Beranda / Romansa / Penyamaran Saudara Kembar / Pekerjaan yang Terbengkalai

Share

Pekerjaan yang Terbengkalai

Penulis: DV Dandelion
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Lolos seleksi apa, Mas?" tanya Kintan dengan mata masih setengah terpejam.

Gawat! Baik Dejan maupun Dinda lantas diam seribu bahasa. Tidak seharusnya mereka mengobrol seperti itu di depan Kintan meski dia sedang tertidur.

"Kok, pada diem? Kalian menyembunyikan sesuatu dari aku?"

Gadis itu menegakkan punggung lalu menatap kekasih dan sahabatnya secara bergantian. Sorot matanya penuh tanda tanya. Dinda bersegera menjawab untuk menghilangkan kecurigaan.

"Jangan salah paham dulu, Tan. Maksudnya gini. Kamu kan tahu, selama ini aku masih agak kurang sreg sama Devan. Kemarin aku bilang terus terang sama dia, terus kuminta dia kasih pembuktian kalau dia benar-benar tulus sama kamu. Aku nggak mau sahabatku nikah sama orang yang salah. Itu aja."

Kintan beralih menatap Dejan. "Benar begitu, Mas?"

Dejan mengangguk cepat. Gadis itu pun akhirnya mengembuskan napas lega. Dia juga terlihat menahan senyum. Kalau di dalam mobil tidak gelap, barangkali Dejan juga dapat melihat semburat kemerahan di pip
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Penyamaran Saudara Kembar   Janji di Atas Atap

    Dapur produksi Key and Cake dipenuhi aroma wangi nan manis dari vanila. Sesekali terdengar dentang alat-alat adonan beradu. Dua mesin oven beroperasi, sedang menunggu proses pemanggangan selesai. Kintan sedang menguji coba beberapa resep yang akan dijadikan menu andalan pada cabang pertama mereka. Selain dibuat roti dan kue, Kintan juga membuat selai vanila yang bisa dibeli terpisah. Dia ingin memastikan kualitas pasokan vanila sesuai dengan standar mutu yang diterapkan tokonya. "Sari, tolong ambilkan pisau," katanya kepada seorang gadis yang sedang duduk di dekat pintu. Gadis itu hanya diam sambil celingukan melihat ke kanan dan kiri. "Sari ... Tahu, kan, pisaunya di mana?" ulang Kintan lagi. "Ma, maaf. Ibu bicara sama saya?" Kintan mengernyitkan kening dan memperhatikan gadis itu sekali lagi. Setelah dia bicara, suaranya tidak terdengar seperti Sari. "Mbak Sari sedang sortir bahan di gudang, Bu. Saya Bunga, karyawan baru." Kintan tampak malu dan berulang kali meminta maaf k

  • Penyamaran Saudara Kembar   Perubahan Sikap Kintan

    Semenjak bersama Kintan, hari-hari Dejan terasa tak sama lagi. Hatinya tak lagi senyap seperti rumah kosong tanpa penghuni. Dunianya tidak hanya berputar pada bisnis dan diri sendiri. Pikirannya terus mencari cara agar gadis itu tetap bahagia meski pelan-pelan Dejan mulai tersakiti.Awalnya, Dejan hanya terjebak situasi dan merasa kasihan. Lambat laun, welas asih itu berubah menjadi rasa sayang. Namun, perasaan itu tetaplah tak berbalas. Sebesar apa pun usaha Dejan untuk membahagiakan, nama yang ada di hati Kintan tetaplah Devan."Gue sudah peringatkan sejak awal, kan?" kata Dinda. Pagi itu, Dejan menemuinya sebelum mengantar Kintan untuk survey lokasi toko cabang."Gue yang bodoh, Din." Dejan menyesap kopinya. Rasanya pahit, seperti kenyataan hidup."Selama tiga bulan ini lo gantiin posisi Devan, gue bisa merasakan perbedaan sikap kalian berdua. Gue tahu, lo tulus sama Kintan. Tapi lo juga harus sadar, selama Kintan masih mengira lo itu adalah Devan, selama itu juga Dejan dianggap en

