Home / CEO / JERAT OBSESI SANG CEO KEJAM / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of JERAT OBSESI SANG CEO KEJAM: Chapter 31 - Chapter 40

122 Chapters

PULANG

Pagi itu Zahra bangun dari tidurnya. Walaupun hampir semalaman pikiran tentang kondisi Ibu Naya dan juga rahasia kamar Tama terus mengganggu dirinya akan tetapi hal itu tidak menjadikan dirinya bangun terlambat. Sebaliknya hari ini gadis itu malah bangun lebih pagi dari biasanya.Sebelum memulai aktivitas, seperti biasa gadis itu membersihkan dirinya terlebih dahulu. Hari ini, kembali lagi dia dapat merasakan mandi dengan keadaan tenang dan tidak tergesa-gesa. Zahra tahu jika Tama menginap di rumah sakit dan belum pulang sampai sekarang.Sebuah kaos lengan pendek berwarna biru muda juga sebuah celana panjang berwarna senada menjadi pilihan gadis itu untuk menutupi tubuhnya hari ini. Bunyi perut yang sedikit nyaring membuat Zahra tersenyum dari balik cermin. Dengan segera dia berjalan keluar kamar menuju ke arah dapur dimana para pelayan mansion sedang melakukan sarapan pagi."Nona Zahra apa anda baik-baik saja?" ucap Nufa saat melihat gadis itu masuk dan ikut bergabung sarapan dengan
Read more

SOSOK MISTERIUS

Saat makan malam tiba, seperti biasa Zahra berdiri dengan tegak di samping Tama setelah selesai menyediakan makanan untuk laki-laki itu. Di depannya Ibu Naya juga duduk dengan tenang menikmati masakan yang tersaji disana. Tak ada tatapan ataupun sapaan dari wanita tua itu untuk Zahra. Ibu Naya bersikap seolah Zahra tidak ada disana.Sesekali wanita tua itu merasa bersalah karena sudah memperlakukan gadis yang tidak berdosa tersebut dengan acuh seperti ini. Ibu Naya sadar jika Zahra pasti sangat kebingungan sekaligus sedih atas sikap yang dia berikan kepadanya. Akan tetapi mau bagaimana lagi. Sejak dulu Ibu Naya sangat tahu bagaimana sifat sang anak Tama. Apalagi setelah semua tanggung jawab keluarga dan juga perusahaan jatuh ke tangannya, membuat laki-laki itu menjadi lebih tegas dari sebelumnya. Ditambah lagi kisah cinta sejati yang tak kunjung datang ke dalam kehidupan sang anak. Membuat Tama menjadi lebih kejam dan bisa melakukan apa saja jika aturan yang dia buat tidak diikuti.S
Read more

SELAMAT

Zahra sangat terkejut saat dia melihat sosok berjubah hitam yang tidak bisa dia lihat wajahnya itu, mendorong kursi roda Ibu Naya dengan keras."Ibu awas!" Gadis itu berteriak dan berhasil membuat sosok tersebut menoleh ke arahnya. Wajahnya tertutup topeng dan Zahra tidak bisa melihat ataupun menebak siapa dia. Mengetahui aksinya sudah ketahuan, sosok itu dengan cepat mendorong kursi roda Ibu Naya ke arah kolam renang. Wanita tua itu menoleh sambil sesekali berteriak."Siapa kamu? Apa yang sedang kamu lakukan? Berhenti! Lepaskan kursi roda saya!" teriak Ibu Naya. Sekuat tenaga dirinya berusaha menghentikan roda kursinya yang berputar akan tetapi tidak berhasil. Dorongan yang kuat dari sosok itu, membuat roda berputar sangat cepat dan tangan keriputnya tidak cukup kuat untuk menghentikan semua itu."Ya Tuhan," gumam Ibu Naya saat dia menyadari jika sosok tersebut akan menjatuhkannya ke dalam kolam renang.Zahra berlari dengan sekuat tenaga untuk menghentikan aksi jahat sosok tersebut.
Read more

