Home / Thriller / Disangka Ojek Ternyata Miliuner / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Disangka Ojek Ternyata Miliuner: Chapter 71 - Chapter 80

109 Chapters

Kritis di Ruang ICU

Malam itu, Regina tengah duduk di meja kerjanya, dengan lampu kamar yang menyinari dokumen-dokumen yang belum selesai ia revisi. Hening. Hanya suara ketikan keyboard yang terdengar, menambah kesunyian malam yang mencekam. Sesekali ia menghela napas, memikirkan banyak hal. Pikirannya tertuju pada masalah yang belum selesai antara kejanggalan tiga temannya dan Prof Gin, serta keanehan-keanehan yang ia rasakan sejak beberapa waktu terakhir. Namun, ia mencoba untuk tetap fokus pada tugasnya, berharap semua itu akan segera selesai.Tiba-tiba, ponselnya berdering. Regina menoleh, melihat layar yang menunjukkan nomor asing. Awalnya ia ragu, tidak mengenal nomor itu. Namun, ada sesuatu yang menggelitik hatinya, sesuatu yang membuatnya merasa harus mengangkat telepon tersebut. Ia mengusap ponsel itu dan menjawabnya dengan rasa penasaran."Halo,"[Selamat malam, apa benar ini dengan Regina Jensen]"Iya saya sendiri,"[Kami dari rumah sakit Medika ingin memberitahukan Anda bahwa ayah Anda, Rob
last updateLast Updated : 2025-01-29
Read more

Dari Buronan Jadi Tersangka

Pagi itu, matahari baru saja terbit, namun suasana di kontrakan Morgan sudah terasa tegang. Di dalam kamar, Morgan, Dion, dan Jon masih tertidur lelap, tubuh mereka tertutupi selimut tebal. Namun, ketenangan pagi itu segera terganggu oleh suara alarm ponsel yang berdering. Jon, yang tidur di atas kasur dekat jendela, terbangun dan meraih ponselnya dengan tangan yang masih setengah sadar.Begitu ia membuka layar ponsel, wajahnya langsung berubah. Berita terbaru muncul di Instagram, dengan judul yang mencolok dan menyentak hati."Tragedi Ledakan di Kampus: Prof Robert Jensen Dilarikan ke Rumah Sakit dengan Luka Bakar Serius, Tiga Mahasiswa Diduga Terlibat"Jon langsung terlonjak dari tempat tidurnya, matanya terbuka lebar. Tanpa berpikir panjang, ia cepat-cepat mengguncang tubuh Morgan yang tidur di sampingnya. "Morgan! Dion! Bangun, kalian lihat ini!" teriak Jon dengan suara terbata-bata.Dion yang masih mengantuk langsung meremut wajahnya, berusaha mengusir kantuk. Namun, begitu mend
last updateLast Updated : 2025-01-29
Read more

Sebab - Akibat

Morgan, Jon, dan Dion melangkah pelan ke dalam sel penjara dengan langkah berat. Suara kunci besi beradu menggema di ruangan itu, menandakan pintu sel telah dikunci rapat.Baju oranye yang kini melekat di tubuh mereka terasa begitu asing, begitu menusuk harga diri. Dulu, mereka adalah mahasiswa unggulan, nama mereka terpampang di papan pengumuman kampus sebagai mahasiswa berprestasi. Foto-foto mereka sering muncul di media sosial universitas, dipuji sebagai anak-anak muda yang berbakat, punya masa depan cerah. Tapi sekarang? Mereka tak lebih dari tahanan, mengenakan seragam yang sama dengan para kriminal yang ada di ruangan ini.Morgan melirik ke sekeliling. Di dalam sel itu, beberapa tahanan lain menatap mereka dengan tatapan tak mengenakkan. Wajah-wajah sangar itu membuat nyalinya menciut. Ada yang bertato di leher, ada yang bekas luka menggores wajahnya, ada yang duduk bersandar di dinding dengan tatapan sinis Tidak ada yang tersenyum, tidak ada yang ramah. Seakan mereka semua si
last updateLast Updated : 2025-01-29
Read more