  • Penyamaran Saudara Kembar   Gadis Bernama Lula

    Tenggorokan Dejan terasa gatal dan badannya remuk redam sepulang dari mengantar Kintan survey lokasi cabang. Kepalanya pusing setiap kali hendak beranjak dari tempat tidur. Suhu badan di termometer menunjukkan angka 38,5°C. Dia hanya meringkuk di balik selimut karena kedinginan, tetapi wajahnya terasa panas dari dalam.Dejan mengabaikan beberapa pesan yang masuk ke ponselnya. Dia sempat melihat sekilas, ada nama Kintan, seorang karyawan, dua orang klien, dan beberapa grup yang notifikasinya berisik—yang akhirnya dia bisukan. Perut yang keroncongan tidak cukup memotivasinya untuk bangun dan mencari pengganjal lapar.Sebuah suara ketukan terdengar dari pintu. Pak Doni memanggil dari luar. Karena pintunya dikunci, mau tidak mau Dejan akhirnya bangun dan membukakan meski jalannya sempoyongan."Barusan Kintan telepon. Untung Papa sendiri yang angkat."Mata Dejan membelalak. Dia lupa bahwa Kintan pasti mempunyai nomor telepon rumah mereka. Kalau sampai mamanya yang mengangkat telepon, habis

  • Penyamaran Saudara Kembar   Mengulang Perkenalan

    Dejan menggulung lengan kemeja putih garis-garisnya hingga siku. Celananya sudah disetrika rapi tanpa ada bekas lipatan sedikit pun. Rambutnya dipotong hingga hanya tersisa sekitar 2 cm saja panjangnya. Dia ingin terlihat berbeda dari Devan saat bertemu dengan Kintan.Untuk menunjang kesan perubahan tersebut, Dejan juga mengganti jam tangan dan aroma parfum. Nomor yang diberikan kepada Kintan pun adalah nomor yang biasanya dipakai untuk keperluan bisnis. Itu adalah hasil konsultasinya dengan Dinda selama beberapa hari terakhir setelah gadis itu sempat marah-marah karena insiden telepon Kintan.Saat itu, Dejan panik setengah mati karena Lula bilang ada telepon dari Kintan saat dia tertidur. Berkali-kali dicek, Kintan tidak lagi menelepon dan mengirim pesan setelah panggilannya dijawab oleh Lula. Namun, setelah sakit kepalanya mereda dan bisa berpikir jernih, Dejan justru tertawa terpingkal-pingkal. Secara tidak langsung, hal itu memuluskan jalannya untuk menyingkirkan Devan.Dejan seng

  • Penyamaran Saudara Kembar   Terpaksa Jalan dengan Lula

    "Enggak bapak, enggak anak, sama saja! Kenapa, sih, harus kasih suntikan modal buat toko Kintan?"Bu Dian duduk bersedekap di ruang tamu dengan wajah gusar. Di hadapannya, Pak Doni dan Dejan diam saja mendengarkan omelan wanita yang enggan menerima buah tangan dari mereka. Roti gulung kayu manis dari toko Kintan itu dibiarkan tergeletak di meja meski penampakannya sangat menggoda."Memangnya tidak ada bisnis lain yang lebih menjanjikan dibanding toko kue itu?" Bu Dian masih belum puas mengomel."Papa juga tidak sembarangan pilih, Ma. Tadi Papa sudah menyimak penjelasan rencana bisnisnya dan itu cukup bagus. Dengan kata lain, Papa sudah mempertimbangkan potensi keuntungan, bukan sekadar karena saling kenal." Pak Doni membela diri."Tapi, Pa, Mama tidak setuju kalau Kintan jadi bagian keluarga kita.""Bussiness is bussiness! Papa sudah sampaikan ke Kintan bahwa kita akan profesional, harus bisa memisahkan urusan pribadi dan pekerjaan."Bu Dian mencibir. "Kenapa bisa seyakin itu?""Kami

