Home / Pernikahan / Bukan Aku Yang Mandul / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Bukan Aku Yang Mandul: Chapter 61 - Chapter 70

108 Chapters

61. Mereda

“Benar yang diucapkan Wahid, Nurul?” Kyai Reza menatap anaknya dengan tatapan menahan kesal.Wajah Nurul seketika pucat. Bibirnya bergetar hebat. Tangannya mencengkram erat ujung selimut yang menutupi tubuhnya.“Jawab!” sentak kyai Reza tak sabar menunggu anak perempuannya bersuara.Air mata Nurul langsung mengalir deras. Tampaknya kyai Reza tak perlu menunggu jawaban putrinya. Berkali-kali ia mengucapkan istighfar seraya mengelus dadanya. Napas kyai Reza terengah-engah. Semakin lama dadanya terasa sesak hingga ia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya. Untunglah Ibrahim yang berada di sebelahnya sigag menopang tubuh kyai Reza.“Kyai! Kyai baik-baik saja?” tanya Ibrahim panik.Wahid pun tak tinggal diam. Ia ikut menopang tubuh kyai Reza yang termasuk sekal. Keduanya lantas menuntun kyai Reza menuju sofa di sudut ruangan dekat pintu keluar kamar rawatnya Nurul.Sarah tak tinggal diam. Ia langsung meraih teko dan gelas kosong di samping meja nakas sebelah ranjangnya Nurul. Wanita hami
Read more

62. Kunjungan Untuk Aisyah

Haidar menatap dalam wajah putranya. Tak seperti biasanya, Haikal selalu ceria dan tak sabar untuk bertemu dengan Aisyah. Sepanjang jalan putranya itu akan terus menanyakan tentang ibunya.“Haikal, kasih tahu ayah apa yang dikatakan tante Zali!” pinta Haidar lembut agar tak menakuti putranya.Wajah Haikal tampak meragu dan sedikit takut. Namun, Haidar menunjukkan wajah yakin. Ia lantas membelai lembut kepala putranya.Benar. Berbicara dengan anak seusia Haikal harus dengan lembut dan hati-hati. Membangun rasa percaya dengan putranya agar Haikal mau berbicara.“Tidak apa-apa, ayah tidak akan marah,” ucap Haidar diikuti senyuman hangat. “Bunda juga nggak akan marah,” sambungnya seolah mengerti tatapan ragu putranya.“Tante Zali bilang, kalau bunda Aisyah itu bukan ibu yang melahirkan aku. Nanti bunda akan merebut ayah dari aku karena bunda Aisyah adalah ibu tiri ... ibu tiri jahat,” ucap Haikal polos dan jujur.Tangan Haidar meremas kemudi mobilnya menyalurkan
Read more

63. Pengakuan Haidar

“Rangkaian pesan teror dari kak Zali,” jawab Aisyah ragu. “Sebenarnya aku merahasiakannya sejak lama, tetapi ibu mengetahuinya dan memintaku untuk bercerita padamu, Haidar.”Kedua bola mata Haidar membulat sempurna. Ia menatap jelas wajah sedih dan tertekannya Aisyah. Kemudian ia langsung berpindah pada ponsel milik wanita di hadapannya.Baru saja beberapa pesan yang dibacanya, tubuhnya sudah terasa terbakar. Kalimat ancaman dan umpatan tak tahu malu dari Zalimar tertulis di sana ditujukan kepada Aisyah. Dada Haidar tampak kembang kempis dan naik turun. Berkali-kali Haidar melafalkan istighfar agar ia tak terbakar amarah. Padahal dalam pesan itu Aisyah sama sekali tak merespon. Bahkan wanita itu memblokir nomornya, tetapi ada nomor baru dan terus menerornya dengan kalimat-kalimat umpatan dan ancaman. Dari tulisan dan bahasanya saja sudah bisa ditebak kalau itu adalah orang yang sama.“Kak Zali sungguh keterlaluan sekali,” ucap Haidar seraya mengusap rambut depannya hingga ke belakang
Read more

