Home / Pernikahan / TERTAWAN GODAAN CINTA / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of TERTAWAN GODAAN CINTA: Chapter 11 - Chapter 20

94 Chapters

Bab 11. Godaan dari Alana

Belva menghela napas. Karena malas berdebat, jadilah ia mengakhiri kesenangannya hari ini.“Ya sudah, antar aku pulang!” kata Belva.Tigor hanya tersenyum kemudian mereka beranjak dari pantai. Mereka bergegas menuju area parkir mobil.Belva di antar oleh Tigor untuk pulang. Di sela-sela perjalanan, ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari Ravin. Ia hanya menilik sesaat, membiarkan ponselnya terus berdering hingga panggilan tidak terjawab.“Kenapa gak di angkat?” tanya Tigor.“Paling juga marah-marah dia!” jawab Belva.“Dia khawatir kali sama kamu!” kata Tigor. Dia hanya terus berusaha mengingatkan Belva akan statusnya saat ini.“Kan ada istri tuanya. Tanpa aku juga dia pasti baik-baik aja!” ketus Belva.“Bukan itu ... dia pasti mencemaskan kamu, Belva. Bagaimanapun kan sekarang kamu itu istrinya. Sudah menjadi tanggung jawabnya!” seru Tigor.&ld
Read more

Bab 12. Harus siap berbagi

Kalimat itu tanpa disengaja tiba-tiba membuat hati Alana sakit. Sejenak ia termangu dan menoleh ke arah dapur. Melihat madunya yang sedang bersenda gurau dengan asyik bersama ART.“Ya sudah, kalau begitu pergilah! lagipula kemarin kita sudah bersama bukan?” Alana berusaha menerima dan bersikap wajar.“Tidak apa-apa, kan?” tanya Ravin, memastikan.“Tidak apa. Pergilah! kalau begitu, aku mau langsung beristirahat saja, Mas.” Alana tersenyum kemudian masuk ke dalam kamar seraya menutup pintu dengan sedikit memaksa. Membuat Ravin menggeser posisi dengan cepat.“Alana, tunggu!” Ravin menahan pintu yang hendak tertutup.“Ya, Mas?” sahut Alana. Nada suaranya pun terdengar lemah. Sepertinya dia kecewa.“Kamu gak marah kan sama aku?” tanya Ravin.Alana menarik napas dalam, kemudian menjawab, “Andai aku marah, aku gak punya hak untuk melarangmu bersama istri muda. Ini
Read more

Bab 13. Permintaan Ravin

Perasaannya semakin resah tak karuan. Terkadang menyesali keadaan ini. Mengapa juga ia harus teringat orang lain, sementara dirinya telah menjadi seorang istri. “Stop, Alana. Aku harus kuat! biarkan Mas Ravin berbahagia dengan istri mudanya. Ikhlaskan keadaan bahwa saat ini Ravin bukan hanya milikku. Dan, satu lagi, jangan pernah mengingat masa lalu lagi!” Alana terisak kecil. Berbicara pada dirinya sendiri. Rasanya masih begitu sulit untuk mengikhlaskan. Sementara dalam keterpurukan, bayang-bayang masa lalu justru mulai merongrong. Menciptakan desiran aneh dalam tubuhnya. Terbesit rasa rindu akan seseorang. “Oh Tuhan ... tolong hempaskan dia dalam benakku! aku dan Titan sudah lama berakhir. Tapi kenapa kalau aku sedang kecewa pada Ravin, bayang-bayang pria itu selalu muncul dalam pikiranku?” Alana menjadi gusar. Ia seperti berperang dengan pikiran dan hatinya sendiri. Tidak bisa dipungkiri, ia sangat merindukan sosok pria lain tanpa disadari. Membuat gejolak hasrat itu kembali me
Read more

Bab 14. Ada apa dengan Alana?