Siapa Yang Naruh Agus Disini

Bunyi langkah sepatu beradu dengan lantai beton menggema di dalam sel tahanan. Beberapa petugas penjara berjalan di sepanjang koridor, mendorong troli logam yang penuh dengan nampan berisi makanan. Suara gesekan logam dan langkah kaki para tahanan yang mendekat untuk mengantri.Morgan, Jon, dan Dion masih diam di sudut ruangan, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka. Mereka belum sepenuhnya percaya bahwa hidup mereka telah berubah secepat ini. Kemarin mereka masih mahasiswa unggulan, wajah mereka terpampang di papan pengumuman kampus. Hari ini, mereka hanya tahanan berbaju oranye, duduk di lantai dingin dengan kepala penuh kebingungan.Seorang sipir meletakkan nampan di depan mereka. "Makan," katanya singkat sebelum melanjutkan membagikan makanan ke tahanan lain.Morgan melirik isi nampan itu.Sepotong ayam goreng, sayur bening dengan potongan kecil wortel dan sawi, serta nasi putih yang masih mengepul. Di sampingnya, ada satu gelas plastik berisi teh manis hangat. Tidak seburu
last updateLast Updated : 2025-01-29
Read more

Belain aja Terus

Di ruang ICU yang sunyi, hanya suara alat medis yang berbunyi pelan, seakan menjadi satu-satunya bukti bahwa Prof Robert masih bertahan. Tubuhnya yang terbalut perban nyaris tak bisa dikenali lagi oleh Regina. Hatinya terasa remuk melihat kondisi ayahnya seperti ini. Luka bakar memenuhi sebagian besar tubuhnya, membuatnya tampak begitu rapuh dibandingkan sosok kuat yang selalu ia kenal.Regina menggenggam tangan ayahnya yang dingin, air mata terus mengalir tanpa bisa ia tahan. “Ayah…” suaranya bergetar.Tak ada jawaban. Hanya napas berat dari alat bantu yang terus bekerja untuknya.Namun, di antara keheningan itu, bibir Prof Robert bergerak lemah, nyaris tak terdengar. “Mor…gan…”Regina tersentak. Ia mengira hanya halusinasi, tapi kemudian ayahnya kembali bergumam, “…Gin…”Matanya melebar. Morgan? Gin? Apa maksudnya?Regina menggigit bibirnya, hatinya bercampur aduk. Kenapa ayahnya menyebut nama Morgan? Bukankah Morgan yang menyebabkan semua ini? Bukankah video CCTV dan saksi mata sud
last updateLast Updated : 2025-01-29
Read more

Emang Nggak Cocok Jadi Tahanan

Pagi di dalam penjara dimulai dengan suara langkah kaki para tahanan yang antre di depan kamar mandi. Suara air yang mengalir dan percikan langkah basah menggema di lorong sempit yang hanya diterangi cahaya redup dari jendela kecil di atas.Morgan berdiri di belakang Derren, melipat tangan di depan dada sambil menunggu giliran. Jon dan Dion sudah selesai lebih dulu, memilih duduk di sudut sambil mengeringkan rambut mereka dengan handuk kasar yang disediakan penjara.Saat tiba giliran Derren, dia ragu. Mata coklatnya menatap pintu kamar mandi yang terbuka sedikit, memperlihatkan bak mandi lumutan dengan air jernih yang entah sudah berapa lama tidak dikuras. Dindingnya penuh kerak, dan baunya tidak segar seperti kamar mandinya di rumah yang selalu wangi sabun dan sampo mahal.“Eh, kamu duluan aja,” Derren buru-buru menoleh ke Morgan.Morgan menatapnya sebentar, lalu mengangkat bahu. “Ya udah.”Tanpa banyak cakap, Morgan melangkah masuk dan menutup pintu. Suara air mengalir terdengar da
last updateLast Updated : 2025-01-30
Read more

Gan.. Gan.. Kakekmu Gan

Pagi itu, Prof Gin berdiri di depan gedung megah yang sudah lama ia targetkan, namun kini dilihatnya dengan cara yang berbeda. Gedung itu adalah markas Arthur Collim, sebuah tempat yang dulu menjadi simbol harapan yang gagal. Ia masih ingat betul bagaimana ia berdiri di pintu itu, penuh dengan harapan, hanya untuk dipermalukan dan ditolak begitu saja. Kini, setelah dua puluh tahun, ia kembali—lebih kuat, lebih bertekad, dan lebih siap untuk membalaskan dendam.Langkah kakinya terdengar berat saat ia melangkah memasuki ruang lobi yang penuh dengan kemewahan, dikelilingi oleh marmer, lukisan-lukisan mahal, dan ornamen lainnya. Semua itu mengingatkannya pada betapa kecilnya dirinya waktu itu. Namun, kini ia bukan lagi pria yang sama. Ia telah berubah.Arthur Collim sedang duduk di ruang kerjanya yang luas dan modern. Dengan tubuh yang terlihat lebih tua, Arthur tidak menyadari kedatangan Gin hingga suara langkah kakinya terdengar semakin dekat."Selamat pagi pak Arthur," suara Gin terden
last updateLast Updated : 2025-01-30
Read more