64. Saling Meyakinkan

“Katakan padaku, Aisyah! Di mana salahku?” tanya Haidar dengan tatapan pasrah.Asiyah terdiam. Bibirnya terasa terkunci. Ia bisa melihat jelas kesungguhan serta ketulusan lelaki tampan di hadapannya.“Apa aku tidak pantas mendampingimu, atau Haikal tak layak punya ibu sepertimu?” tanya Haidar lagi, semakin membuat Aisyah terdiam. “Katakan, Aisyah!”Perlahan, wanita cantik dengan hijab hijau tua itu pun menggelengkan kepalanya. Tak ada keraguan pada tatapan serta ucapan Haidar. Lelaki itu jujur.“Maafkan aku, Haidar. Aku hanya takut dan tak ingin terluka lagi,” ungkap Aisyah lalu diikuti senyuman penyesalan.“Aku tahu, Aisyah. Pasti sulit untuk bangkit dan percaya padaku, tapi aku mohon ... percaya padaku! Aku sudah melihat seperti apa rasa sakit yang kamu alami, jadi tidak mungkin aku akan membuat luka baru di hatimu,” ucap Haidar menenangkan.Aisyah langsung melebarkan senyumannya. Hatinya sungguh lega. Ingin rasanya ia menggapai lelaki di hadapannya dan memeluknya sebagai ungkapan b
Read more

65. Ancaman Haidar

“Sayang, Ayahnya kan besok pagi kerja, Haikal juga kan harus ke day care ... baju Ayah dan baju Haikal ada di rumah. Lain kali aja yah, nginepnya!” bujuk Haidar lembut.Tak hanya Haidar, Aisyah dan kedua orang tuanya turut memberikan pengertian pada anak kecil menggemaskan itu. Akhirnya Haikal pun menurut. Tak terlalu sulut membujuk Haikal kecil.Setelah berpamitan mereka berdua langsung pamit. Aisyah dan kedua orang tuanya mengantar anak dan ayah itu ke depan rumahnya. Mereka baru memasuki rumah setelah mobil yang dikendarai Haidar menghilang dari pandangan mereka.Sesampainya di dalam rumah, Aisyah pun menceritakan hasil perbincangannya dengan Haidar pada kedua orang tuanya, meminta pendapat dari mereka yang lebih tua serta lebih pengalaman. Awalnya, mereka terkejut saat mengetahui tentang Haidar dan Wahid. Akan tetapi, kedua orang tuanya tentu memahami tindakan dokter tampan itu.“Pastinya akan sulit untuk Haidar mengatakan pada Wahid kalau dia akan menikahi wanita yang tadinya ada
Read more

66. Ancaman Haidar 2

“Haidar, apa kamu begitu menyukai Aisyah hingga berani mengancamku?” tanya Zalimar menahan rasa panik dan terkejutnya.“Ya, aku sangat menyukainya!” jawab Haidar jujur dan menunjukkan ketegasan wajahnya.Zalimar menelan salivanya. Ia lantas menoleh pada Nurul. Wanita itu pun sama terkejutnya seperti dirinya.“Haidar, kamu tidak tahu seperti apa wanita itu! Aisyah tak sebaik yang kamu pikirkan,” seru Zalimar tetap pada pendiriannya.“Memangnya seperti apa Aisyah di mata, Kak Zali?” sela Haidar langsung dan langsung membuat Zalimar langsung terdiam.Bibir wanita di hadapannya mengatup, dengan wajah bingung. Haidar lantas berdesis heran. Ia lantas menyilangkan kedua tangannya di depan dada seraya menatap dalam menahan kesal pada Zalimar.“Sepertinya Kak Zali yang tak tahu siapa Aisyah ... bukan tak tahu, tetapi Kak Zali terlalu iri dengan kebaikan hatinya Aisyah sehingga jika dia kelak akan menyingkirkan kakak. Benar ‘kan?” tebak Haidar menduga.Benar. Zalimar memang iri pada Aisyah yang
Read more

