Semua Bab Disangka Ojek Ternyata Miliuner: Bab 91 - Bab 100

109 Bab

Enakan Jadi Bocil

Dan satu hal yang mengganggunya adalah lirikan dari orang-orang sekitar. Jujur menjadi buronan bukanlah hal yang mudah. "Giliran dijahatin orang, dikejar polisi, sampai terjebak di situasi kayak gini, bodyguard kakek nggak ada yang muncul," pikirnya sambil mendesah.Ia teringat bagaimana dulu ia selalu risih diawasi oleh para pengawal kakeknya. Dulu, ia merasa terkungkung dan tidak bebas. Tapi sekarang, di saat seperti ini, ia justru berharap mereka ada di sini.Setidaknya, jika mereka ada, ia dan teman-temannya tidak perlu sembunyi-sembunyi seperti ini. Morgan menarik napas dalam. Tidak ada pilihan lain. Ia harus mengandalkan dirinya sendiri.*Setelah sholat Asar, Morgan dan teman-temannya duduk di teras masjid, menatap kosong ke arah langit yang mulai jingga. Mereka sudah makan, sudah tidur siang, dan bahkan sudah membantu di dapur. Tapi sekarang, rasa bosan mulai melanda."Aduh, gabut banget," keluh Jon, menguap lebar."Kita ngapain ya?" Dion menyandarkan punggungnya ke tiang ter
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

Ketauan Lagi

Malam itu, suasana di sekitar masjid masih cukup ramai. Beberapa jamaah masih berbincang-bincang di teras, sementara sebagian besar anak-anak TPQ sudah pulang ke rumah masing-masing. Di sudut halaman, beberapa warga berkumpul untuk melakukan ronda malam, sebuah kebiasaan yang sudah berjalan bertahun-tahun untuk menjaga keamanan desa mereka.Di antara obrolan ringan mereka, salah seorang pria berkumis tebal menyipitkan mata, menatap ke arah masjid.“Eh, Mas Ram, saya kayaknya pernah lihat pemuda-pemuda itu di berita, deh,” bisiknya kepada rekannya yang tengah memegang senter.Ram, pria berbadan tinggi yang memimpin ronda malam, mengerutkan kening. “Yang mana?”“Itu, yang tadi siang bantuin di dapur, terus sore tadi main bola sama anak-anak.”Pria lain yang duduk di sebelahnya mengangguk. “Iya, saya juga kepikiran gitu. Wajah mereka mirip banget sama yang di selebaran buronan.”Ram mengusap dagunya, berpikir keras. “Kita lapor marbot aja dulu. Jangan langsung menghakimi sebelum ada bukt
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

Dunia atau Kita yang Kejam?

Mereka berempat berlari sekuat tenaga, menerobos pekarangan rumah warga, melompati pagar bambu, hingga akhirnya tiba di area persawahan.Tanah berlumpur membuat langkah mereka sedikit terhambat, tapi mereka terus berusaha berlari sejauh mungkin.Akhirnya, setelah hampir sepuluh menit berlari tanpa henti, mereka menemukan sebuah gubuk kecil di tengah sawah.“Kesini! Kita istirahat disini dulu!” ujar Morgan.Jon langsung menjatuhkan diri ke lantai kayu. “Gila! Aku pikir tadi kita beneran bakal ketangkep!”Derren mengelap keringat di lehernya. “Morgan, firasatmu emang nggak pernah meleset.”Dion duduk bersandar, masih mengatur napasnya. “Untung kita cepet, kalau nggak, mungkin kita udah diciduk.”Dion melongok ke luar, memastikan keadaan. “Kayaknya mereka udah berhenti ngejar.”Morgan menghela napas panjang. “Untuk malam ini, kita tidur di sini dulu.”Derren mengerutkan hidungnya. “Lah beneran tidur disini? Tidur di sawah? Gubuk ini? Aduh, ini lebih buruk dari yang aku bayangin.”Jon men
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

