Home / Pernikahan / Pembalasan Istri Sang CEO / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Pembalasan Istri Sang CEO: Chapter 111 - Chapter 120

195 Chapters

Hasutan Tommy

Sore itu Tommy datang ke rumah Intan untuk menemui putranya. "Selamat sore, Tuan. Mau cari siapa?" tanya asisten rumah tangga Intan. "Darren ada, Bi?" tanya Tommy. "Darren sedang berenang di kolam renang belakang rumah. Kalau Bu Intan sepertinya sedang ada di kamarnya," jawabnya. "Kalau begitu saya ke belakang dulu untuk menemui Darren," kata Tommy. "Apa Tuan sudah membuat janji dengan Bu Intan?" tanya wanita paruh baya itu. "Bi, saya ini papa kandungnya Darren. Saya rasa seorang papa gak perlu membuat janji untuk bertemu dengan anaknya," jawab Tommy. Tommy langsung masuk sambil membawa beberapa plastik berisi mainan dan makanan ringan untuk buah hatinya. Ia mengabaikan panggilan asisten rumah tangga itu yang berusaha untuk menahan Tommy di teras. "Pak, saya harus memberi tahu Bu Intan dan meminta ijin dulu padanya. Bapak harus mendapat ijin sebelum menemui Darren," terangnya. "Silakan tanya pada Intan, saya yakin kalau dia akan mengijinkan saya untuk bertemu dengan Darren. K
Read more

Terpaksa

Papa dan mama Alex sedang berada di luar kota saat Papa Calista jatuh sakit. Melihat kejadian yang sangat penting dan bisa saja berpengaruh besar, Papa Alex menyempatkan waktunya untuk pulang dan menemui Alex. Ia sengaja tidak memberi tahu putranya atau asisten rumah tangga mengenai rencana kepulangannya. "Tuan, kenapa gak memberi kabar kalau mau pulang?" tanya asisten rumah tangga di rumah itu. "Sejak kapan aku harus minta ijin padamu untuk pulang ke rumahku sendiri?" Papa Alex langsung masuk ke dalam rumah. Wanita paruh baya yang sudah cukup lama bekerja di rumah itu tersentak kaget. Dari ekspresi wajah dan perkataan tuannya, asisten rumah tangga itu bisa menerka dengan jelas kondisi emosi tuannya. "Mana Alex?" tanya Papa Alex. "Mas Alex belum pulang dari kantor, Mas," jawab asisten rumah tangga itu. "Ya sudah, tolong siapkan makanan dan minuman!" Papa Alex langsung menuju ke kamarnya yang terletak di lantai dua. Wanita paruh baya itu bergegas, menyiapkan makanan dan minuman
Read more

Pesan terakhir Papa Calista

"Itu gak mungkin, Intan! Aku gak akan mau menikahi Calista dengan alasan apapun. Aku sudah menyampaikan hal itu dengan tegas pada papa," jawab Alex dengan cepat dan yakin. "Entahlah, Alex, sejujurnya aku gak bisa mempercayai ucapanmu sepenuhnya. Aku melihat dengan jelas, kalau papamu bisa mengatur dan mengendalikanmu sepenuhnya," kata Intan. "Jangan seperti itu, Sayang! Aku mohon, percayalah padaku! Tunggulah dan aku akan membuktikannya padamu!" bisik Alex. Tok... Tok... Tok... "Alex, apa kamu sudah siap?" Terdengar ketukan dari luar pintu kamar itu. "Sudah, Pa," jawab Alex. "Sayang, aku harus pergi sekarang. Ingatlah pesanku! Kamu harus tetap yakin padaku. Cuma kamu yang ada di hatiku, Intan," kata Alex sebelum mengakhiri panggilan telepon itu. Alex menghela nafas panjang, lalu menatap pantulan dirinya di cermin. Entah mengapa, ada beban yang sangat berat di dalam hatinya. Ia juga tidak mengetahui dengan pasti, apa yang terjadi nanti. Persoalan Papa Calista merupakan masalah y
Read more