67. Haidar Kecelakaan

Toni terdiam. Ia tak bisa menjawab ucapan Haidar. Mungkin dokter itu tak akan mengerti bagaimana ia dan Nurul dulu merasa tertekan saat masih berkuliah atau memang ucapan Haidar benar pikiran mereka terlalu liar hingga begitu mudahnya melanggar norma dengan alasan cinta.Akan tetapi lelaki itu tengah dirundung emosi. Ia tak suka diatur oleh siapa pun juga. Awalnya Toni menyesal dan merasa bersalah pada ayahnya.Tuntutan Rudi Surendra, ayahnya yang menginginkan dirinya menjadi anak kebanggaan keluarga. Toni yang frustasi karena tuntutan itu dan saat itu bertemu Nurul yang memiliki nasib sama. Rasa ingin memiliki Nurul tiba-tiba bertambah besar setelah ia mengetahui perkembangan anak yang dikandung wanitanya.“Pulanglah dan jangan kembali lagi! Biarkan wanitamu bahagia dengan keluarganya!” pinta Haidar mencoba berbicara lembut dengan Toni. “Kalian sudah berbeda!”“Kenapa kamu melakukan ini? Mencampuri urusanku dengan Nurul? Apa kamu takut jika aku merebut Nurul lalu suaminya yang sekara
Read more

68. Jaga Haikal!

“Argh!”Aisyah memekik kecil. Tak sengaja jarum yang sedang ia gunakan untuk menjahit renda pada kain yang sedang dirangkai menusuk ibu jarinya. Walaupun hanya sedikit yang tertusuk, rasanya perih sekali.Wanita itu langsung meletakan kain dan peralatan jahitnya agar darah yang keluar dari lukanya tak menetes. Ia memijat lembut seraya meniup lukanya, berharap rasa sakit dan perihnya berkurang. Kemudian ia melangkah menuju meja kerjanya yang berada di sudut kamarnya, meraih tissue untuk membersihkan darah yang berhasil dikeluarkan dari ibu jarinya.“Kok masih perih, yah!” gumam Aisyah dengan wajah sedikit meringis menahan sakit.Aisyah pun memilih menghisap luka pada ibu jarinya setelah tak keluar darah. Berharap dengan cara tersebut rasa perih dan
Read more

69. Untuk Haikal

Aisyah sedikit tersentak dengan pertanyaan Haikal. Cepat-cepat ia menghapus air matanya dan menunjukkan senyumannya yang kini tak tertutup cadar. Wanita cantik itu membungkuk dan menatap hangat wajah mungilnya Haikal.“Bunda nggak mau nemenin aku, ya?” tanya Haikal dengan nada sedih seraya menundukkan wajahnya. “Bunda pasti sedih karena harus nemenin aku,” duganya.“Kata siapa bunda sedih?” Aisyah balik bertanya sembari mengerutkan dahinya.Tangan Aisyah lantas meraih dagu mungilnya Haikal. Ia kembali memberikan tatapan hangat pada anak kecil yang tengan menurunkan kedua sudut bibirnya ke bawah. Aisyah lantas tertawa kecil, ekspresi Haikal benar-benar tampak menggemaskan.“Dengarkan bunda! Ada dua sebab kenapa orang dewasa itu menangis ... yang dikatakan Haikal benar kalau sedih akan menangis, tapi ada satu alasan lagi kenapa orang dewasa menangis.” Aisyah memberikan penjelasan yang menurutnya mudah dimengerti anak kecil di hadapannya. Tentu saja ia tak ingin membuat anak kecil itu s
Read more

70. Tindakan Ayahnya Haidar

Selama menunggu putranya ditangani tenaga medis, Harry, ayahnya Haidar mencari penyebab putranya menjadi korban kecelakaan tersebut. Beberapa fakta mengejutkan dirinya, terutama tentang perjanjian Toni dengan Haidar yang diberikan oleh petugas keamanan.Tentu saja, Harry merasa janggal saat melihat hasil rekaman CCTV di tempat parkir. Terlihat jelas bahwa kejadian tersebut bukanlah kecelakaan melainkan disengaja. Ia pun lantas memeriksa ponsel putranya. Untunglah Haidar tak pernah mengunci ponselnya, hingga Harry bisa leluasa memeriksa isi ponselnya. Beberapa dokumen dan bukti tentang Toni masih tersimpan rapi dalam ponsel Haidar. Termasuk identitas keluarganya Toni, yang menunjukkan bahwa pak Rudi adalah kepala sekolah.Alasan itulah yang membuat Harry berpikir bahwa pak Rudi lebih takut jika sampai Toni dipenjara karena sengaja mencelakai Haidar. Namun, yang membuat lelaki berparas bule itu menurut adalah mencari tahu pasti penyebab utama pemuda itu mencelakai putranya. Ia yakin se
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status