Semua Bab Istri Tuan Muda Lumpuh: Bab 141 - Bab 150

224 Bab

141. Kenyataan Tentang Keluarga

Geena membuka mata dan merasa bingung tentang keberadaannya. Dia mengedarkan pandangan dan terkejut pada dua pasang mata yang menatapnya.“Siapa kalian?” tanya Geena, lalu dengan cepat beringsut ke pinggir ranjang menghindari mereka, rasa curiga dan cemas mencengkeram dirinya.“Namaku Inggrid dan ini suamiku, Axton Hogan,” jawab wanita yang menatapnya lembut, tetapi suaranya bergetar seakan menahan sesuatu dalam dirinya.“Dimana aku berada? Kenapa aku ada disini?” jantung Geena berdetak kencang karena sadar jika sesuatu yang tidak beres sedang terjadi.“Kamu berada di rumahmu dan kami adalah orang tua kandungmu,” ujar Inggrid yang membuat tubuh Geena membeku dengan wajah memucat, mulutnya bungkam tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya.Melihat hal itu, Inggrid merasa khawatir. Dia menatap Axton untuk meminta bantuan sehingga suaminya itu bisa mendukung perkataannya.“Mungkin kamu bingung karena kenyataan ini. Perlu kamu ketahui, saat kamu lahir, seseorang menculikmu. Selama 18 ta
Baca selengkapnya

142. Hanya Demi Cinta

“Keluarga Jackson dan Smith tidak pernah akur sejak dulu. Douglas Smith adalah orang yang paling berpengaruh terhadap ketidak akuran itu,” Britne memulai ceritanya.Matanya mengikuti tatapan Geena ke arah padang rumput hijau yang terbentang luas, yang semakin jauh terlihat menyatu dengan langit biru yang cerah.Dia kemudian menjelaskan tentang perjalanan cinta grandmanya Johana dan sejarah unclenya Richard serta kisah cinta papa dan mamanya. Cerita itu mengalir penuh liku, namun berujung pada cinta yang menemukan tempatnya.Issac dan Johana, Richard dan Kimberly, Axton dan Inggrid, mereka semua mendapatkan cinta yang diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.Britne mengakhiri ceritanya dengan senyum yang terkembang di bibir, mengingat betapa cinta di keluarganya begitu indah.“Cerita keluargamu sangat menarik, aku tidak menyangka gadis 18 tahun sepertimu bisa menggambarkan kisah cinta yang begitu detail,” ujar Geena menanggapi cerita Britne.Britne menoleh menatap wajah saudara kembarnya.
Baca selengkapnya

143. Kematian Tak Diharapkan

Axton masuk ke rumah dengan wajah lelah, dia langsung mencari istrinya untuk memberitahukan informasi yang didapatkan. Melihat istrinya sedang sibuk di dapur, dia memeluknya dari belakang dan membenamkan wajah ke tengkuk wanita itu.“Hey, ada apa?” tanya Inggrid merasakan kegalauan suaminya.“Kita harus ke kota sekarang,” jawab Axton.Inggrid membalikkan tubuhnya dan menatap wajah suaminya, tangannya mengusap lembut pipi Axton. “Apakah ada masalah? Kenapa raut wajahmu terlihat tegang?”“Pembunuh orang tuaku telah mati.”Mata Inggrid terbelalak mendengar hal tersebut. “Apakah maksudmu Douglas telah mati?”Axton mengangguk lalu menopangkan kepala di pundak istrinya, butuh tempat untuk bersandar. Inggrid yang tahu suaminya sedang tidak baik-baik saja, memeluk dan mengusap punggungnya. “Aku merasa semua ini tidak adil. Dia mati begitu saja sebelum mengakui semua kesalahannya, bahkan sama sekali tidak meminta maaf atas perbuatannya. Dia tidak merasa bersalah atas kematian orang tuaku yang
Baca selengkapnya