Jangan Lihat Dari Covernya

Tiga temannya terdiam, sepertinya kata-kata Morgan mulai meresap dalam pikiran mereka. Namun, perasaan berat di dada mereka belum sepenuhnya hilang. Mereka mungkin belum yakin sepenuhnya, tetapi setidaknya kini mereka tidak merasa sendirian lagi.Derren akhirnya mengangkat kepala. “Kali ini aku setuju sama Morgan.”“Aku juga...” ucap Dion pelan.Jon mengangguk pelan, menghapus rasa putus asa yang sempat menguasainya. “Aku coba lagi. Aku masih mau coba Gan”Morgan tersenyum sedikit, walaupun hatinya masih penuh kekhawatiran. “Itu baru temen-temenku. Gitu dong!"*Sore itu, mereka berlarian tanpa arah, menghindari kejaran massa yang semakin mendekat. Tanah berlumpur dan semak-semak tak banyak membantu mereka untuk bersembunyi. Semuanya lelah, terengah-engah, dan hampir putus asa. "Kita nggak bisa kayak gini! Kita harus lariiii!" ujar Morgan dengan suara menyentak, meskipun tubuhnya kelelahan."Lari kemana lagi, ya Allah," keluh Jon, sambil merosot ke tanah, memegang dadanya yang sesak.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

Misteri Markas

Langit sudah mulai menggelap saat mobil yang mereka tumpangi akhirnya berhenti di sebuah sudut kota yang sepi. Morgan dan ketiga temannya turun, masih sedikit waspada meski mereka tahu keadaannya lebih aman daripada di desa tadi."Makasih, Bang," ucap Morgan, sedikit menunduk sebagai tanda hormat."Yok, ati-ati," sahut salah satu dari mereka sebelum mobil itu melaju pergi, meninggalkan keempat buronan itu di tepi jalan.Sejenak, mereka hanya berdiri di sana, menatap mobil itu hingga benar-benar hilang dari pandangan."Baik banget ya mereka," puji Jon, masih tak percaya bahwa orang-orang yang sering dipandang sebelah mata justru yang menolong mereka."Iya, nggak nyangka," sahut Dion."Berasa kayak mimpi semobil sama bencong," ujar Derren dengan nada bercanda."Eh, jaga mulutmu. Gitu-gitu juga baik hatinya," tegur Jon.Setelah itu, mereka semua terdiam. Mereka sadar bahwa perjalanan mereka belum berakhir. Sekarang, pertanyaan paling penting adalah mau kemana setelah ini?Jon yang perta
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

Penikmat Gaji Palsu

Morgan langsung menurunkan badan pria itu. Napasnya masih ngos-ngosan."Apa?!" tanyanya dengan nada terkejut.Kelima pria itu terbaring di tanah, memegangi tubuh mereka yang kesakitan."Iya, Mas, kami diperintahkan untuk mencari Anda... Mohon jangan salah paham..."Morgan mengerutkan dahi. Ia langsung melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada orang selaih mereka, lalu berkata, "Kalian ikut aku. Kita harus bicara di tempat yang aman."Kelima pria itu saling berpandangan, lalu mengangguk.Mereka akhirnya meninggalkan tempat itu, mencari lokasi yang lebih aman untuk berbicara. Sesuatu yang besar sedang mungkin terjadi, dan Morgan harus mengetahuinya.*Morgan duduk di pembatas taman dengan tangan mengepal, matanya melotot menatap lima pria berbadan kekar yang berdiri di hadapannya. Ia hampir tak percaya mereka akhirnya muncul setelah sekian lama."Kalian kemana aja sih!!!" suaranya nyaring, memenuhi gang sempit yang hanya diterangi lampu jalan yang temaram. "Aku udah lama nunggu ban
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

Dilaporin Lagi kan!

Regina berjalan santai di lorong rumah sakit yang sepi setelah keluar dari kantin. Tangannya masih menggenggam botol air mineral yang baru dibelinya. Aroma antiseptik yang khas menyeruak di udara, sementara suara langkah kakinya menggema di ubin putih yang mengilap.Ia baru saja melewati sebuah lorong namun tiba-tiba muncul tangan dan kain menutup mulutnya dari belakang."Hhmmph!!" Regina tersentak, tubuhnya ditarik ke belakang dengan kasar. Punggungnya membentur tembok dingin, dan sebelum bisa bereaksi, tubuh pria itu menekan tubuhnya, membuatnya tak bisa bergerak.Regina panik, jantungnya berdebar kencang. Ia mencoba meronta, tapi pria itu lebih kuat. Tangan besar yang menutup mulutnya terasa kasar, seolah penuh luka dan goresan. Kepanikan memburu, ketakutan menjalari tubuhnya.Namun, saat pria itu perlahan melepas masker yang menutupi wajahnya, Regina membelalakkan mata."Morgan?!" suaranya hampir tak keluar, lebih berupa bisikan terkejut.Morgan menatapnya lekat, mata hitamnya men
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

