“Awalnya aku tidak yakin, tapi aku percaya sepenuhnya pada Alana. Dalam rahimnya adalah benih cinta kami.” Ravin tampak percaya diri.Sementara Belva hanya mencebikkan bibir. Dalam hatinya Belva pun berbicara, Dasar lebay.“Baiklah, kalau begitu. Semoga persalinannya lancar, ya.” Hanya itu komentar Belva.“Terimakasih,” sahut Ravin. “Tapi aku punya sebuah usul, Belva.”“Apa itu?” tanya Belva.“Aku berniat, bayi kami ingin aku berikan pada keluargaku dan mengatakan bahwa itu adalah anakmu dan aku!” ujar Ravin, membuat Belva membelalakan mata dengan mulut terbuka.“Sinting kamu!” umpat Belva.“Itu satu-satunya cara agar Oma dan Ayahku berhenti meminta cucu sama kita!” kata Ravin.“Tapi bukan begitu caranya, Ravin. Duh, bisa gak sih kamu itu berpikir cerdas sedikit aja, Rav!” timpal Belva, ia terlihat geram.
Read more