144. Pria Impian

Sadar jika ada yang tidak beres dengan ingatan Mattew, Ciara memanggil dokter untuk memeriksanya lebih lanjut. Dokter mengatakan jika Mattew mengalami gangguan ingatan atau bisa dikatakan jika pria itu telah kehilangan sebagian dari ingatannya.Informasi tersebut membuat Ciara kaget dan syok. Dia tidak tahu harus menjelaskan dari mana tentang semua yang terjadi jika Mattew menanyakannya. Kebingungan tersebut membuat Ciara mengambil waktu sejenak untuk merenung di lorong rumah sakit.“Mungkinkah ini jawaban dari Tuhan jika kita berdua bisa memulai kehidupan baru dari nol lagi? melupakan semua hal buruk yang telah terjadi di masa lalu,” pikir Ciara yang bisa menghabiskan sisa hidupnya bersama Mattew.Ciara kemudian menoleh menatap kamar rawat putranya, bibirnya bergumam lirih dengan penuh ketegasan. “Kamu berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik, mama akan memastikan kebahagiaanmu,” tekadnya.Merasa pikirannya jauh lebih baik dan lebih jernih, membuat Ciara memutuskan untuk masuk ke
Baca selengkapnya

145. Melihat dan Bertemu Dengannya

Setelah hampir satu bulan di rumah sakit, Mattew akhirnya diizinkan pulang. Meski tubuhnya masih perlu banyak penyesuian dan istirahat, dokter mengatakan jika Mattew sudah baik-baik saja.Sebelum Mattew menempati tempat tinggal yang baru, Ciara mengajaknya ke makam Douglas, makam pria yang dia kenal sebagai tuannya, namun Ciara terus menyakinkan dirinya jika pria itu adalah papanya.Tak lama kemudian, keduanya berdiri di depan sebuah nisan dengan mulut yang masih bungkam dengan ekspresi yang disembunyikan di balik kaca mata hitam yang mereka pakai.“Dia tidak sepenuhnya jahat, aku adalah orang yang membuatnya menjadi seperti monster,” ujar Ciara memulai pembicaraan, mengatasi kecanggungan diantara mereka.Mattew menoleh menatap Ciara merespon apa yang wanita itu katakan.“Kenapa Anda berkata seperti itu?” tanya Mattew yang belum bisa memanggil Ciara dengan sebutan mama.Ciara balik menatap Mattew dari balik kaca mata hitamnya, hatinya terasa sakit ketika putranya itu belum bisa mengak
Baca selengkapnya

146. Jackson, Hogan dan Smith

“Mattew ...?” gumam Geena dengan bibir bergetar dan suara parau lirih.Mattew menajamkan tatapannya dengan kening mengerutkan dalam. Tangannya mengepal ketika jantungnya berdetak tak terkendali. Suara itu terasa tidak asing baginya, menelusup ke dalam relung hati, menghadirkan rasa yang tak bisa dia mengerti namun menyesakkan.“Apakah kamu mengenalku?” tanya Mattew tampak bodoh.Geena seketika menegakkan tubuh dan berdiri menegang. Bagaimana bisa Mattew tidak mengenalnya? Apakah pria itu sedang berpura-pura tak mengenalnya karena ingin menghindarinya? Apakah Mattew sedang membuat alasan untuk bisa kembali menghilang dari kehidupannya?“A-apa maksudmu?” Geena memastikan tujuan Mattew bersikap tak masuk akal padanya.“Mungkin pertanyaanku terasa aneh, tetapi aku memiliki alasan akan hal itu,” Mattew berusaha menjelasan keadaan dirinya“Benar sekali, sikapmu terlihat sangat aneh. Jadi, alasan apa yang bisa kudengar yang membuatmu bersikap demikian?” Geena berpikir jika Mattew masih berma
Baca selengkapnya

147. Di Dalam Hutan, Rasa itu Timbul

Setelah bertemu dengan Geena Hogan, Mattew tidak bisa tidur dengan nyenyak. Berulang kali dia berusaha memejamkan mata, namun wajah gadis itu selalu terbayang mengusiknya.Ketika matanya mulai berat dan kesadarannya sedikit menghilang, Geena hadir dalam mimpi dan mengganggu tidurnya.“Kakak ...” suara merdu Geena di dalam mimpi membuat Mattew terbangun dengan nafas tersengal dan keringat dingin yang membasahi tubuh serta pakaiannya.“Kenapa gadis itu memanggilku kakak?” gumam Mattew sambil memijat kepalanya yang terasa berdenyut sakit.Mattew menyibak selimut yang menutupi tubuhnya lalu menyeret kakinya menuju kamar mandi. Sesampainya di sana, dia memutar kran air dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin, membiarkan air itu mendinginkan kepalanya yang terasa panas, seakan ada api dan asap yang mengepul dari sana.Kedua tangan Mattew tertopang pada dinding kamar mandi, matanya terpejam mengingat bagaimana Geena hadir dalam mimpinya. Tangannya mengepal kuat ketika dirinya merasa sangat
Baca selengkapnya

