Semua Bab JERAT OBSESI SANG CEO KEJAM: Bab 11 - Bab 20

122 Bab

BERBOHONG

"Hmm, baiklah kalau begitu. Ada yang ingin kami tanyakan tentang Tuan Satria,” tanya inspektur polisi itu.Mendengar nama Satria, keringat dingin mulai muncul di tubuh Zahra. Apalagi di depannya kini ada sosok Tama yang menjadi dalang dari kematian Satria. Gadis itu mengalihkan pandangannya menatap laki-laki yang masih tenang menyeruput segelas cappucino itu. Dia tampak sama sekali tidak terganggu dengan apa yang diucapkan oleh polisi baru saja.“Sepertinya orang ini memang psikopat,” batin Zahra.“I.. iya.. ada apa ya Pak?” tanya Zahra dengan sedikit gugup. Dia kembali menatap para polisi itu lagi.“Begini nona Zahra, kami mendapat laporan dari kedua orang tua Tuan Satria bahwa Tuan Satria belum juga kembali ke rumah sampai sekarang. Mereka kehilangan jejak sama sekali. Dan dari informasi yang kami dapat jika Tuan Satria terlihat terakhir kali adalah bersama dengan anda. Apakah itu benar?” tanya inspektur polisi. Zahra terdiam sejenak. Pandangannya bolak-balik antara Tama dan juga
Baca selengkapnya

DIIKUTI

"Apa kamu yakin bisa pulang sendiri? Jika kamu mau aku bisa mengantarkanmu sampai depan rumah," ajak Leo. Laki-laki itu sangat khawatir karena dia melihat sejak kedatangan polisi dan juga CEO perusahaan Kalingga's Group tadi, Zahra menjadi lebih pendiam dari biasanya."Tidak usah Kak. Aku bisa pulang sendiri kok. Ini kan masih sore, masih terang," jawab Zahra sambil tersenyum."Apa kamu baik-baik saja, Ra? Aku benar-benar mengkhawatirkanmu. Sejak dari pagi tadi, tingkahmu berubah. Sangat berbeda dari biasanya," tanya Leo lagi. Lagi-lagi Zahra tersenyum menanggapi rasa cemas sang teman."Aku beneran gak apa-apa Kak. Serius. Ya sudah, aku pulang dulu ya," pamit Zahra pada akhirnya. Leo hanya bisa melihat gadis itu yang berjalan semakin menjauh."Ayolah Leo, mau sampai kapan kamu akan jadi pengecut seperti ini? Cepat katakan cintamu pada Zahra! Tapi bagaimana dengan Satria? Ah, beberapa hari ini laki-laki itu tidak pernah datang kemari kan? Jadi apa salahnya jika aku tikung dia dari bela
Baca selengkapnya

JALAN SORE

Seperti yang sudah direncanakan tadi malam, hari ini sepulang kerja Zahra pergi bersama dengan Leo. Sejujurnya berjalan sore hari berdua dengan seorang laki-laki membuat dirinya sedikit paranoid. Bayangan kejadian dulu bersama dengan Satria adalah sebuah memori yang tak bisa dihilangkan begitu saja. Itu sebabnya, kali ini dia menggunakan pakaian yang lebih tebal dari biasanya. Zahra sengaja menggunakan dua buah jaket untuk menutupi tubuh bagian atasnya. Bukan dirinya tidak percaya kepada Leo akan tetapi dia hanya takut kejadian buruk sebelumnya akan terulang. Bukankah sebelumnya dia juga sangat percaya kepada Satria?“Sudah siap?” tanya Leo kepada Zahra yang baru saja keluar dari kamar mandi kedai untuk berganti pakaian.Gadis itu mengangguk. Melihat pakaian yang dikenakan oleh Zahra, membuat Leo sedikit mengernyitkan dahinya.“Apa kamu sakit?” tanya Leo kemudian.“Tidak,” jawab Zahra singkat sambil menggelengkan kepalanya.“Lalu kenapa menggunakan jaket berlapis seperti itu? Sore in
Baca selengkapnya

