Home / Romansa / Tunangan Naif Pewaris Bengis / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Tunangan Naif Pewaris Bengis: Chapter 31 - Chapter 40

117 Chapters

Bunuh Diri Saja

"Tidak mungkin, aku tidak pernah melakukan apapun yang bisa membuat Emma seperti sekarang ini." Elvan menjawab dengan tegas.Namun, di dalam hati, Elvan merasa seperti menjadi pengecut. Ia menyadari bahwa Emma pasti sedang sedih karena dirinya. Emma menyukainya, menyatakan perasaan padanya, tapi ia menolaknya.Elvan tidak pernah menganggapnya serius, karena ia tidak merasakan hal yang sama. Tetapi sekarang, melihat Emma menghilang dan ia khawatir tentang keadaannya, Elvan merasa sangat-sangat bersalah."Aku rasa kamu menyukai Emma, ya?" tebak Zaki. "Itu sebabnya kamu begitu khawatir dan merasa bersalah. Kekhawatiranmu sudah melebihi seorang sahabat, El."Elvan terkejut mendengar perkataan Zaki. Ia tidak pernah berpikir bahwa pertanyaan itu akhirnya ia dapatkan. "Tidak, itu tidak mungkin. Kami hanya sahabat baik.""Tapi sikapmu saat ini sudah jelas menunjukkan perasaanmu pada Emma. Apa kamu ingin mengelak? Karena aku pun juga merasa bahwa Emma menyukaimu," timpal Alex. Tepat sasaran."
Read more

Yang Terakhir Kali

"Elvan ke mana, ya?"Di sisi lain, Emma yang baru saja datang sedang mencari Elvan. Tapi tiba-tiba ia melihatnya bersama Nayla. Mendadak Emma heran. Rasa penasaran pun menguasainya, ia tak tahan untuk mengikuti dan berdiri di sisi tembok yang lain agar bisa mendengar percakapan mereka.Baru beberapa detik, Emma sudah dikejutkan dengan perkataan Nayla yang menyebut kata 'tunangan'. Jantung Emma terasa terhenti, karena ia langsung berpikir bahwa itulah alasan Elvan menolak perasaannya."Jadi karena dia, ya?" batin Emma tersenyum kecut.Emma berasumsi bahwa Elvan sudah bertunangan dengan Nayla. Ketika ia mendengar Nayla memberi hadiah dan Elvan sepertinya menerimanya—kekecewaan semakin menghampiri Emma.Ia merasa bahwa perasaannya diabaikan dan bahwa Elvan telah menemukan seseorang yang lebih penting dalam hidupnya. Tanpa menyadari bahwa sebenarnya hadiah itu dibuang oleh Elvan, Emma dengan hati yang hancur memutuskan untuk pergi dari sana dari pada mendengar percakapan yang semakin me
Read more

Buat Elvan Bahagia

"Jangan membicarakan soal cinta lagi," jawab Elvan sedikit malas. Emma tersenyum tipis.Obrolan mereka berlanjut dengan ringan, sampai akhirnya Emma bertanya, "El, apa benar ... kamu tidak akan pernah bisa mencintaiku sebagai wanita?" Elvan tertegun, lagi-lagi Emma belum bisa melupakan tentang itu. Ia pun menghela napas pelan. "Kita tetap sahabat, Emma. Meski kita hanya sahabat, tapi hubungan kita tetap akan dekat. Aku tidak akan meninggalkanmu sampai kapan pun." Emma hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Elvan. Meski di dalam hati ia merasa sakit karena harapannya untuk menjadi lebih dari sekadar sahabat dengan Elvan benar-benar tidak bisa terwujud. Elvan kemudian menyeletuk lagi setelah itu saat hening, "Hei, apa kamu tidak membawa hadiah untukku?" Emma tertawa kecil. "Kamu berharap sekali, ya?" Lalu, ia memberikan kotak kado berukuran mini kepada Elvan. Emma tidak memberitahu Elvan bahwa di dalam kotak tersebut ada surat
Read more

Dasar Gadis Pembunuh!

