk bisa punya anak karena bermain hujan meningkatkan kadar kebahagian sehingga itu jadi momen yang baik untuk perencanaan kehamilan," ujar Lena lirih dan penuh harap.Oliver terdiam sejenak. Merasa kalau ucapan Lena hanyalah mitos yang tak berdasar, tapi dia tak sampai h
"Bagaimana perasaanmu pagi ini," tanya Oliver penuh perhatian sambil menatap Lena dengan tatapan lembut.Lena yang saat itu sedang memasangkan dasi untuk Oliver pun menengadah sebentar untuk sekadar melayangkan senyuman pada suaminya itu."Perasaanku cukup baik hari ini," jawab Lena, suaranya lembut dan penuh kehangatan. "Bagaimana denganmu?" tambahnya sambil menyempurnakan simpul dasi Oliver dengan penuh ketelitian.Oliver tersenyum, merasa bahagia melihat senyum di wajah Lena. "Aku pun baik," jawabnya dengan semangat yang sama, tatapannya masih terpaku pada wajah Lena yang mempesona. Dia merasa beruntung memiliki Lena sebagai pendamping hidupnya, setiap detik bersamanya adalah anugerah yang tak ternilai harganya. "Aku senang mendengar perasaanmu cukup baik." Lena menatap Oliver dengan senyum hangat. "Aku juga senang melihatmu baik-baik saja, sayang."Setelah selesai memasangkan dasi, Lena meluruskan pakaian Oliver dengan lembut, memastikan semuanya rapi. "Selesai," ujarnya dengan b
Oliver menatap layar ponselnya dengan sedikit kebingungan saat sambungan telepon dengan Esme tiba-tiba diputus sepihak. Dia menggelengkan kepala, merasa agak heran dengan sikap sahabatnya yang terkesan terburu-buru setelah dia mengatakan nama Sarah."Esme itu... dia benar-benar bersikap waspada terhadap Sarah," gumam Oliver sambil menaruh ponselnya kembali ke meja. Saat itu dia merasa kalau menghubungi Esme adalah hal yang tepat karena dia tak mungkin memakan makanan yang diberikan perempuan lain.Dia kemudian memandangi bingkisan sushi yang masih tergeletak di atas meja. Rasanya sayang jika makanan mahal itu harus terbuang, dia tak ingin menyia-nyiakan gestur baik dari Sarah.Oliver pun memutuskan untuk membuka kotak sushi itu dan menata beberapa potong di atas piring sambil menunggu kedatangan Esme. Di sisi lain. Tanpa ragu, Esme segera menuju ke ruang kerja Oliver. Sambil membawa makan siang yang dia beli di kantin, Esme melangkah terburu-buru dan ekspresi wajah yang benar-benar
Di kantor, suasana seolah menjadi canggung ketika beberapa karyawan dari divisi yang sama dengan Sarah mulai menegurnya secara terang-teragan. Mereka berkumpul di sudut ruangan, menatap tiap pergerakan Sarah cukup intens dengan ekspresi serius di wajah mereka."Sarah, apa yang sebenarnya kau pikirkan? Mengirim dokumen ke ruangan pak bos lagi?" bisik salah satu karyawan perempuan dengan nada ketus.Sarah menatap mereka dengan tatapan bertanya, tidak mengerti apa yang salah. "Apa masalahnya? Aku hanya menjalankan tugasku."Karyawan lain yang duduk di sebelahnya menjelaskan dengan nada rendah. "Kamu harus berhati-hati dengan sikapmu, Sarah. Tuan Eduardo sudah memiliki istri. Jangan sampai sikapmu menimbulkan masalah di kantor."Sarah terlihat agak bingung dengan sikap rekan-rekannya yang bersikap sinis kepadanya. "Aku tak tahu kalau memberikan dokumen yang memang membutuhkan tanda tangan tuan Eduardo adalah hal buruk, sampai-sampai kalian menegurku seperti ini."Namun, suasana menjadi se
Saat berendam di bathub dengan bath bom yang membuat selurih air berwarna ungu dan berbuih dengan menguarkan aroma harum, Lena memejamkan matanya dan membiarkan pikirannya melayang jauh ke sehari sebelum dia pergi berbulan madu dengan Oliver.Hari itu, pagi-pagi sekali Esme datang bertamu dan segera menemui. Lena untuk memberikan sebuah bingkisan."Ini, kau harus menggunakan ini saat pergi bulan madu nanti. Ini akan sangat berguna untuk membantumu dan Oliver ketika sedang program untuk segera punya anak melalui bulan madu kali ini, " kata Esme seraya meletakan paper bag berisi box berwarna putih itu itu ke atas ranjang tepat di samping Lena."Apa isinya? Kau tak sedang memberiku benda aneh kan?" tanya Lena sedikit curiga."Tidak sama sekali. Itu bukan barang aneh, itu barang yang akan sangat berguna. Memakai itu, aku yakin peluang kalian untuk punya anak akan semakin besar. Pokoknya, yang utama adalah pikiran dan hatimu harus tenang. Kau tak boleh stress, ketika tubuh rileks dan kau b