Semua Bab Penyamaran Saudara Kembar: Bab 11 - Bab 20

47 Bab

Menjenguk Calon Mertua

Harapan itu berbanding lurus dengan kesempatan. Makin sering ia datang, maka harapan-harapan akan kian membuncah. Orang yang tadinya hendak berputus asa bisa kembali bersemangat saat diberi kesempatan. Begitu pun dengan Kintan.Awalnya gadis itu sangat ketakutan saat Pak Surya meminta Devan untuk datang. Belum-belum, pikirannya sudah kalut karena diterpa kekhawatiran yang dia ciptakan sendiri."Bagaimana kalau Mas Devan menolak bertemu?""Bagaimana kalau Mas Devan datang, tetapi Ayah telanjur marah?""Bagaimana jika salah seorang atau keduanya ingin hubungan mereka berakhir?"Dan bagaimana-bagaimana lainnya. Kintan lelah karena pertanyaan itu terus menyerang meski dia sudah berusaha tenang. Tatapan tajam dari ayah dan ibunya terasa tidak bersahabat.Harapannya terbit saat Devan menyambut baik permintaan ayahnya. Seolah-olah hubungan mereka memang masih punya masa depan. Rencana lamaran yang sempat tertunda itu, Kintan perlahan yakin, suatu saat nanti akan benar-benar bisa terlaksana.
Baca selengkapnya

Hampir Saja Ketahuan

Dari nol sampai seratus, berapa persen kemungkinan kita mencintai pasangan saudara sendiri? Lalu dari sekian persen tersebut, kira-kira berapa persentase perasaannya berbalas? Hingga jika perasaan itu berbalas pun, seberapa jauh peluangnya melaju ke jenjang pernikahan?Dejan sedang menghitung kemungkinan-kemungkinan itu. Awalnya terdengar gila dan tidak realistis. Sejak mereka masih sekolah, tidak sekali pun mereka menyukai orang yang sama. Setidaknya menurut Dejan begitu. Bahkan tipe perempuan idaman mereka berdua amat jauh berbeda.Kintan istimewa. Dejan tahu itu. Namun, dia baru benar-benar menyadari keistimewaan Kintan saat semuanya sudah telanjur jauh. Kintan bisa membuat selera mereka yang berbeda itu bertemu. Dejan telanjur menghayati peran. Hanya menunggu waktu saja, kedok permainannya akan terbongkar.Kata orang, hanya butuh tiga detik untuk jatuh cinta. Dejan tidak tahu kapan tiga detik itu tepatnya terjadi. Yang dia tahu, dirinya sudah menjadi sosok kekasih bagi Kintan. Dev
Baca selengkapnya

Demo Masak Bareng Pasangan

Kintan bukan tidak merasa aneh dengan perubahan sikap kekasihnya. Dia pikir, waktu setahun itu sudah cukup untuk mengenal Devan. Namun, ternyata tidak sama sekali. Devan-nya selalu melakukan sesuatu yang membuatnya takjub setiap hari.Kadang dia menduga jika sosok Devan yang tengah bersamanya saat itu sebenarnya adalah orang lain. Namun, dia tidak punya bukti akurat. Selain itu, meski beberapa hal terlihat mencurigakan, sikap laki-laki itu masih baik dan penuh kasih sayang.Manusia berubah seiring berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman. Itulah yang dipercayai Kintan. Jika Devan sempat bersikap emosional, barangkali memang dia sedang lelah bekerja saja. Selebihnya, watak asli Devan memang begitu adanya.Tak jarang, rindu Kintan menggebu-gebu meski mereka baru saja bertemu. Dia pernah bertanya kepada Dinda, apakah hal demikian memang wajar adanya. Dan jawaban Dinda, seperti biasa, selalu menenangkan."Tan, rindu kamu itu berbeda dengan rindu kebanyakan orang." Begitu katanya."Be
Baca selengkapnya