Ravin menjeda sesaat ucapannya.“Semua ini aku lakukan, semata-mata hanya ingin kita bisa sama-sama menjaga harga diri. Sebagai suami maupun istri. Agar tidak ada yang terlalu mendominasi atau merasa tertindas. Aku menghargai keputusanmu untuk tak aku sentuh, kamu pun harus menghargai perintah dan aturan sebagai istriku.”Belva tertegun. Ravin memang selalu tegas dalam mengambil sikap. Jiwa kepemimpinannya tak usah diragukan lagi. Sikap wibawa dan kebijaksanaan Ravin itulah yang dulu sempat membuat Belva menyukai pria itu.“Terimakasih, Rav. Kamu sudah mengerti dengan baik. Aku akan menjaga rahasiamu dengan baik di hadapan keluarga besar. Tapi kembali lagi, sebagai imbalannya, aku tidak ingin kamu menyentuhku!” pungkas Belva.“Baiklah. Kamu bukan madu yang manis untukku!” Ravin berujar pelan. Membuat Belva tersenyum tipis.“Anggap saja begitu.”Di tengah-tengah perbincangan. Ponsel Belva bergetar. Ravin pun menilik sedikit dan menangkap sebuah nama yang tertera di layar ponsel istri m
Read more

Bab 15. Dalam Satu Mobil

Alana terdiam. Wajahnya menunduk lemah, kemudian kembali berbaring dengan ekspresi sedih.“Kamu kan sudah tau aku gimana?” katanya dengan lemah.“Tapi kan aku gak ke mana-mana, Alana. Kamu bisa meminta itu jika kamu mau!” ujar Ravin.“Bagaimana bisa? sementara kamu sedang asyik bersama istri muda. Aku gak mungkin mengacaukan itu!” balas Alana.“Come on, Alana. Maafkan aku, tapi ... kamu jangan keseringan melakukan itu sendirian, karena aku jadi merasa tidak berguna sebagai suami. Katakan saja kapanpun kamu inginkan!” ujar Ravin sembari mengusap lembut wajah sang istri.“Tapi aku gak mau mengganggu waktumu dengan Belva.” Alana terisak. Akhir-akhir ini ia menjadi sangat sensitif.Ravin mendekap erat sang istri tercinta. Merasa terharu karena meski memiliki daya hasrat yang berlebih, tetapi Alana selalu bisa menjaga diri dan tetap merelakan suaminya bersama wanita lain. Yang membuatnya menjadi tersiksa sendiri.“Maafkan aku, sayang. Sebagai permohonan maaf, apa yang kamu inginkan hari in
Read more

Bab 16. Manager Terbaik

“Waw, kalau nanti sudah melahirkan apa kamu mengizinkan istrimu untuk kembali berkarir?” tanya Belva pada Ravin.Sejenak Ravin berpikir. Sebenarnya malas untuk menjawab hal seperti itu. Sementara Alana pun tampak penasaran dengan jawaban yang akan diberikan oleh suaminya.“Tetep gak boleh. Lebih baik fokus mengurus anak di rumah!” seru Ravin.Terlihat jelas ekspresi Alana pun menjadi datar cenderung sedih.Belva tersenyum tipis. Menurutnya alasan macam itu? bukankah di luar sana juga banyak wanita yang sudah menikah, mengandung bahkan sudah memiliki beberapa anak dan masih tetap bisa berkarir hingga sukses?“Kalau begitu, kenapa Belva kamu izinkan untuk kerja?” Alana protes.Ravin menghela napas. Menoleh pada istrinya yang tiba-tiba merajuk.“Belva kan punya tanggung jawab besar dalam bisnisnya. Gak mungkin tiba-tiba dia harus vakum atau meninggalkan pekerjaannya gitu aja,” ujar Ravin santai.“Lagipula kamu kan semenjak hamil jadi lebih banyak kecapean, dan memang lebih baik banyak b
Read more

Bab 17. Kenapa harus mereka lagi?