Tahanan Paling Manja

Siang itu, para tahanan berbaris di bawah terik matahari, antre di depan dapur penjara yang hanya dinaungi atap seng berkarat. Udara panas bercampur aroma makanan sederhana yang sedang disiapkan di dalam dapur. Baki-baki besi ditumpuk di meja panjang, masing-masing berisi nasi putih, sayur bening yang lebih banyak airnya daripada sayur, sepotong tempe goreng, dan kuah kecap encer yang disiram begitu saja.Derren berdiri di antrean dengan ekspresi tak percaya. Begitu sampai giliran mengambil makan, dia memandangi isi bakinya dengan wajah nyaris mual. "Apaan nih? Kok kayak di warteg!" keluhnya."Buset, seumur-umur belum pernah liat ada makanan ini. Belum lagi tempatnya jorok banget. Ih,, peralaatannya juga jorok,"Jon, yang sudah lebih dulu duduk di bangku panjang bersama tahanan lain, menoleh dengan malas. "Kamu kira ini restoran bintang lima?" katanya sambil mengunyah. "Kalau nggak doyan, ya udah, gak usah dimakan."Derren berjalan ke meja dan duduk dengan lagak ogah-ogahan. Ia menat
last updateLast Updated : 2025-01-31
Read more

Keliatan Banget Miskinnya

Derren yang memang selalu bersikap songong, hanya menaikkan alis. "Ya, emang bener kan?" katanya santai.Jon mengepalkan tangannya, siap melayangkan pukulan. Tapi sebelum ia sempat bergerak, Dion buru-buru menariknya kembali ke tempat duduk."Udah, Jon! Jangan kasih dia panggung," bisik Dio.Jon menggeram, masih menatap Derren dengan emosi, tapi akhirnya duduk kembali dengan wajah kesal.Morgan menghela napas panjang. Suasana penjara ini makin lama makin penuh tekanan, bukan hanya karena aturan yang ketat, tapi juga karena emosi yang terus membara di antara mereka.Dan firasat buruk yang ia rasakan… masih belum mau hilang.*Malam semakin larut. Cahaya lampu redup yang menggantung di langit-langit sel berkedip sesekali, membuat suasana makin suram. Udara terasa lembap, bercampur bau keringat, karat besi, dan aroma tidak sedap dari toilet di ujung lorong. Di luar sana, suara rantai beradu dan langkah petugas patroli terdengar samar-samar, tetapi di dalam sel, kebisingan justru berasal
last updateLast Updated : 2025-01-31
Read more

Delete Bukti

Gin menatap mereka satu per satu sebelum akhirnya menjawab dengan nada mantap, “Regina. Ya Regina, anak dari Prof Robert,"Ruangan kembali sunyi. Beberapa dosen terlihat terkejut, sementara yang lain tampak datar saja. Dekan menghela napas. “Jadi, Regina yang melaporkan mereka ke polisi?”Gin mengangguk, “Benar,"Gin teringat kejadian saat dia hanya memberi saran pada Regina sebagai kolega yang peduli. Dia melihat betapa kecewanya Regina setelah melihat ayahnya dalam kondisi kritis akibat ledakan itu yang terjadi beberapa hari yang lalu. "Bisa Anda bayangkan bagaimana perasaannya? Ditambah lagi, ayahnya kehilangan semua data proyek dan merasa dikhianati oleh mahasiswa yang ia percaya.”Gin berbicara dengan begitu meyakinkan, seolah-olah ia benar-benar hanya sebagai pihak netral yang peduli pada keadaan Regina dan Prof Robert.Seorang dosen muda yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara, “Tapi, bukankah Regina sedang dalam kondisi emosional saat itu? Jika benar dia yang melapor,
last updateLast Updated : 2025-01-31
Read more
PREV
1
...
67891011
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status