KEMBALI BAIK

"Ampun Tuan. Saya mohon tolong ampuni saya," teriak seorang laki-laki yang terkenal sebagai penjaga taman samping tersebut.Dengan kasar Tama menyeret tubuh laki-laki itu. Semua pelayan yang ada di sana hanya bisa menunduk. Tidak ada satupun yang berani melihat apa yang akan dilakukan oleh bos besarnya itu. Semua pelayan tahu bagaimana tegas dan juga kejamnya Tama. Sebagian besar dari mereka lebih memilih mencari aman dengan tidak ikut campur urusan majikannya. Akan tetapi entah apa yang ada di pikiran penjaga taman itu sehingga dia berani mencari masalah kepada Tama."Berani sekali kamu memiliki niat untuk menyakiti Ibuku!" teriak Tama. Satu pukulan dan satu tendangan, dia layangkan ke wajah penjaga taman tersebut. Laki-laki itu terjengkang dan menabrak dinding di belakangnya dengan sangat keras. Mulutnya memuntahkan darah segar. Pelipis matanya juga tampak sobek."Ampun Tuan. Maafkan saya!" ucap laki-laki itu lagi. Sekuat tenaga laki-laki itu merangkak mendekati kaki Tama lalu men
Read more

TIDAK BERES

"Tuan, laki-laki itu tewas," ucap Rey."APA? Bagaimana bisa?" Tama berdiri dari duduknya. Tampak jelas raut marah di wajah laki-laki itu. Dan itu sungguh membuat Zahra bergidik ngeri karena takut. Dia bahkan tidak berani berdiri dan terus berjongkok di samping kursi roda ibu dari Tama itu. Berbeda dengan Zahra, Ibu Naya sudah biasa melihat sang anak seperti itu. Dia hanya melirik sekilas melihat wajah Tama dan juga Rey secara bergantian."Ehm, Tuan…" Rey ragu untuk menjelaskan semuanya karena dia sadar di sana mereka tidak hanya sedang berdua saja. Ada dua wanita memperhatikan apa yang sedang mereka bicarakan.Mengerti dengan apa yang menjadi pikiran sang asisten, Tama pun langsung melangkah pergi diikuti oleh Rey menuju ke ruang kerjanya."Ada apa, Bu?" tanya Zahra dengan nada yang sedikit bergetar dan tubuh yang gemetar."Tidak ada apa-apa. Kamu tenang saja. Semuanya ada di dalam kendali Tama. Jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa," jawab Ibu Naya dengan tenang."Maksud Ibu
Read more

TASYA KALINGGA

Tiga tahun yang lalu.Sebuah pagi yang sangat cerah dengan udara yang begitu sejuk. Hembusan angin sepoy-sepoy masuk menerobos sebuah jendela kamar yang sudah terbuka dari subuh hari. Seorang laki-laki dengan pakaian santainya duduk di sebuah sofa yang ada di ruangan tersebut. Matanya terus fokus menatap layar laptop yang terbuka di atas meja. Beberapa kali keningnya mengernyit menandakan jika dirinya menemukan sebuah kejanggalan disana. Lalu tangan kanannya menggerakan mouse dan terdengar bunyi klik beberapa kali. Sesekali laki-laki itu juga melihat ke arah ponselnya yang tergeletak di samping laptop tersebut. Pandangannya terus bolak-balik seolah dirinya sedang memeriksa kedua data dari kedua alat yang berbeda itu.“Banyak sekali masalah yang harus diselesaikan disini. Kenapa semua ini bisa lepas dari pandangan Rey?” gumam Tama. Laki-laki itu terus menatap kedua layar berbeda ukuran tersebut dengan teliti. Saat dirinya sedang mengetik sesuatu, sebuah panggilan di ponselnya terdeng
Read more

IBU DAN ANAK

Suara ketukan di pintu kamar, menyadarkan Tama dari lamunan masa lalunya. Laki-laki itu melirik ke arah jam di dinding dan dia tahu siapa yang sudah berdiri di luar kamarnya. Dengan segera Tama mengambil tas berisi laptop dan semua peralatan kerja lainnya yang sudah disatukan di dalam sana."Maaf Tuan, sudah waktunya kita berangkat bekerja," ucap Rey sesaat setelah Tama membuka pintu kamarnya. Laki-laki itu mengangguk lalu berjalan mendahului sang asisten.Mereka berdua pun mulai berjalan menuruni anak tangga. Keduanya masih sama-sama diam. Tama sepertinya tidak begitu bersemangat untuk membahas kembali tentang penghianat itu. Saat mereka baru saja menginjakkan kaki di lantai utama, bertepatan dengan sang ibu yang masuk ke dalam rumah didorong oleh Zahra."Nak!" panggil Ibu Naya. Tama menoleh. Dia tersenyum lalu berjalan mendekati sang ibu. "Iya Bu," jawab Tama. Dia berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan sang ibu.Ibu Naya mengusap rambut sang anak dengan lembut. Dia memang
Read more