Tigor menatap lurus Belva yang bertanya-tanya. Tatapannya begitu meneduhkan. Senyuman manis itu selalu membuat wanita manapun pasti akan takluk dengan pria seperti Tigor.“Sudah aku bilang, mudah untuk aku tau hal itu.” Tigor menjeda sesaat ucapannya. Matanya langsung teralihkan menatap pemandangan sawah yang terbentang luas dan tersusun rapi di antara perbukitan.“Karena kalau kamu bahagia dengan suamimu, gak mungkin kamu melihatku di tempat semalam, dan mengirim pesan padaku.” Tigor kembali menatap Belva yang terdiam.Ucapannya seperti hal yan tersirat. Artinya, jika tadi malam Belva tidur dan bersenang-senang dengan Ravin, tidak mungkin Belva memiliki kesempatan untuk mengirim pesan pada pria lain.Belva masih terdiam dengan hatinya yang berdesir nyeri. Mengapa di tengah-tengah kesedihan, justru orang lain yang lebih mengerti dirinya.“Aku gak tau harus berbuat apa. Rasanya aku ingin sekali terlepas dari belenggu yang menyedihkan ini, Tigor.” Belva melipat bibir yang bergetar menah
Read more

Bab 18. Noda Lipstik

Belva pun sempat bertanya-tanya dalam benaknya. Ada apa dengan Tigor. Apa dia marah padanya atau kesal karena kedatangan Ravin dan Alana?Sementara itu, Alana hanya menyeringai kecil menatap kepergian Belva dan Tigor.“Mereka lebih dekat dari yang aku bayangkan, ya?” katanya dengan nada yang ketus.“Wajar. Namanya manager!” balas Ravin.“Gimana kalau mereka ada main sesuatu?” Alana selalu ahli dalam mengompori.“Belva dan Tigor bukan orang seperti itu!” ucap Ravin tegas.“Kenapa kamu begitu yakin?” tanya Alana menyelidik.“Aku kenal Belva dari kecil. Aku tau perangai dan moralnya. Dia wanita baik-baik!” kata Ravin. Membuat hati Alana sedikit cemburu. Ia sangat yakin dengan ucapannya. Apalagi semenjak menikah Belva tidak mau disentuh. Bahkan oleh suaminya sendiri.“Itu kan Belva, kalau managernya kan kamu gak tau seperti apa sikapnya,” timpal Ala
Read more

Bab 19. Ungkapan Hati

“Atau terkadang memang begitu menurut perhitungan medis. Usia kehamilan dan pernikahan kadang tidak bisa di pukul rata. Apalagi patokan perhitungannya itu adalah saat hari pertama haid terakhir. Tapi untuk detailnya aku juga tidak terlalu paham.” sambung Belva.Tigor masih tampak berpikir. Kecepatan mobil pun ia kurangi.“Aku juga pernah dengar soal perhitungan medis itu. Tapi ... kalau dilihat dari kasus Ravin dan Alana, sepertinya memang kehamilan itu sudah terjadi sebelum mereka menikah.” Tigor berujar serius.Belva membuang napas pelan dan berkata, “Aku gak peduli. Mau hamil sebelum atau setelah menikah, itu urusan mereka.”“Memangnya kenapa? kamu dari tadi kelihatan kayak gusar sekali, Tigor?” tanya Belva.Yang ditanya malah melamun dengan benaknya yang tiba-tiba menjadi penuh. Belva menepuk bahu Tigor dan membuatnya mengerjapkan mata.“Hei, malah bengong? hati-hati loh kamu lagi nye
Read more

Bab 20. Bawa Aku Pergi!

“Jangankan mengucapkan, aku melihat namamu bersatu dengan Arav saja sudah hampir membuat jantungku berhenti berdetak. Aku seperti mati, Belva!” seru Tigor.“Tapi, ternyata bayang-bayang kebahagiaanmu itu tak seindah yang aku duga. Arav di ringkus polisi, kalian ternyata berpisah. Dan terakhir kabar kematian Arav yang membuat aku kembali menghubungimu, aku lebih terkejut lagi saat mendengar kamu ternyata menikah lagi. dan tanpa disadari hal itulah yang membuat kita kembali bertemu!” sambung Tigor.Belva menunduk lemah. Di balik diamnya Tigor tentang kisah cintanya, ternyata ia menjadi salah satu ceritanya.“Jangan berpikir aku bahagia atas perpisahan kamu dengan Arav. Justru, niatku bertemu denganmu karena aku juga sangat sedih melihat kamu menderita, apalagi dengan fakta kamu menikah lagi dengan pria lain yang jelas tidak kamu cintai!” Tigor menoleh dan menggenggam jemari Belva.Belva pun menoleh. Matanya berembun denga
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status