Semua Bab Istri Galaknya Om CEO : Bab 61 - Bab 70

119 Bab

Bab 61. Sepanas Bara Api

"Minta apa, Sayang?" tanya Haidar.  "Cium dulu Mbumnya," jawab Haidar.  "Hmm, siap. Mbum, kita doa bareng di dalam masjid ya, Nak. MasyaAllah lagi nendang-nendang. Tempatnya terbuka Sayang, maaf gak selama biasanya." Haidar mencium perut Ciara.  "Makasih, Abi."  Hari menjelang siang. Sapaan mentari terasa khas sekali dengan aroma hangat yang tak menyakiti. Lantunan ayat suci semakin membuat dua insan itu merasa terhiasi. Menadahkan tangan kepada sang Maha Bijaksana, menjeritkan segela cerita dari relung hati yang paling dalam, keduanya sama-sama terhanyut dalam doa masing-masing.  "Sayang," sapa Haidar setelah lumayan lama ia tinggal berdoa sendiri.  "Ocyang, masuk area rumah sakit, yuk!" Masih dengan linangan air mata, ia menggeser tubuhnya dan bersalaman dengan Haidar.  "Kamu ingat waktu dirawat ya? In
Baca selengkapnya

Bab 62. Seestetik Bulan Bintang

"Kenapa suamiku gugup, hmm?" tanya Ciara. "Sayang, apa yang kamu katakan ini sangat berat. Om berharap, kamu bisa menemani Om dan Mbum setiap harinya. Malam akan gelap dan kosong tanpa bintang dan rembulan. Bintang dan bulan menjadi satu kesatuan yang memancarkan keindahan. Hilang salah satunya, hilang pula keestetikan yang malam punya. Kamu harus tetap ada." "Iya, Sayang. Akan tetapi, ada masanya di mana bulan dan bintang tidak terlihat bersama. Jangan terlalu menganggap aku duniamu, bukannya itu yang Om katakan? Sekarang Isbay balik, jika takdir menjemput Isbay dulu, Om mau tinggal di mana?" "Astaghfirullah! Bismillah kamu kuat, kamu selamat. Oleh janji akan selalu menaruh Mbim dalam keadaan tersemat. Semangat, Sayang!" Cupp. Serangkaian doa dari ayat suci Al-Qur'an pun Haidar lantunkan di depan perut istrinya. Ciara menadahkan tangan, mengamini setiap lantunan tersebut dengan penuh sungguh. Hati mereka kembali tenang, lebih tenang dan mempersiapkan ikhlas yang luas. Apapun kead
Baca selengkapnya

Bab 63. Sebening Embun Pagi

Ciara menatap suaminya dengan tatapan bingung. Haidar paham, itu karena istrinya khawatir dari meminta Haidar untuk membantu menjawab. Tidak menunggu lama, Haidar segera mengalihkan hal tersebut.  "Maksud Cia, ini ada tumpahan air minum jangan disentuh kalau mau nyentuh anak aku. Oh iya, temenin ke ruang samping dulu, Bro! Tadi dipanggil dokter!" ajak Haidar.  Sengaja Haidar lakukan untuk meminimalisir terjadinya keributan dan juga keresahan. Ia meminta kepada Spion supaya tidak mengganggu maupun menyentuh putra dan istrinya. Perasaan cinta Spion ke Ciara ini masih bergejolak, tetapi Spion menuruti permintaan Haidar dengan tujuan memperlancar aksi yang akan diluncurkan dengan cara menikahi Toya.  "Santai, aku kan udah mau nikah. Gak akan aneh-aneh lagi," kata Spion.  "Baik jika seperti itu. Semoga ucapanmu menjadi doa, dan bisa kembali sembuh seperti Spion Galaxy yang dulu." Haida
Baca selengkapnya

Bab 64. Setegar Bumi

Bab 64. Setegar Bumi "Iya, tapi Isbay gak sedih kok, hanya sedikit perih aja.""Ehmm, itu namanya juga sedih. Harusnya bangga loh," sahut Haidar. "Ocyang tumben iih gak ramah ngasih solusinya!" ***Ciara: "Bagaimana jika kita mengingat dalam keadaan sakit, sholat kita nggak bener, rokaat tidak pas, nggak nutup aurat, tayamum ala kadarnya ... tapi waktu sakit ada kalanya lumayan eror, jek eleng jek ora ke diri sendiri dan keadaan, terus kita mengingat hal tersebut dalam keadaan sudah sehat. Apa perlu mengulangnya? Setelah Isbay baca diary waktu masuk rumah sakit, ternyata pernah di kasus ini." Haidar: "Kalau bisa di sempurnakan." Ciara: "Diqodho' semua ngoten? Astaghfirullah!" Haidar: "Sekali ngerjain sholat ya di sempurnakan pisan kalau gak ada madhorot. biar nggak ngulang, Sayang." Ciara: "Lah pas ngerjain nggak sadar cara-caranyanya yang pas, Sayangku. Masa gak ada keringanan? ." Haidar: "Maksudnya gak sadar?"Ciara: "Lupa ingatan, tapi gak penuhJek eleng jek mboten ngot
Baca selengkapnya