MENERIMA LEO

“Zahra, aku ingin bicara suatu hal yang penting,” ucap Leo. Gadis itu masih menatap laki-laki di depannya dalam diam.“Zahra, aku tidak tahu apa ini adalah waktu yang tepat atau tidak, tapi sejujurnya jika aku tidak melakukannya hari ini, aku takut jika aku tidak akan mendapatkan waktu lagi.""Ada apa Kak? Kenapa jadi serius seperti ini sih?" ucap Zahra yang mulai tidak sabar dengan kata-kata pembuka Leo.Laki-laki itu memejamkan matanya lalu menarik nafas dalam. Kedua tangannya masih menggenggam kedua tangan Zahra."Zahra, aku mencintai kamu. Maukah kamu menjadi kekasihku?" ucap Leo pada akhirnya. Jantungnya berdegup dengan sangat kencang seolah dirinya sedang melakukan perang saja.Zahra terdiam. Dia tidak menyangka sedikitpun jika Leo akan menyatakan cinta kepadanya. Sejujurnya bagi Zahra sendiri, Leo itu sudah seperti kakak kandung sendiri. Dan sekarang ketika laki-laki itu menyatakan cintanya, sungguh membuat gadis ini bingung."Aku tahu kalau kamu baru saja putus dari Satria. Ak
Baca selengkapnya

MANSION

Akhirnya setelah berpikir panjang, Zahra pun memutuskan untuk ikut dengan Rey pergi menuju mansion Tama. Dia tidak mau jika sampai mereka kehilangan rumah peninggalan sang Ibu dan dia juga tidak mau jika kedua laki-laki itu menyeret dirinya seperti mereka menyeret koper roda miliknya tadi.Zahra kini sedang duduk di kursi tengah diapit oleh kedua orang laki-laki. Sedangkan Rey duduk di depan bersama seorang sopir yang mengendarai mobil tersebut. Sepanjang perjalanan, pikiran Zahra sangat kacau. Rasa takut, bingung, gelisah, semua menjadi satu. Dia bahkan berusaha keras untuk merangkai kata-kata yang sepertinya baik untuk dia tanyakan kepada Tama saat mereka bertemu nanti. Dia sangat berharap jika Tama akan menyuruhnya kembali pulang ke rumah.Setelah melewati beberapa jam perjalanan, mobil itu pun telah sampai ke sebuah mansion yang sangat luas. Zahra bahkan sampai melongo saat melihat ukuran tempat tinggal tersebut."Bagaimana bisa orang memiliki rumah sebesar ini? Ini bahkan lebih b
Baca selengkapnya

HUKUMAN

"Apa kamu lupa statusmu Zahra?" teriak Tama sambil berdiri. Satu tangannya menunjuk ke arah gadis itu. Tubuh Zahra semakin gemetar. Jantungnya berdetak cepat. Dia sangat ketakutan.Air mata tanpa terasa kembali jatuh. Melihat tatapan mata tajam nan melotot dari Tama membuat gadis itu tak bisa berkata apa-apa lagi. Walaupun sebenarnya hati kecilnya masih bertanya apa yang sudah dia lakukan? Penghianatan apa yang dimaksud oleh laki-laki di depannya ini?"Baik. Sepertinya kamu memang tidak mengerti apa yang aku maksud. Akan aku jelaskan," ucap Tama. Laki-laki itu kembali berjalan mendekati Zahra. Semakin dekat, terus semakin dekat. Merasa takut jika laki-laki itu akan menyakitinya, Zahra mundur beberapa langkah. Akan tetapi bukannya berhenti, Tama terus saja berjalan mendekati wanita itu. Hingga saat punggung Zahra menempel ke dinding di belakangnya, gadis itu tidak bisa bergerak kemana-mana lagi. Kini jarak diantara mereka hanya tinggal beberapa sentimeter saja.Tubuh Zahra yang hanya s
Baca selengkapnya

HARI PERTAMA

"Hai sayang. Sudah tidur belum? Aku masih kangen sama kamu. Aneh ya, padahal seharian penuh kita bersama dan baru beberapa jam yang lalu kita berpisah. Tapi hati ini rasanya kangen banget sama kamu. Sayang apa aku boleh telepon? Aku ingin dengar suara kamu" Zahra mematung. Air mata yang sejak dari tadi sudah berhenti, kini mulai muncul kembali saat dia membaca pesan yang dikirimkan oleh sang kekasih. "Kak Leo…" gumam gadis itu. Zahra teringat dengan kata-kata dari Tama yang memerintahkan dirinya untuk mengakhiri hubungannya dengan laki-laki itu. Dia bingung bagaimana mengatakan semuanya kepada Leo. Seandainya saja bisa, dia tidak ingin mengakhiri semuanya. Walaupun cinta di dalam hatinya belum sepenuhnya milik laki-laki itu akan tetapi dia akan terus berusaha untuk bisa mencintai Leo dengan tulus. Gadis itu menunduk ketika sebuah pesan dari laki-laki yang beberapa jam yang lalu menjadi kekasihnya itu kembali muncul. "Sayang, kenapa kamu diam saja? Kenapa kamu tidak membalas pesan
Baca selengkapnya

