“Tapi kan kamu belum mapan ....” “Buktinya aku bisa bayar perawatan kamu, kan? Apa lagi yang bikin kamu ragu?” Lika tidak segera menjawab. “Mau ya nikah sama aku? Aku kurang apa lagi sih, Yang? Aku juga sudah pisah sama Naya, itu kan yang kamu mau?” Lika mengangguk. “Tapi ... kamu nggak berhasil ambil uang dari dia kan?” “Memangnya kenapa? Kamu kan sekarang yang satu-satunya bisa menikmati uangku, bukan Naya. Soal uang nafkah itu, biar saja lah. Hitung-hitung sedekah selama aku jadi suami dia ....” “Tuh kan kamu itu terlalu baik jadi orang, Yang!” “Sudah tahu aku ini orang baik, kenapa kamu nggak mau nikah sama aku secepatnya sih?” “Iya iya, kita pasti bakalan nikah kok. Masa kita sudah sampai sejauh ini, tapi nggak maju-maju ke jenjang yang lebih serius?” “Makanya itu, sebaiknya kita percepat saja pernikahan kita.” Lika menggelengkan kepala. “Mempercepat bukan berarti buru-buru, Yang. Memangnya kamu sudah punya uang buat sewa gedung, jatering, baju pengantin dan cetak undan
Read more