Home / Pernikahan / Pembalasan Istri Sang CEO / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Pembalasan Istri Sang CEO: Chapter 91 - Chapter 100

195 Chapters

Perjumpaan dengan Calista

Alex kembali asyik berbincang dengan Sherin. Yang membuat Intan tercengang dalam hatinya adalah karena Sherin kembali bersikap baik dan ramah ketika Alex ada bersama dengan mereka.Beberapa kali Sherin bahkan mengajak Intan berbincang dengan akrab. Sikap Sherin membuat Intan merasa muak. Ternyata sepupu Alex itu bermuka dua dan pandai mencari muka. Intan memilih diam, tidak ingin meladeni permainan Sherin. Alex melirik Intan beberapa kali dan berusaha mencairkan suasana yang tidak nyaman itu. Alex bisa membaca melalui ekspresi wajah Intan kalau ia memang menjaga jarak dengan Sherin. "Apa kamu yakin gak akan kembali ke Indonesia dalam waktu dekat?" tanya Alex pada Sherin. "Iya, Mas. Aku harus fokus belajar dan mengerjakan semua yang terbaik untuk perusahaan papa," jawab Sherin. "Bagus, siapa tahu kamu bisa mendapat jodoh di sana, iya kan Sayang?" Alex menatap Intan yang duduk di sampingnya. Ia ingin wanita yang ia cintai itu merasa nyaman dan terlibat dalam keakraban malam itu. In
Read more

Darren sakit

"Sherin, Calista, kalian memang keterlaluan! Sherin, apa ini rencanamu? Kamu sengaja mengundang Calista kemari untuk merusak hubunganku dengan Intan?" seru Alex. "Itu gak benar, Mas," jawab Sherin. "Iya, aku dan Sherin sudah lama gak saling berhubungan. Kita memang bertemu secara kebetulan di sini," kata Calista. Intan memalingkan wajahnya, ia merasa kesal dengan ulah Sherin. Kini wajah Sherin terlihat sedih, seolah dia yang menjadi korban karena Intan menyalahkan dirinya. Itu membuat Intan semakin kesal dan tidak tahan lagi berada di tempat itu. "Saya permisi. Terimakasih sudah mengundang saya." Intan berdiri menatap Sherin dan Calista. Ia tidak mau menundukkan kepala dan terlihat kalah di depan mereka. Intan meninggalkan meja itu, diikuti oleh Alex yang mengekori langkahnya. "Tunggu, Sayang!" Alex memegang lengan Intan, lalu keduanya pun masuk ke mobilIntan mendengus kesal, ia menyesal karena menyetujui ajakan Alex untuk pergi menemui Sherin malam itu. Sebenarnya sejak awal m
Read more

Kondisi Darren

Air mata Intan tak berhenti mengalir, apalagi ketika ia melihat perawat memasang infus di tangan Darren. Darren menangis ketika jarum suntik mulai menusuk kulit tangannya. Ia meronta dan menolak, ingin melepaskan diri. Hati Intan terkoyak kala melihat buah hatinya merasa sakit, tetapi memang tidak ada pilihan lain. "Sabar, Sayang. Tahan sakitnya, ya! Darren anak mama yang hebat dan kuat. Mama akan selalu ada di sini, Nak," kata Intan sambil memegang tangan Darren. Alex yang selalu berada di sisi Intan juga merasa tidak sampai hati melihatnya. Setelah infus berhasil terpasang, Darren dipindahkan ke kamar perawatan. Intan berjalan sedih di belakang tempat tidur Darren yang didorong oleh perawat. Mereka masuk ke sebuah elevator besar dan menuju kamar perawatan di lantai atas. Alex menggandeng tangan Intan yang mendadak lemas. Alex berupaya memberikan dukungan dan kekuatan untuk Intan. Akhirnya mereka tiba di kamar VIP di rumah sakit itu. Ruangan kamar itu cukup luas, ada sofa dan tem
Read more