Yang Penting Ikhlas

Morgan terus berlari, menyelinap di antara gang sempit dan lorong gelap, napasnya memburu. Sirene polisi terdengar samar di kejauhan, tapi ia sudah cukup jauh dari rumah sakit. Kakinya terasa lelah, tapi ia tak punya pilihan selain terus bergerak.Ia menyusuri jalanan yang mulai lengang, lampu-lampu jalan berpendar kuning pucat di aspal yang basah oleh sisa hujan sore tadi. Di ujung jalan, seorang pria tua berdiri di samping motor bututnya, berkutat dengan starter yang tampaknya sudah tak berfungsi.Morgan memperlambat langkahnya. Matanya mengamati sekitar, memastikan tidak ada polisi atau orang yang mencurigainya. Setelah merasa aman, ia mendekat perlahan.“Kenapa, Pak? Mogok?” tanyanya dengan ekspresi datar.Pria tua itu mendongak, wajahnya penuh kerutan dan terlihat sedikit putus asa. “Iya, mas. Dari tadi nggak mau nyala. Udah saya coba segala cara, tapi tetep aja nggak bisa.”Morgan duduk jongkok di samping motor itu. Tangannya, meskipun penuh luka goresan akibat pelariannya, siga
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

Tau Cucunya Ditembak

Di markas gelap yang tersembunyi di sudut kota, Morgan menjatuhkan bungkusan nasi Padang ke lantai kayu yang berdebu. Aroma rendang dan sambal hijau menyebar, membangunkan sahabat-sahabatnya yang tertidur dalam kelelahan."Woi, bangun!" Bisik Morgan.Derren mengerjapkan mata, hidungnya yang mancung paripurna mengendus. "Baunya enak banget," gumamnya sambil duduk.Jonathan mengucek matanya dan melirik Morgan. "Gan, kamu dapat uang dari mana?""Tadi aku nolongin orang, terus dikasih upah," jawab Morgan santai sambil membagikan nasi padang.Derren mengangkat alis. "Gitu doang dapet duit?"Morgan tersenyum kecil. "Selagi kita ikhlas, pasti ada balasannya. Balasan langsung dari Tuhan." la mengeluarkan botol air mineral dari kresek dan meletakkannya di tengah lingkaran mereka.Dion menggigit ayam gorengnya, mengangguk-angguk puas. "Hoki banget kamu, Gan. Buronan tapi masih sempet-sempetnya beli makanan.""Gini nih yang pantes disebut bos geng," imbuh Jonathan sambil tertawa kecil.Derren, y
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

Pelaku Yang Sebenarnya

Suasana ruangan semakin mencekam. Tak ada satu pun dari mereka yang berani bersuara.Arthur menatap mereka satu per satu dengan sorot mata penuh kebencian. "Kalian semua DIPECAT."Kata-kata itu meluncur dari bibirnya seperti vonis mati.Kelima pria itu terkejut. Salah satu dari mereka memberanikan diri untuk mengangkat wajah. "Tuan Arthur, mohon beri kami satu kesempatan lagi. Kami bisa menebus kesalahan ini. Kami bisa menyelamatkan Mas Morgan-""DIAM!" Arthur membanting tinjunya ke meja yang sudah kosong, membuat semua orang tersentak.."Kalian tak perlu melakukan apa-apa lagi. Kalian semua telah gagal."Arthur mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan amarah yang meluap-luap dalam dadanya.Asap cerutu terakhir menghilang di udara, dan suasana semakin menegangkan. Lalu, dengan suara yang lebih tenang, Arthur berkata,"Bawa aku menemui cucuku."Para bodyguard yang baru saja dipecat saling pandang, ragu apakah mereka harus segera melaksanakan perintah itu atau tidak.Arthur m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status