Interogasi Dinda

Dinda sudah belasan tahun bersahabat dengan Kintan. Baik buruknya, susah senangnya, hampir dia tahu semua.Kintan menganggap Dinda selayaknya saudara sendiri karena posisinya di rumah sebagai anak tunggal. Dinda pun tidak keberatan. Meski perjodohan Kintan dengan kakak kandungnya pernah gagal, sedikit pun tidak berpengaruh terhadap hubungan baik keduanya.Setiap kali Kintan didekati oleh laki-laki, Dinda akan maju sebagai penilai pertama. Jika Dinda bilang tidak, Kintan akan berpikir ulang untuk menjalin hubungan.Sejauh itu, perkiraan Dinda tidak pernah meleset. Laki-laki yang mendapat kartu merah dari Dinda pada akhirnya sering ketahuan belangnya.Dinda ingat betul hari itu. Kintan datang ke salonnya setelah mengantar pesanan kue dari sebuah perusahaan konstruksi di Jakarta Pusat.Wajah Kintan berseri-seri dan pipinya bersemu kemerahan. Dinda sudah hafal. Jika Kintan seperti itu, obrolan mereka tidak akan jauh-jauh dari soal cinta.Kintan dengan malu-malu menyebutkan nama Devan. Kon
Baca selengkapnya

Mengaku kepada Papa

"Mas, pagi ini aku dapat jawaban dari Pak Wishnu Wardana!" seru Kintan dari ujung telepon.Gadis itu menelepon dari toko kue. Layar laptopnya masih menyala, menampilkan sebuah email yang dikirim Livia beberapa menit sebelumnya.Di email itu, tersemat surat perjanjian kerja sama dengan kop perusahaan yang menaungi cabang usaha Pak Wishnu. Mereka menyatakan siap menggelontorkan dana untuk membuka cabang pertama Key and Cake di lokasi rest area yang sedang mereka bangun.Langit terlihat berkali-kali lebih cerah. Awan tipis berarak pelan, mengikuti tiupan angin yang membawanya ke selatan. Dari jendela kaca di ruang kerjanya, Kintan menyaksikan pemandangan itu dengan hati berbunga-bunga."Selamat, ya. Kamu benar-benar hebat! Jadi, apa yang kira-kira bisa aku bantu?"Dejan turut senang mendengarnya. Dia bisa merasakan waktu kembali ke masa lalu, memutar kenangan saat Dejan mendapatkan investor pertama. Saat itu, dunia rasanya ada di genggaman. Di hadapan, ada jalan terjal yang menghadang. A
Baca selengkapnya

Lolos Seleksi

Selepas Subuh, Dejan sudah memanaskan mesin mobil dan berdandan rapi. Dia mengusulkan acara family gathering untuk karyawan Key and Cake. Hal itu dilakukan dalam rangka syukuran karena mereka mendapatkan investor dan sebentar lagi akan membuka cabang pertama.Kintan menyambut usul itu dengan antusias. Kebetulan memang sudah lama sekali mereka tidak mengadakan acara piknik bersama. Karena momennya tepat, acara itu menjadi sesuatu yang dinanti-nantikan oleh seluruh karyawan toko.Dejan berangkat dari rumah sebelum pukul enam. Dia hanya bilang ada agenda akhir pekan kepada Bu Dian. Meski begitu, Pak Doni seperti sudah bisa menerka. Pasca Dejan mengaku, mereka memang tidak banyak bicara. Dia hanya berusaha memahami jalan pikiran anaknya."Saya akui, keputusan ini memang salah, Pa. Walaupun posisi saya terdesak saat itu, tidak seharusnya saya berbohong kepada Kintan." Begitu kata Dejan setelah mengakui perbuatannya kepada Pak Doni."Siapa saja yang tahu soal ini? Devan gimana?"Dejan mengg
Baca selengkapnya

Pekerjaan yang Terbengkalai

"Lolos seleksi apa, Mas?" tanya Kintan dengan mata masih setengah terpejam.Gawat! Baik Dejan maupun Dinda lantas diam seribu bahasa. Tidak seharusnya mereka mengobrol seperti itu di depan Kintan meski dia sedang tertidur."Kok, pada diem? Kalian menyembunyikan sesuatu dari aku?"Gadis itu menegakkan punggung lalu menatap kekasih dan sahabatnya secara bergantian. Sorot matanya penuh tanda tanya. Dinda bersegera menjawab untuk menghilangkan kecurigaan."Jangan salah paham dulu, Tan. Maksudnya gini. Kamu kan tahu, selama ini aku masih agak kurang sreg sama Devan. Kemarin aku bilang terus terang sama dia, terus kuminta dia kasih pembuktian kalau dia benar-benar tulus sama kamu. Aku nggak mau sahabatku nikah sama orang yang salah. Itu aja."Kintan beralih menatap Dejan. "Benar begitu, Mas?"Dejan mengangguk cepat. Gadis itu pun akhirnya mengembuskan napas lega. Dia juga terlihat menahan senyum. Kalau di dalam mobil tidak gelap, barangkali Dejan juga dapat melihat semburat kemerahan di pip
Baca selengkapnya