148. Tidak Mudah Memilikiku

Geena menatap pria tampan di depannya dengan tatapan datar tanpa ekspresi. Dia berdiri sambil melipat tangan sebagai tanda pertahanan diri.“Perkenalkan putriku, namanya Geena,” ucap Axton penuh kebanggaan, memperkenalkan putrinya pada keluarga sahabatnya.William Cooper terkekeh menatap Geena, dia kemudian beralih menatap putranya dan balas memperkenalkan pada keluarga Axton.“Ini putraku, namanya Alvaro. Aku merasa senang jika Geena dan putraku bisa berteman baik. Semoga hubungan tersebut bisa berlanjut sehingga persahabatan kita berubah menjadi keluarga.”Perkataan William terdengar penuh dengan maksud tersembunyi, siapapun yang mendengarnya seketika tahu apa yang dimaksud pria itu.Alvaro tersenyum mendengar perkataan papanya, dia kemudian berjalan mendekati Geena dan mengulurkan tangan. “Aku harap kita bisa berteman,” ucapnya ramah yang membuat Geena merasa tidak terancam.Sekilas Geena hanya menatap tangan yang terulur ke arahnya. Ada perasaaan ragu untuk menyambut uluran tangan
Baca selengkapnya

149. Cinta itu Buta

Ketika tangan Mattew hendak menyentuh tempat tersembunyi miliknya, disaat itulah kesadaran Geena pulih, dia segera menghentikan apa yang pria itu lakukan.“Belum pernah ada pria yang menyentuhku, jadi jangan lakukan itu!” tegur Geena.Mattew menatap nanar wajah cantik Geena, tangannya ganti mengusap wajah itu. “Apakah kamu ingin mengatakan jika dirimu masih perawan?”Wajah Geena seketika memanas, pipinya merona merah mendengar perkataan vulgar Mattew. Ingin sekali dirinya mengatakan jika kepolosan dirinya saat ini akibat ulah pria itu di masa lalu karena sangat protektif terhadapnya.“Tak perlu menjawabnya, rona wajahmu sudah memberitahukannya kepadaku,” goda Mattew yang membuat Geena kesal lalu mendorongnya menjauh.“Aku harus pergi,” ujar Geena yang kemudian membuka pintu gubuk lalu menjauh dari tempat tersebut.“Besok kita akan bertemu lagi disini,” seru Mattew yang diabaikan oleh Geena dengan pura-pura tidak mendengar seruannya.Tanpa Mattew tahu, diam-diam Geena tersenyum senang
Baca selengkapnya

150. Hati yang Bahagia

Geena hampir tidak bisa bernafas ketika harus masuk dalam satu selimut dengan Mattew dan sama-sama hanya menggunakan pakaian dalam. Setelah Mattew berhasil membuat api, keduanya harus melepas pakaian yang basah agar tidak kedinginan dan sakit. Beruntung ada selimut di gubuk tersebut karena Geena sering memakainya jika udara terlalu dingin. “Mattew, menjauhlah sedikit!” tegur Geena ketika pria itu menopangkan kepala di bahunya. “Biarkan seperti ini sejenak, kepalaku sedikit pusing,” gumam Mattew sambil memejamkan mata. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Geena dengan suara yang berubah penuh kekhawatiran. “Semenjak aku mengalami kecelakaan dan bangun dari koma, aku sering merasa pusing tetapi aku sudah mulai terbiasa dengan rasa sakit itu,” jelas Mattew. Geena dengan cepat mengulurkan tangan lalu memeriksa kening Mattew. “Kamu tidak demam, apakah kamu butuh sesuatu untuk meringankan rasa pusingmu?” tanya Geena. “Aku memang tidak demam dan hanya butuh waktu sebentar untuk tidur, j
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1314151617
...
23
DMCA.com Protection Status