Kalisa melirik ke arah belakang kepala Nayara. “Nay, dicari tuh!” “Siapa? Pak Elkan?” “Ih, kok ngarep banget—bukan, si Andika!” “Ngapain dia ke sini?” Meskipun Kalisa memberi kode kepadanya berulang kali, tapi Nayara tidak mau repot-repot menoleh. “Nay, aku mau ngomong.” Andika sudah tiba di hadapan mereka. Kalisa melirik Nayara yang tidak mempedulikan keberadaan Andika. “Nay, jangan sombong. Sudah mau jadi janda juga ...” celetuk Andika semena-mena. “Aku nggak ganggu kan, Lis?” Kalisa menggeleng. “Aku sih enggak, tapi ....” “Kalau begitu kamu pindah meja dulu sebentar, aku mau bicara penting sama Naya.” “Ih, ya nggak bisa begitu dong.” “Sebentar saja, Lis.” Nayara menatap Andika dengan sorot mata permusuhan. “Enak saja suruh-suruh orang, sana kamu sendiri yang pergi.” “Aku datang baik-baik lho, Nay.” “Yang kayak begini kamu bilang baik-baik? Lagian kamu mau ngomong apa lagi sih, Ndik? Besok-besok juga kita ketemu di pengadilan kan?” “Justru itu ....” “Ya sudah, ngapai
Read more