Janji di Atas Atap

Dapur produksi Key and Cake dipenuhi aroma wangi nan manis dari vanila. Sesekali terdengar dentang alat-alat adonan beradu. Dua mesin oven beroperasi, sedang menunggu proses pemanggangan selesai. Kintan sedang menguji coba beberapa resep yang akan dijadikan menu andalan pada cabang pertama mereka. Selain dibuat roti dan kue, Kintan juga membuat selai vanila yang bisa dibeli terpisah. Dia ingin memastikan kualitas pasokan vanila sesuai dengan standar mutu yang diterapkan tokonya. "Sari, tolong ambilkan pisau," katanya kepada seorang gadis yang sedang duduk di dekat pintu. Gadis itu hanya diam sambil celingukan melihat ke kanan dan kiri. "Sari ... Tahu, kan, pisaunya di mana?" ulang Kintan lagi. "Ma, maaf. Ibu bicara sama saya?" Kintan mengernyitkan kening dan memperhatikan gadis itu sekali lagi. Setelah dia bicara, suaranya tidak terdengar seperti Sari. "Mbak Sari sedang sortir bahan di gudang, Bu. Saya Bunga, karyawan baru." Kintan tampak malu dan berulang kali meminta maaf k
Baca selengkapnya

Perubahan Sikap Kintan

Semenjak bersama Kintan, hari-hari Dejan terasa tak sama lagi. Hatinya tak lagi senyap seperti rumah kosong tanpa penghuni. Dunianya tidak hanya berputar pada bisnis dan diri sendiri. Pikirannya terus mencari cara agar gadis itu tetap bahagia meski pelan-pelan Dejan mulai tersakiti.Awalnya, Dejan hanya terjebak situasi dan merasa kasihan. Lambat laun, welas asih itu berubah menjadi rasa sayang. Namun, perasaan itu tetaplah tak berbalas. Sebesar apa pun usaha Dejan untuk membahagiakan, nama yang ada di hati Kintan tetaplah Devan."Gue sudah peringatkan sejak awal, kan?" kata Dinda. Pagi itu, Dejan menemuinya sebelum mengantar Kintan untuk survey lokasi toko cabang."Gue yang bodoh, Din." Dejan menyesap kopinya. Rasanya pahit, seperti kenyataan hidup."Selama tiga bulan ini lo gantiin posisi Devan, gue bisa merasakan perbedaan sikap kalian berdua. Gue tahu, lo tulus sama Kintan. Tapi lo juga harus sadar, selama Kintan masih mengira lo itu adalah Devan, selama itu juga Dejan dianggap en
Baca selengkapnya

Gadis Bernama Lula

Tenggorokan Dejan terasa gatal dan badannya remuk redam sepulang dari mengantar Kintan survey lokasi cabang. Kepalanya pusing setiap kali hendak beranjak dari tempat tidur. Suhu badan di termometer menunjukkan angka 38,5°C. Dia hanya meringkuk di balik selimut karena kedinginan, tetapi wajahnya terasa panas dari dalam.Dejan mengabaikan beberapa pesan yang masuk ke ponselnya. Dia sempat melihat sekilas, ada nama Kintan, seorang karyawan, dua orang klien, dan beberapa grup yang notifikasinya berisik—yang akhirnya dia bisukan. Perut yang keroncongan tidak cukup memotivasinya untuk bangun dan mencari pengganjal lapar.Sebuah suara ketukan terdengar dari pintu. Pak Doni memanggil dari luar. Karena pintunya dikunci, mau tidak mau Dejan akhirnya bangun dan membukakan meski jalannya sempoyongan."Barusan Kintan telepon. Untung Papa sendiri yang angkat."Mata Dejan membelalak. Dia lupa bahwa Kintan pasti mempunyai nomor telepon rumah mereka. Kalau sampai mamanya yang mengangkat telepon, habis
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status