Bab 65. Seindah Hujan

"Hehe, iya Sayang. Nih Ocyangmu yang ngarahin, bonekanya dipaketin dari kemarin," kata Sita. "Masyaallah, iih sweet deh. Thanks Ocyang Ganteng, bakal Cia rawat bonekanya." Hanya terkekeh tidak jelas, Haidar tertawa ngakak karena perubahan sikap istrinya yang sangat menggemaskan. Sita sampai beberapa kali menyentak Haidar, tidak mau menantunya dibuat cemberut lagi. Ya, meskipun cuma permainan. ***Flashback memori romantis. "KENAL HUJAN KAN? KISAH KITA SEINDAH HUJAN, PAHAM GAK? KALAU GAK PAHAM, TANYA AJA KE HUJAN." Haidar: "Sayang, baca surat Al-Insyiqaqnya jangan lupa." Ciara: "Nggih, ngapunten hari ini Isbay baca satu kali." Haidar: "Gpp, yang penting jangan sampai tidak baca tiap hari ya. Semoga ini bisa menjadi jalan kemudahanmu dalam persalinan. Kemarin waktu sowan ke pesantren kan diingatkan lagi sama ummi, tentang amalan ketika usia kandungan mulai 7 bulan 8 bulan, yang faidahnya untuk mempermudah persalinan. Sekarang kandungan kamu udah 7 bulan lebih, semangat Sayang (Em
Baca selengkapnya

Bab 66. Secantik Mentari

"Ini Abang Uha mirip Ibu, yaa meskipun semua identik wajah ke Abi. Harus segera bikin ini yang generasi Ibu," ujar Ciara. "Hahaha, katanya masih nifas," goda Haidar. "Yaa, maksudnya kalau udah, langsung gass!" "Heran ya, Kak sama Ibu. Nanti kalau kita nggak keurus gimana loh Bu, udah main tambah aja," ledek Haidar. "Abi! Gak baik iih ngajarin ke anak prasangka buruk," kilah Ciara. "Oouuh, ngapunten Ibu Cia. Mbil siap nerima Adik, ya Nak ya. Siap? Mbil ganteng, Mbil sholih, si paling suka melek kayak Ibu, si paling usil kayak Abi, si paling kece kayak Abi. Jadi dokter ya Nak entar." Haidar asyik menggendong Uda dengan meliling kalau istilah jawanya yang berarti mengajak bicara bayi. Ciara seperti ulat keket nempel terus ke pinggang suaminya sembari menyaksikan Mbum yang digendong Haidar. Anak pertamanya ini, sungguh miripnya pakai banget dengan Haidar, bak lihat Haidar kecil. "Oweekkh." Uja kembali menangis. "Sayang, gendong tuh Adik Uja," kata Haidar. "Adik, Sayang. Kayaknya
Baca selengkapnya

Bab 67. Sehebat Dunia

"Menurut kamu taruh mana?" tanya Haidar."Paling ikut mama," jawab Ciara. "Kalau sudah tahu kenapa nanya?" "Ditanyain gitu aja sewot!" "Ocyang naruh Mbum di atas kompor, percaya gak?" ledek Haidar. "Iishh! Yang bener aja! Leher Isbay udah pegel ini jangan nambahin beban!" seru Ciara. "Oohh, lehernya pegel. Sini Om pijit pakai bibir!" Haidar menenggelamkan kepala Ciara dalam dekapan kuatnya. Ciara tampak memberontak, bukannya tidak mau melayani tujuan suami, tetapi khawatir dengan Uda yang masih belum jelas. "Apaan, sih? Kak Uda di mana? Belum tenang ini." "Aman, ya nggak mungkin juga darah daging sendiri kok ditaruh atas kompor." Haidar terkekeh kecil sembari berbisik. "Ssstt, jadi inget. Nabi Ibrahim tuh pernah mau menyembelih Nabi Ismail," kilah Ciara. "Beda kasus dong, Sayang! Aaaahh kamu ini ngebandinginnya kok ke situ. Gak paslah," sahut Haidar. "Lalu, Kak Uda di mana?" Niatnya, Haidar ke situ untuk memperpulas tidur istrinya. Akan tetapi, sebuah jalur panjang menyapa
Baca selengkapnya

