Semenjak bersama Kintan, hari-hari Dejan terasa tak sama lagi. Hatinya tak lagi senyap seperti rumah kosong tanpa penghuni. Dunianya tidak hanya berputar pada bisnis dan diri sendiri. Pikirannya terus mencari cara agar gadis itu tetap bahagia meski pelan-pelan Dejan mulai tersakiti.Awalnya, Dejan hanya terjebak situasi dan merasa kasihan. Lambat laun, welas asih itu berubah menjadi rasa sayang. Namun, perasaan itu tetaplah tak berbalas. Sebesar apa pun usaha Dejan untuk membahagiakan, nama yang ada di hati Kintan tetaplah Devan."Gue sudah peringatkan sejak awal, kan?" kata Dinda. Pagi itu, Dejan menemuinya sebelum mengantar Kintan untuk survey lokasi toko cabang."Gue yang bodoh, Din." Dejan menyesap kopinya. Rasanya pahit, seperti kenyataan hidup."Selama tiga bulan ini lo gantiin posisi Devan, gue bisa merasakan perbedaan sikap kalian berdua. Gue tahu, lo tulus sama Kintan. Tapi lo juga harus sadar, selama Kintan masih mengira lo itu adalah Devan, selama itu juga Dejan dianggap en
Baca selengkapnya