Papa Calista meninggal dunia

"Apa?! Tapi itu gak mungkin, Om," jawab Alex. "Sst... Alex, tolong jangan egois di saat seperti ini! Kasihan Papa Calista, biarkan dia tenang!" bisik papanya. Papa Alex memegang tangan Papa Calista dan menatapnya dengan serius. "Kamu tenang saja! Alex akan melakukan apa yang kamu minta. Dia akan menjaga Calista dengan baik. Aku pastikan mereka berdua akan segera menikah.""Pa...." kata Alex. Namun pria paruh baya itu mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Alex tak bicara lagi. Alex mengerti bahwa itu adalah situasi darurat, tetapi ia tahu bahwa hatinya tidak dapat berbohong. Ia bungkam, tetapi hatinya terus bergejolak. "Ah, aku bisa pergi dengan tenang sekarang," kata Papa Calista. Sebutir air bening mengalir di pipinya, sebelum ia tersengal dan menghembuskan nafas terakhirnya. "Papa...." Calista berteriak dengan suara keras ketika tangan sang papa yang sedang ia genggam terkulai. Mama Calista yang berdiri dengan jarak beberapa langkah dari tempat tidur suaminya itu segera be
Read more

Menagih Janji

Intan memejamkan matanya dan bersandar pada sandaran tempat tidurnya. Rudy mengirimkan foto-foto yang memperlihatkan kondisi rumah duka itu. Tentu tujuan utama Rudy adalah memperlihatkan bahwa Alex berada di situ dan melakukan sesuatu yang bisa membuat Intan kembali merasa kecewa. Alex duduk di samping Calista dan memeluknya dengan erat. Sekalipun Intan lebih kuat dan tegar saat ini, rasa kecewa dan sakit hati tetap ia rasakan. Sebagai seorang wanita, mungkin sangat wajar jika Intan terluka dan kecewa karena merasa dibohongi dan dikhianati. Intan menerawang jauh, rasanya tak ada daya lagi untuk berharap dan merajut asa dengan Alex. Alex memang meminta Intan untuk menunggu, tapi entah sampai kapan semuanya akan kembali seperti dahulu. Intan baru tersadar dari lamunannya ketika Rudy membuka pintu dan masuk ke kamarnya. Intan mencoba menutupi rasa di hatinya. Ia berusaha menahan air matanya walaupun batinnya menjerit perih dan pilu. "Sudah pulang, Rud?" sapa Intan sambil berusaha meny
Read more

Mengancam bunuh diri

"Papa gak bisa memaksa aku. Aku ini manusia yang punya hati dan pikiran sendiri. Aku bukan robot, Pa!" seru Alex. Alex yang semula berusaha menguasai diri dan menjaga perasaan Calista dan keluarganya, kini tidak bisa lagi menahan diri. "Alex! Jaga sikapmu! Semua yang ada di sini sedang dalam suasana berduka." Nada suara Papa Alex meninggi. "Tapi aku gak bisa menuruti kemauan Papa. Aku gak pernah berjanji untuk menikahi Calista. Kalau Papa mau, silakan Papa yang menikahi dia.""Alex, keterlaluan kamu!" Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Alex. Semua orang yang ada di ruangan itu tersentak, tidak menyangka akan terjadi keributan di tempat itu. Mama Calista menangis dengan suara keras, sehingga beberapa saudara yang berada di dekatnya berusaha menenangkannya. "Jahat kamu, Alex! Apa kurangnya Calista di ?matamu sehingga kamu gak bisa menerima dia?" tanya Mama Calista. "Tante, Calista itu cantik dan sempurna, tetapi masalah hati tidak bisa dipaksakan. Aku berhak memilih wanita ya
Read more

Tommy menolong Intan

Setelah acara pemakaman usai, Intan meninggalkan area pemakaman itu dan berjalan menuju mobilnya. Ia enggan berpamitan pada Calista dan Alex lagi. Intan membuka pintu mobilnya, namun tepat pada saat itu, Alex datang dan ikut masuk ke dalam mobil itu. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Intan. "Intan, aku ingin menjelaskan semua. Aku minta maaf kalau akhirnya jadi seperti ini. Ini benar-benar ada di luar kendaliku." Alex mengacak rambutnya sendiri. "Mau menjelaskan apa lagi? Semuanya sudah cukup jelas bagiku, Alex. Kamu memilih Calista daripada aku. Menurutku ini bukan hal yang aneh atau baru. Laki-laki memang akan selalu berpaling jika ada wanita yang menurutnya lebih baik, cantik, dan menarik," kata Intan dengan santai. "Bukan begitu, Intan. Aku terpaksa melakukan itu. Posisiku saat ini sangat sulit. Kamu harus tahu apa yang terjadi semalam.""Aku gak mau tahu apapun lagi, Alex. Jangan memakai banyak alasan atau menyalahkan orang lain atas keputusan yang kamu ambil! Jadilah p
Read more