Bab 68. Sedalam Lautan

"Kembali ke diri sendiri ... mau milih yang mana," kata Haidar. "Ouuh, sebenarnya pihak wewenang teratas tetap diri sendiri, tapi Oc. Jika bernadzar dengan seseorang, tapi ternyata tidak ditepati? Nah, kayak kasusnya sahabat kita ini kan gara-gara janjinya Segara punjernya, terus ujung-ujungnya perjodohan. Haduuh, kalo yang Rasa ... fix sebenarnya kalau saran aku gak diterima perjodohan dari pihak guru dan orang tua, tapi tetep pakai sopan santun." "Segara emang pernah janji, dan ... ini menyakiti perempuan sih kalau gak ditepati. Bisa-bisanya Segara selalai itu! Pantas aja kalau pihak keluarga Segera juga minta perjodohan." Akibat sebuah janji yang terlupakan oleh Segera, kini bentrok antara keluarga Rasa dengan Segara. Keadaannya saat ini Segera sudah melamar Rasa. Keduanya kini bermasalah dengan perjodohan. Dari Rasa, Tiba-tiba datang orang yang dulu sangat dicintai, datang ke rumah karena dijodohkan oleh kyai Rasa dan laki-laki tersebut, sedangkan keluarga Rasa sudah tahu anakny
Baca selengkapnya

Bab 69. Setinggi Langit

"Bilang gini 'kamu mau dibeliin apa, Sayang?' hahaha." "Hahaha, bisa aja. Kamu mau dibeliin apa, Sayang?" Haidar pun terkekeh dan menirukan apa yang diinginkan istrinya. "Yaaaahahaha, diturutin beneran. Mau satu ruang di rumah ini khusus ruang novel fiksi! Kalau yang tempat buku dan kitab-kitab lain kan udah ada, mau nurutin gak?" tanya Ciara. "Turutin, dong. Besok Ocyang hubungi orang-orang yang bertugas di bidang ini. Kamu ingin di ruangan bagian mana, hmm? Pengen manfaatin di ruangan rumah ini yang masih kosong atau buat lagi ruangan baru, seperti rumah baru khusus fiksi, bagaimana?" "Masyaallah, suwun. Njenengan selalu menawarkan yang lebih baik saat aku meminta sesuatu, mintanya 1 diberi 10," ungkap kagum Ciara. "Bagiku, kebahagiaanmu ialah cita-citaku yang ukurannya tak sekedar setinggi bukit, melainkan setinggi langit. Apa salahnya matahari bekerja sepanjang masa? Apa salahnya bulan menerangi semesta dalam gulita? Semua benar, bukan? Lalu, untuk apa aku tidak bergerak untu
Baca selengkapnya

Bab 70. Seluas Angkasa

Bab 70. Seluas Angkasa "Aaaa, mikirnya pasti yang itu!" celetuk Ciara. "Mikir yang itu apaa, Sayang?" "Gak usah sok bodoh gitu!" "Oke, gamblang. Kamu minta jatah anggota bawah, kan?" tanya Ciara. "Hahaha, iyalah. Udah rindu, emangnya Ocyang gak rindu?" tanya balik Ciara. "Rindu dong, gas yok!" "Sebentar, dunia kita tidak hanya berdua saja, kita pastikan dulu anak-anak beneran udah pules tidur, udah nyaman." Katanya, bahagia itu sederhana. Seseorang akan mudah mengatakan 'bahagia itu sederhana', saat hatinya dalam keadaan tertata, syukurnya ada dan memang keadaannya sedang bahagia. Lain, ketika seseorang yang sedang berperang dengan perasaan, mendapat tekanan, tidak semudah itu kata 'bahagia itu sederhana' diterima untuknya. Kalau dalam dunia ngegombal, 'mendapatkan kamu aja sulit, apalagi membahagiakanmu? Butuh cara elit'. ***ENAM BULAN NURILHUDA, SYAMSIDDHUHA, BADRIDDUJA. "Sayang, jika cintaku untuk kamu seluas angkasa, kurang tidak?" tanya Haidar. "Aku selalu menerima a
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status