SUDAH TAHU

Tepat pukul 11 siang, Zahra terbangun dari tidurnya. Matanya perlahan mengerjap menyesuaikan bias cahaya yang masuk. Dengan tubuh yang masih sedikit lemas, dia bangkit lalu duduk di atas tempat tidur itu. Sedikit meregangkan tubuhnya disana."Hmm, jam berapa ini?" gumam Zahra masih dengan mata yang sipit."Jam 11 siang nona Zahra."Suara bariton yang begitu menggelegar terdengar di telinga Zahra, membuat gadis itu membuka matanya lebar-lebar karena dia tahu siapa pemilik suara itu. Rasa ngantuk yang semula masih tersisa, kini seolah lenyap begitu saja. Zahra menoleh ke arah samping dan dia melihat Tama sedang duduk tegak di salah satu kursi yang ada di sana. Tatapan matanya sangat tajam dengan mimik wajah yang mengerikan. Gadis itu kembali kesulitan menelan salivanya."Nyenyak tidurnya?" ucap Tama lagi. Nadanya memang normal tapi memiliki kekuatan intimidasi yang cukup kuat. Membuat Zahra kembali merasakan ketakutan pada dirinya."Maaf Tuan," jawab Zahra sambil menunduk.Tama berdiri
Baca selengkapnya

MENCOBA KABUR

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam. Zahra masih melaksanakan tugasnya memijat kaki Tama yang terduduk di kursi. Selama ini interaksi diantara mereka berdua memang selalu terjadi di luar kamar Tama. Entah kenapa tapi laki-laki itu tidak ingin Zahra menginjakkan kakinya ke dalam kamarnya. Dan hal itu tertulis jelas di lembaran aturan pekerjaan yang harus gadis itu lakukan selama menjadi pelayan pribadi Tama.Tama tampak memejamkan matanya. Sepertinya rasa kantuk sudah mulai menyerangnya. Zahra sedikit terkejut saat merasakan ponsel yang dia simpan di saku celananya bergetar. Zahra yakin jika itu adalah pesan dari sang kekasih."Bagaimana ini? Itu pasti chat dari Kak Leo? Apa Kak Leo sudah ada di belakang mansion?" ucap Zahra dalam hati. Kedua matanya terus melirik ke arah wajah Tama yang masih saja menyeramkan di benaknya.Setelah beberapa saat, salah satu tangan Tama terangkat memberikan isyarat agar Zahra berhenti memijatnya. "Tugasmu sudah selesai hari ini. Kembalilah ke
Baca selengkapnya

PERINGATAN

Mendengar suara tembakan yang diluncurkan oleh senjata Tama, membuat ingatan Zahra kembali pada peristiwa beberapa minggu silam. Muka gadis itu seketika memucat membayangkan sang kekasih kembali bernasib sama dengan Satria. Dengan cepat dia mengalihkan pandangannya kepada laki-laki yang sudah menolongnya keluar dari mansion bak penjara milik Tama tersebut.“Tidak!” Zahra berteriak sekencang mungkin saat kedua matanya melihat Leo terjatuh, terbaring di jalan dengan kedua tangan yang memegang kakinya yang sudah berlumuran darah. Air matanya kembali terjatuh dengan sangat deras.Zahra berdiri dan berniat untuk berlari mendekati sang kekasih. Akan tetapi cengkraman keras Tama di lengannya membuat gadis itu tidak bisa melangkah sama sekali.“Tuan. Tolong lepaskan aku Tuan. Tuan, tolong bebaskan Kak Leo. Jangan sakiti Kak Leo. Kak Leo tidak bersalah. Ini semua salahku. Aku mohon tolong jangan sakiti Kak leo,” pinta Zahra dengan merintih. Kedua tangannya kembali dia satukan di depan dadanya.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status