  • Penyamaran Saudara Kembar   Keributan Besar di Mall

    Bekas memerah di pipi Dejan akibat tamparan Dinda masih sedikit terlihat. Sakitnya tidak seberapa, tetapi malunya sampai ke ubun-ubun. Kalau keributan itu sampai terunggah di internet, entah seperti apa reaksi orang tua dan keluarganya. Selama ini, Dejan dikenal sebagai sosok berwibawa dan tidak neko-neko."Itu Lula, Din. Cewek yang pernah gue ceritain ke lo karena dijodohin sama nyokap."Dejan memelankan suaranya dan memberi penekanan. Dia berusaha sabar meski rahangnya mengeras dan tangannya mengepal karena menahan amarah."Dan lo suka?" Dinda melotot."Enggak. Sumpah! Gue terpaksa—""Kintan lagi sedih karena lo ngilang gitu aja, tapi lo sendiri malah asyik jalan sama cewek lain. Enggak habis pikir gue, Jan.""Gue sama sekali enggak ada pikiran untuk mempermainkan Kintan. Tadi pun kami masih WhatsApp-an kayak biasa.""Beberapa hari ini Kintan sering curhat ke gue. Dia tertekan karena terus didesak sama orang tuanya. Dan apa yang gue lihat hari ini? Lo ternyata enggak jauh beda sama

  • Penyamaran Saudara Kembar   Pak Surya Kambuh

    Kintan duduk di balkon sambil memandangi bulan yang mengintip malu-malu di balik awan. Embusan angin malam menembus jaket tebal, tetapi tidak sampai membuatnya meringkuk kedinginan. Gadis itu hanya termangu, sesekali menyeruput seduhan coklat yang uapnya masih mengepul.Acara peresmian cabang toko pertama akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Semua persiapan telah selesai dilakukan. Kintan juga sudah mengundang beberapa tamu penting, termasuk Pak Doni dan Dejan sebagai rekan bisnis.Namun, satu-satunya orang yang sangat dia harapkan kedatangannya justru tidak memberi kabar apa pun sejak sebulan terakhir. Yang Kintan tidak tahu, nomornya memang sudah diblokir oleh Dejan. Dejan pun kini leluasa berkomunikasi dengan Kintan sebagai dirinya sendiri.Kintan tidak tahu apa yang salah dengan dirinya. Dia hanya bisa menghubung-hubungkan kepergian Devan dengan keberadaan Talita serta menyimpulkan beberapa hal yang sepertinya cocok. Yang masih tidak dia mengerti, sudah berapa lama Devan di Jambi?

  • Penyamaran Saudara Kembar   Grand Opening Toko Cabang

    Kintan tak henti-henti menebar senyum pada tamu undangan yang hadir. Kilat cahaya kamera berulang kali menerpa wajahnya yang putih bersih. Mata jernih itu menyapu satu per satu tamunya dan memperhatikan detail khusus untuk mengenali mereka."Halo, Tante Lina. Terima kasih sudah hadir," sapa Kintan pada wanita paruh baya yang mengenakan setelan putih. Penampilannya terlihat nyentrik karena menenteng tas merek ternama dengan motif kulit ular."Selamat, ya, Kintan. Tante enggak nyangka kamu bisa sesukses ini."Meski tersenyum, komentar wanita bernama Lina itu lebih terdengar sinis. Tangannya sibuk mengayunkan kipas lebar seolah-olah ruangan dengan AC itu masih terasa gerah.Kintan mengabaikan sikap dingin tantenya itu. Harinya terlalu baik untuk dirusak oleh hal sepele. Acara pembukaan cabang pertama Key and Cake itu bersamaan dengan restoran Rasa Nusantara milik Pak Wishnu, rekan sekaligus investor Kintan. Banyak tamu penting hadir dan itu bagus itu memperluas koneksi.Rest area tempat