Transfusi Darah

"Apa yang terjadi, Dokter? Anak saya kenapa?" tanya Intan. "Dia mengalami pendarahan, harus segera dilakukan transfusi darah untuk Darren," jawab dokter itu. "Ambil darah saya saja, Dok," kata Intan dan Alex hampir bersamaan. "Silakan kalian ikut dengan perawat ke ruangan untuk memeriksa apakah kalian bisa melakukan donor darah." Dokter itu menunjuk seorang perawat yang akan membantu Intan dan Alex. Tanpa membuang waktu, Intan dan Alex segera mengikuti perawat itu. Perawat mengambil sampel darah mereka secara bergantian. Intan dan Alex menunggu beberapa saat di depan ruangan itu. Intan tidak bisa menyembunyikan rasa gelisah di hatinya dan berjalan bolak-balik. "Sayang, jangan panik! Kita akan segera menolong Darren," kata Alex. "Tapi aku sangat takut saat melihat darah tadi. Aku gak sanggup melihat Darren menderita." Intan menghapus air matanya dan bersandar di pelukan Alex. "Iya, Sayang, aku mengerti ketakutan dan perasaanmu." Perawat itu keluar dari ruangan dan menyampaikan
Read more

Intan menemui Tommy

Intan menatap dirinya di depan cermin, ia sedang bersiap-siap menuju ke kantor Tommy. Sebentar lagi sopir akan menjemput Intan dan mengantarnya ke sana. Sedangkan Alex akan menunggu di kantor Tommy dan menemani Intan menemuinya. "Ah, kenapa aku harus bertemu dia lagi? Aku benar-benar gak mau melihat atau bersinggungan dengan pria egois dan gak punya hati itu. Seandainya bukan karena Darren, aku gak akan sudi bertemu denganmu, Mas!" gumam Intan. Ia menatap Darren yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Jika bukan demi buah hatinya, Intan tidak akan melakukan hal itu. Ponsel Intan berdering, sopirnya menelepon dan memberi tahu bahwa ia sudah tiba di tempat parkir rumah sakit itu. "Bu, Intan pergi sebentar," kata Intan. "Kamu mau menemui Tommy?" tanya ibu. "Iya, gak ada cara lain, Bu. Intan harus memintanya mendonorkan darah untuk Darren," jawab Intan. "Apa susahnya Tommy langsung datang kemari? Darren juga anak Tommy, dan kita sedang berpacu dengan waktu. Bukankah Alex sudah
Read more

Tommy mengalah

"Tunggu!" Suara Tommy menggelegar di ruangan itu, membuat Alex dan Intan spontan berbalik dan menatapnya. "Baiklah, aku akan ikut kalian untuk mendonorkan darahku." Tommy terlihat benar-benar merenungkan ucapan Intan yang menusuk hatinya tadi. "Benarkah? Kamu bersedia memberikan darahmu untuk Darren tanpa syarat apapun?" Intan kembali memastikan. "Iya, aku hanya ingin kamu sesekali memberi kesempatan bagiku untuk dekat dengan Darren. Bagaimanapun juga, dia harus tahu bahwa aku benar-benar papa kandungnya. Hanya itu yang aku inginkan saat ini," jawab Tommy. Intan terdiam sejenak, sebenarnya itu juga sangat berat baginya. Kalau Tommy sering menemui Darren, tentu itu artinya ia dan Tommy juga akan sering bertemu.Intan merasa itu tidak adil bagi dirinya, karena seharusnya Tommy memang tidak mempunyai hak lagi untuk berhubungan dengan Darren. Tommy sama sekali tidak pernah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang papa pada buah hatinya. Intan merasa kesal, karena baru sekarang Tomm
Read more

Perdebatan Tommy dan Alex

Selama di rumah sakit, Tommy rutin mengunjungi Darren. Beberapa kali ia berusaha menunjukkan di depan Intan dan keluarganya bahwa dirinya adalah papa yang baik untuk Darren.Tommy membawa mainan dan makanan untuk Darren. Ia mengajak Darren bermain bersama dan berusaha membuat putranya itu senang. Intan melihat hubungan Tommy dan Darren mulai membaik, Darren tidak lagi takut berada di dekat Tommy. Bagi Intan semua itu terlambat, Tommy baru datang setelah semua luka yang telah ia torehkan di hati Intan. Saat Tommy datang, Intan akan menjaga jarak dengannya. Ia memilih duduk di sofa, meminimalkan kontak apapun dengan mantan suaminya itu. Rudy sempat merasa kesal dan marah karena Intan mengijinkan Tommy mendekati Darren. "Mbak, kenapa sekarang Tommy bisa semaunya menemui Darren? Apa Mbak sudah memaafkan dia?""Rud, Mbak juga awalnya merasa gak rela saat Tommy mendekati Darren, tetapi kalau bukan karena bantuan Tommy yang bersedia mendonorkan darahnya, mungkin kondisi Darren gak akan
Read more

