"Mbak... Mbak Rani!" Ketukan kecil di pintu, berubah menjadi gedoran."Hahaha...." Yanti tertawa kecil. "Sudah mampus kali, Bu, si Rani!" cetusnya."Hush..! Kalau ngomong jangan sembarangan!" tegur Bu Wati."Habis, dari tadi pintu diketok senyaring itu, masa nggak dengar?""Biasanya, kan, orang kalau nggak dengar gitu, berati orangnya !" Yanti meletakkan jarinya di leher, kemudian memperagakan seolah orang yang menyayat lehernya.Bu Wati terus saja mengetuk, ia tak menyerah. "Kalau sampai sekali lagi nggak dibukakan pintu, terpaksa harus meminta warga di sini untuk mendobrak pintunya," batin Bu Wati.Tokk.. Tokk... Tokk..."Assalamu'alaikum, Mbak Rani!" panggilnya dengan sedikit keras.Rani yang baru keluar dari toilet, mendengar ada seseorang memanggil namanya, bergegas menuju ke pintu depan."Wa'alaikumussalam! Sebentar!" balasnya dari balik pintu, sembari memutar kunci."Oh, Bu Wati!" serunya. "Ada apa, Bu?"Bu Wati bernafas lega, setelah Rani membukakan pintu. "Alhamdulillah, Mbak
Read more