Bab terbaru

  • Penyamaran Saudara Kembar   Hukum Tabur Tuai

    Pernikahan Devan dan Talita awalnya terasa begitu indah. Mereka menggelar resepsi mewah dan mampu mengundang penyanyi favorit Talita sebagai bintang tamu. Bulan madunya pun tidak main-main, paket perjalanan ke lima negara Eropa selama 10 hari. Semua tampak baik-baik saja hingga kemudian badai menerpa di usia pernikahan yang masih seumur jagung.Pernikahan yang semula terasa manis dan indah, berubah menjadi hari-hari penuh pertengkaran. Curiga, cemburu, dan miskomunikasi adalah makanan sehari-hari. Rumah yang masih dalam cicilan itu menjadi saksi bisu terbongkarnya kebusukan Talita satu demi satu.Di usia kehamilan Talita yang menginjak 7 bulan, Devan harus menjalani serangkaian proses pemeriksaan di kantor. Divisi keuangan melaporkan adanya tindak penggelapan uang proyek pada audit tahunan. Tersangkanya adalah Talita selama mereka bertugas di Jambi.Perusahaan ditaksir mengalami kerugian hingga 200 juta rupiah. Tim Legal awalnya ingin melaporkan kasus tersebut ke polisi, tetapi Devan

  • Penyamaran Saudara Kembar   Awal yang Baru

    "Besok aku akan bicara dengan Om dan Tante, Bu. Nggak usah takut, kita nggak salah. Dzolim sekali kalau mereka menuntut warisan sementara Ayah memiliki istri dan anak yang masih hidup!" ucap Kintan tegas.Kintan geram sebab kerabatnya sudah kelewat batas. Warisan yang ditinggalkan Pak Surya memang cukup banyak, meliputi tabungan, rumah, tanah, dan toko kue. Namun, bukan berarti mereka bisa meminta seenaknya. Itu tidak sesuai dengan hukum perdata maupun hukum Islam."Tadi Ibu sudah berusaha menyampaikan pendapat, tapi mereka masih kekeh. Om Yudi merasa berhak mendapatkan bagi hasil toko kue karena dulu ikut menyumbang material. Tante Ira juga merasa berhak dapat warisan tanah karena pembagian dari kakek kamu dulu tidak sama banyak. Ibu sudah capek, Tan.""Mana bisa begitu? Kalau niat awalnya bantu ya bantu. Urusan pembagian warisan dari Kakek juga bukan tanggung jawab kita. Udah, pokoknya Ibu istirahat ya, jangan mikirin hal-hal nggak penting kayak gitu. Sekarang aku yang akan pasang b

  • Penyamaran Saudara Kembar   Setelah Ayah Pergi

    Dinda menemui Kintan dan Bu Ranti. Dia harus menjelaskan perihal chef kiriman Dejan sebelum mereka salah paham. Lagi pula, tambahan bantuan itu juga sangat berarti di tengah sibuknya persiapan acara doa bersama. "Jadi, maksud kamu, Mas Dejan sengaja mengirim chef pribadi ke sini untuk menyiapkan konsumsi selama tiga hari ke depan?" Kintan mengulang informasi yang didengarnya. Dinda mengangguk mengiakan. "Kintan, Tante, sebelumnya aku minta maaf kalau terkesan lancang. Tolong jangan menolak dan menyalahartikan niat baiknya. Dejan benar-benar tulus ingin membantu." Dinda menunduk dalam. Dia siap dengan segala konsekuensi yang mungkin akan diterima. "Tapi buat apa, Din?" Intonasi Kintan meninggi. "Aku nggak pernah minta! Bayar chef pribadi itu mahal, apalagi sampai tiga hari. Terus aku harus diam menikmati semua bantuannya dan berpikir dia nggak punya niat tersembunyi? Mana bisa begitu!" "Kintan, pelankan suaramu, Nak. Ada banyak kerabat di luar," tegur Bu Ranti. Dia pun sebenarn