Tommy mengunjungi Silvy di RSJ

Tommy tersenyum sendiri melihat foto-foto dirinya bersama Darren di ponselnya. Wajah Darren yang imut dan menggemaskan, serta tingkahnya yang lucu selalu membuat Tommy merasa bahagia. "Ternyata anak kecil memang polos dan menggemaskan. Aku sangat suka berada dekat dengannya. Aku merasakan kebahagiaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya." Tommy mengusap layar ponselnya, seolah menyentuh langsung wajah Darren dengan jemarinya. Baru Tommy hari lalu berjumpa dengan Darren, kini ia sudah sangat merindukan bocah itu. Ia sangat ingin mengunjungi Darren di rumah Intan, tetapi Tommy sadar bahwa Intan, ibunya, dan Rudy kurang berkenan dengan kehadirannya. Penyesalan memang selalu datang terlambat, Tommy baru menyadari kebahagiaan yang telah hilang darinya. Andai dahulu ia tidak berbuat bodoh, mengkhianati dan menyakiti hati Intan, mungkin dirinya sudah bahagia bersama keluarga kecilnya.Ternyata perasaan cinta untuk Intan juga bisa bertumbuh seiring dengan waktu yang berjalan. Jika saja
Read more

Pertemuan Tommy dan Silvy

"Silvy, ini mama, Nak. Lihat siapa yang datang menjengukmu!" bisik Tante Pratiwi. Silvy menatap mamanya, lalu menoleh ke belakang, tempat Tommy berdiri. Untuk beberapa saat lamanya Silvy diam, keningnya berkerut seperti sedang berusaha mengingat dan berpikir. Tommy, Mama Silvy, dan perawat yang berada di ruangan itu menunggu reaksi Silvy saat melihat Tommy. Walaupun selalu menyebut nama Tommy, tapi mungkin reaksi Silvy akan berbeda saat bertemu langsung dengannya. Semuanya menunggu dan waspada, karena reaksi Silvy bisa saja di luar dugaan.Air mata mengalir membasahi pipi Silvy. Ia perlahan mendekat dan tidak melepaskan pandangannya dari mantan suaminya itu. Ada luka dan kesedihan dalam sorot matanya, tetapi sebuah senyum terbit di bibirnya. Silvy masih bisa mengingat dengan jelas siapa Tommy. "Mas Tommy." Lirih Silvy. Silvy mengulurkan tangannya yang gemetar dan menyentuh wajah Tommy. Namun Tommy terkejut dan mundur beberapa langkah untuk menghindar. "Kenapa kamu baru datang sek
Read more

Rencana makan malam romantis

Sebuah pesan dari Alex masuk ke gawai Intan. "Sayang, nanti malam kita makan malam bersama, ya? Aku sudah memesan tempat di Kafe Berlian. Kita langsung berjumpa di sana, karena aku punya kejutan istimewa untukmu."Intan tersenyum saat membaca pesan itu. Seingat Intan, tidak ada sesuatu yang istimewa hari itu, namun Alex memang selalu membuat kejutan manis. Perhatian dan tindakan Alex membuat hati Intan berbunga-bunga dan merasa istimewa. Ia membalas pesan itu dan kembali meletakkan ponselnya di meja. Setelah itu Intan kembali fokus pada laporan yang sedang ia periksa di layar laptopnya. Namun rasa gembira di hati Intan tak bisa disembunyikan begitu saja. Wajahnya yang ceria menyiratkan hal itu, bahkan Intan tidak menyadari saat Rudy masuk ke ruangannya. "Sepertinya Mbak sedang bahagia." Suara Rudy menyadarkan Intan dari lamunannya. Intan tersenyum, tidak ada yang bisa ia rahasiakan dari adiknya yang telah tumbuh dewasa itu. "Iya, Alex mengajak Mbak makan berdua nanti malam," jawa
Read more
PREV
1
...
89101112
...
20
DMCA.com Protection Status