BERDEBAT

Setelah lelah berkeliling mall dan berbelanja beberapa jenis barang, Zahra pun akhirnya mendorong kursi roda Ibu Naya hendak menuju ke arah parkiran dimana mobil mereka berada. Kedua wanita itu tampak sangat bahagia sekali. Apalagi Zahra, setelah berhari-hari hidupnya terasa gelap karena ulah Tama kepadanya akan tetapi hari ini awan hitam itu seolah musnah. Kasih sayang Ibu Naya bak mentari yang memberikan banyak kehangatan ke dalam kehidupan gadis itu.Ibu Naya dan juga Zahra menunggu di lobi sementara sang sopir pergi ke arah parkiran untuk mengambil mobilnya. Cuaca yang saat itu cukup terik, membuat Ibu Naya lebih memilih untuk menunggu di sana. Tentu saja Zahra akan dengan setia selalu menemaninya. Dia sangat bersyukur karena jalan-jalan kali ini tidak menimbulkan insiden apapun.Sayangnya pemikiran Zahra tersebut salah. Setelah beberapa saat menunggu sang sopir mengambil mobil, suara teriakan seorang wanita membuyarkan Zahra dan juga Ibu Naya dari canda tawanya."Pantas saja sela
Read more

TIDAK MUNGKIN

"Dia adalah anakku. Walaupun Zahra bekerja di mansionmu tapi dia adalah anakku. Aku masih memiliki hak penuh atas anakku. Dan kamu, tidak usah ikut campur.""Kami hanya menyuruh Zahra bekerja di mansion Tuan Tama untuk melunasi hutang kami. Ingat Nyonya! Hanya bekerja! Selebihnya Zahra masih menjadi milik orang tuanya. Dan sebagai orang tua sah nya, aku ingin Zahra terus mengirim kami uang setiap minggunya."Ucapan yang dilontarkan oleh Ibu Lita tadi siang nyatanya terus berputar di pikiran Ibu Naya. Hari sudah semakin larut akan tetapi dia masih terus saja memikirkan hal itu. Ibu Naya berpikir jika apa yang dikatakan oleh wanita kecut itu ada benarnya juga. Sebesar apapun dia menyayangi Zahra, gadis itu tetap saja bukan miliknya. Zahra masih milik kedua orang tuanya. Dan dirinya tidak memiliki hak apapun atas diri Zahra.Menyadari akan satu kenyataan tersebut membuat hati Ibu Naya sangat sakit. Selama ini dia selalu merasa nyaman jika sedang bersama dengan Zahra. Bersama gadis itu me
Read more

KERAS KEPALA

Pagi itu, Tama sudah bersiap duduk di kursi makannya. Menu sarapan sudah tersaji di piringnya dan Zahra tentu saja sudah berdiri tegak di sampingnya. Sudah lima menit berlalu akan tetapi laki-laki itu belum juga menyentuh makanannya sama sekali."Kenapa dia?" batin Zahra berbicara.Pandangan Tama terus tertuju pada layar ponsel di tangannya dan sesekali melihat ke arah kamar sang Ibu yang masih saja belum terbuka. Selang beberapa saat kemudian, Nufa keluar dari kamar Ibu Naya tapi hanya seorang diri. Wanita paruh baya itu berjalan mendekati sang atasan dengan pandangan yang menunduk."Ada apa? Dimana Ibu?" tanya Tama. "Maaf Tuan. Nyonya bilang kalau beliau tidak mau sarapan. Saya sudah membujuknya tapi beliau bilang katanya Tuan sudah tahu," jelas Nufa masih menunduk. Dia tidak berani menatap wajah Tama yang sudah dipastikan akan sangat marah setelah membawa kabar yang dia bawa ini. Tama mengernyit. Dia sempat berpikir sejenak, apa maksud kalimat terakhir dari sang Ibu? Dengan cepat
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status