  • Penyamaran Saudara Kembar   Chef Pribadi untuk Tuan Putri

    Jalanan macet, pikiran kusut, dan Talita yang seenaknya pergi setelah marah-marah adalah kombinasi memuakkan hingga membuat Devan memukul setirnya berulang kali. Tanpa memedulikan tatapan sinis pengendara lain, dia menekan klakson tidak sabaran. Kepalanya berdenyut nyeri. Semua hal seolah terjadi begitu cepat hingga Devan tak sanggup membendung akibatnya."Haruskah aku datang ke pemakaman?" tanyanya dalam hati, berulang kali.Namun, ada keraguan besar yang menahan langkahnya. Apakah kedatangan Devan bisa diterima oleh keluarga Kintan? Dia khawatir, keributan besar akan terjadi dan mengganggu suasana mereka yang tengah berduka.Selain itu, diam-diam Devan juga takut dilaporkan ke polisi. Bagaimana jika keluarga Kintan menuntutnya dengan pasal pembunuhan yang tidak disengaja? Devan pernah menonton berita televisi, pelaku kejahatan tersebut juga bisa masuk penjara. Jika itu terjadi, tamatlah riwayatnya.Devan mengepalkan tangannya yang gemetaran. Dia berusaha mengatur napas. Tidak. Kinta

  • Penyamaran Saudara Kembar   Bendera Kuning

    Mobil jenazah melaju pelan memasuki gang. Sirinenya tidak dinyalakan, sesuai permintaan keluarga. Sudah ada seorang lelaki di ujung gang yang memandu mobil tersebut. Tetangga lainnya juga sudah ramai berkerumun di depan rumah yang sedang berduka.Ketika pintu mobil dibuka, Kintan turun terlebih dahulu. Matanya sembab dan pandangannya kosong. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, dia memegang tangan Bu Ranti untuk membantunya turun. Peti jenazah diturunkan oleh beberapa orang lelaki untuk disalatkan terlebih dahulu.Dinda menghambur dan memeluk Kintan. Berulang kali dia mengucap maaf karena tidak bisa membersamai sang sahabat di titik terendah. Pada saat Pak Surya dirawat di rumah sakit, Dinda tengah berada di Bandung untuk mengurus kasus sengketa tanah keluarga."Aku bersaksi ayahmu orang baik, Tan. Semoga Allah ampuni dosanya, terima seluruh amal baiknya, dan tempatkan di surga," bisik Dinda.Kintan mengangguk dan mengamini doa sahabatnya. Sejujurnya, dia sedih sekaligus bahagia. Bagai

  • Penyamaran Saudara Kembar   Pesan Terakhir

    Pak Surya keluar dari ruang ICU sehari pasca operasi. Dokter menyatakan kondisinya sudah cukup stabil. Untuk mempercepat proses pemulihan, lelaki berusia setengah abad tersebut diharuskan menjalani rawat inap selama beberapa waktu. Ada pemantauan rutin untuk memeriksa bekas luka jahit, ritme detak jantung, serta tanda vital lainnya.Pagi itu, Pak Surya minta disuapi oleh Kintan. Gadis itu pun dengan senang hati memenuhi permintaan ayahnya. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak quality time. Momen itu pun dimanfaatkan Kintan untuk membahas hal-hal yang menyenangkan demi kesembuhan Pak Surya."Nanti kalau Ayah sudah boleh pulang, kita jalan-jalan ke Lembang, yuk!" katanya seraya meyuapkan sesendok bubur hambar.Pak Surya terkekeh dan mengangguk. Meski bibirnya masih pucat, wajahnya terlihat lebih bersih dan berseri."Nanti aku tanya dokter deh, Ayah boleh makan cake atau nggak. Aku punya resep baru lho yang belum Ayah coba." Kintan terlihat bersemangat. Dia memang sudah cukup lama ingi