Usaha Tommy merebut hati Intan

Tommy mengemudi mobil Intan dan mengantarnya ke rumah. Di sepanjang perjalanan, Intan hanya diam membisu dan menatap ke luar jendela. Ia sama sekali menghindari kontak apapun dengan Tommy. "Kamu gak apa-apa?" tanya Tommy setelah sekian lama berpikir dan mencari kata-kata yang tepat untuk memulai pembicaraan. Entah mengapa hanya untuk bicara dengan Intan, jantung Tommy berdebar kencang tak menentu. "Iya, terimakasih karena sudah menolongku. Seharusnya Mas gak perlu melakukan itu, karena aku bisa melindungi diri sendiri," jawab Intan. "Iya, aku tahu kalau kamu bisa menolong dirimu sendiri. Aku hanya gak rela orang-orang merendahkan kamu dan menyudutkanmu seperti tadi. Aku pasti akan membelamu dan melindungi kamu, Intan."Intan melirik mantan suaminya itu. Ingin rasanya ia tertawa, karena sikap Tommy saat ini sangat bertolak belakang dengan sikapnya dahulu. "Kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan, Mas? Apa kamu salah makan atau minum sebelumnya?" tanya Intan. "Apa maksudmu? Tentu s
Read more

Jodoh untuk Rudy

Siang itu Rudy sedang menghadiri acara makan malam yang diadakan oleh sebuah perusahaan ternama di kota itu. Seperti biasa, setelah acara makan malam, beberapa pengusaha saling berbincang dengan akrab. Banyak hal yang bisa menjadi topik pembahasan mereka, baik pembicaraan santai, kegemaran di waktu luang, bahkan rencana kerja sama bisnis di masa yang akan datang. Rudy cukup pintar menyesuaikan diri. Saat ini ia tampil sebagai sosok pengusaha muda yang cerdas dan kaya raya. Tidak ada lagi figur pemuda desa yang lugu dan biasa direndahkan dalam dirinya. "Pak Rudy belum menikah, ya?" tanya salah seorang pria yang duduk di dekat Rudy. "Iya, Pak," jawab Rudy sambil tersenyum. "Wah, tunggu apa lagi, Pak? Saya yakin dengan jabatan dan kekayaan yang Bapak miliki, banyak wanita yang mengantre ingin menjadi istri Bapak.""Saya belum memikirkan itu, Pak. Saya masih ingin fokus dengan karir dan pekerjaan. Saya akan menikah jika sudah menemukan orang yang tepat," jawab Rudy. "Wah, hebat sek
Read more

Rudy jatuh cinta

Agnes mengajak Rudy berjalan-jalan di halaman belakang rumahnya. Saat sedang jalan bersama, Rudy dan Agnes memang terlihat sangat serasi. Tubuh Agnes ramping dan tinggi semampai, sangat cocok berdampingan dengan Rudy yang juga memiliki tubuh tinggi. "Kamu kuliah di luar negeri, ya? Kenapa gak mau tinggal di sana?" tanya Rudy. "Iya, Mas. Aku cukup lama tinggal di Australia, dan setelah lulus kuliah, aku memilih pulang ke Indonesia. Walaupun di luar negeri cukup nyaman dan menyenangkan, sepertinya hatiku tetap terpaut pada kampung halaman," jawab Agnes. "Wah, ternyata kamu punya rasa nasionalisme yang tinggi," kata Rudy. Agnes tertawa mendengar perkataan Rudy, senyumnya sangat indah untuk dipandang. "Bukan begitu, Mas, aku lebih suka makanan Indonesia, juga orang-orangnya yang ramah. Papa beberapa kali membujuk agar aku mau pindah ke Singapura dan belajar mengelola bisnis keluarga, tetapi aku belum berminat.""Kenapa? Suatu saat memang papamu membutuhkan penerus untuk usahanya. Seh
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
20
DMCA.com Protection Status