  • Penyamaran Saudara Kembar   Nyonya Devan

    Pak Surya masih belum sadarkan diri selepas menjalani operasi pemasangan ring jantung. Lelaki paruh baya itu terkulai lemah di ruang pemulihan. Bibirnya pucat dan tubuhnya sama sekali tidak bergerak. Satu-satunya penanda bahwa dia masih hidup adalah bunyi 'bip' berulang dari alat monitor jantung.Berbagai macam selang terpasang di tubuhnya. Satu selang terhubung ke tabung oksigen. Selang lain untuk mendeteksi detak jantung. Ada pula selang infus dan selang pembuangan. Selang-selang itulah yang menopang tanda vital kehidupannya."Ngapain, sih, dia masih di sini?" tanya Bu Ranti, lebih seperti menggerutu. Matanya melirik Bu Dian yang sepertinya sedang berzikir dengan suara lirih.Pak Doni sedang mengantar Dejan ke bandara. Lelaki itu hanya bisa menunggui operasi Pak Surya sampai separuh jalan. Meskipun ingin berada di sana lebih lama, kewajibannya untuk mengurus bisnis harus menjadi prioritas untuk saat ini."Jangan begitu, Bu. Tante Dian sudah banyak membantu dari tadi." Kintan menging

  • Penyamaran Saudara Kembar   Konfrontasi

    Devan menarik paksa lengan Talita. Matanya nyalang penuh amarah. Sebenarnya Talita kesakitan karena cengkeraman lelaki itu sangat kuat, tetapi dia tidak berani protes atau meronta. Jantungnya bertalu-talu, menanti kiranya hukuman apa yang akan diberikan Devan atas keributan tersebut. Di satu sisi, dia menyesal karena telah melanggar larangan Devan. Jelas, setelah ini, mereka berdua akan mendapat hukuman dari kantor. Namun, di sisi lain, Talita juga tidak terima dibicarakan di belakang seperti itu. Devan melepas cengkeraman dan bersegera menutup pintu begitu tiba di ruangannya. Dengan kasar, dia setengah mendorong Talita agar duduk di salah satu kursi. "Kamu sudah gila? Hah?!" bentak Devan. Dia mati-matian mengecilkan volume suara agar tidak terdengar dari luar. Devan tahu, pegawai lain pasti sedang berkumpul di depan ruangannya untuk menguping. "Baru kemarin aku tekankan supaya kamu sembunyikan kehamilan dulu. Baru kemarin, Tal. Kamu segitunya butuh pengakuan? Kamu takut aku lari

  • Penyamaran Saudara Kembar   Skandal yang Terbongkar

    "Nasi sudah menjadi bubur. Meminta maaf sekarang tidak akan mengubah apa pun. Silakan pulang saja!" hardik Bu Ranti. Suaranya bergetar karena menahan tangis. Kintan memegangi bahu ibunya. Di satu sisi, dia tidak sampai hati mengusir keluarga Devan. Namun, di sisi lain, dia juga sangat memahami dan menghormati pilihan sang ibu. Memang tidak mudah membukakan pintu maaf kepada seseorang yang pernah merugikan kita. Apalagi dalam hal ini, nyawa taruhannya. Bu Dian masih belum beranjak. Dia tetap bersimpuh di hadapan Bu Ranti meski wanita itu berkali-kali menyingkirkan tangannya.Dejan memandang Kintan dengan wajah memelas. Melalui isyarat, dia meminta Kintan menjauh untuk membicarakan sesuatu. Dejan berjalan dahulu menuju koridor di sisi kanan ruang operasi. Kintan menyusul setelah terlebih dahulu mohon permisi kepada Bu Dian."Ada apa, Mas?" tanyanya setelah berhadapan dengan Dejan. Mereka leluasa bercakap-cakap karena di lorong itu minim lalu lalang orang lewat."Seperti janjiku kemar

DMCA.com Protection Status