"Kak Emma?" panggil Nayla pelan, setelah selang beberapa menit tidak ada yang berbicara.Emma lalu melepaskan pelukannya, tersenyum sambil menatap Nayla yang terdiam. Kemudian menggenggam kedua tangannya. "Setelah ini jangan menahanku dalam apapun yang aku lakukan, ya, Nay. Aku harap kamu tetap menerima segala hal yang akan terjadi nantinya."Emma terus tersenyum, tetapi Nayla tidak bisa mengekspresikan apapun. Lebih dari itu, raut wajah Emma terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Tangan Emma terasa dingin saat menyentuh tangan Nayla tadi. Emma kemudian sedikit mundur dan menghadap ke halaman kampus yang luas. Beberapa saat hening, Nayla akhirnya menyeletuk, "Apa yang sedang kamu pikirkan, Kak?"Namun lagi-lagi Emma hanya tersenyum tanpa Nayla ketahui arti di balik senyumannya. "Nay, aku juga berharap setelah ini kamu tidak marah padaku. Karena ... aku akan membuatmu menderita."Spontan perasaan Nayla menjadi campur aduk. Ia merasa terkejut, tertegun, juga bingung. Pernyataan terseb
Read more

Terjebak Dalam Kehampaan

"Aku bukan pembunuh! Kak Emma yang menjatuhkan dirinya sendiri! Aku tidak bohong, Kak! Percaya padaku!" teriak Nayla. Hatinya sakit dengan tuduhan itu.Elvan mendecih. Lalu mendekat, dan menampar pipi Nayla tanpa rasa bersalah. "Jangan harap aku mempercayaimu, Bitch! Aku tahu kamu pasti cemburu pada Emma karena dia bisa dekat denganku, kan? Tidak perlu menafik! Aku tahu sifatmu yang busuk!"Situasi di rooftop menjadi hening sejenak saat Elvan pergi meninggalkan Nayla yang masih menangis terisak-isak. Nayla merasa seolah dunia runtuh, dan ia tidak tahu harus berbuat apa. Tak lama, Clara datang. Ia tidak tahu apa yang terjadi, tetapi ia bisa melihat Nayla dalam keadaan yang sangat terpukul. Clara langsung memeluk Nayla, mencoba memberi dukungan dan kehangatan yang sangat dibutuhkan Nayla saat itu. Suara ambulan terdengar nyaring dari bawah, menambah kekacauan situasi. Namun, Clara tetap fokus pada Nayla. Ia menutup telinga Nayla, berusaha melindun
Read more

Menerima Takdir Kejam

Elvan berdiri di samping batu nisan Emma, pandangan matanya kosong, menatap ke jauh. Langit mendung, seolah merasakan kesedihan yang ia rasakan. Tiba-tiba, suara keras memecah kesunyian. "Kamu!" teriak William, menunjuk Elvan dengan jari gemetar."Kamu adalah sahabat yang tidak berguna! Kamu tidak bisa menjaga Emma! Aku sangat kecewa padamu, Elvan!" William menatap penuh emosi yang memburu. Dalam sedetik kemudian ia melayangkan tamparan pada Elvan. "Apa gunanya kamu menjadi sahabatnya jika kamu tidak bisa menjaganya dengan baik, hah! Kamu sungguh brengsek!" bentaknya lagi, amarahnya terasa seperti ombak yang menerjang pantai. Elvan hanya bisa diam, merasakan rasa sakit dari tamparan dan kata-kata papa Emma. Ia merasa seolah-olah ia tenggelam dalam rasa bersalah dan penyesalan.Elvan hanya bisa diam, matanya memandang lurus ke arah William, tidak ada ekspresi apapun di wajahnya. Setelah pemakaman selesai, Elvan pulang ke rumah
Read more

Amarah Dua Sahabat

Di sisi lain, Zaki dan Alex telah pergi ke rumah sakit dan mengetahui fakta sebenarnya bahwa Emma bunuh diri dan bukan Nayla yang mendorongnya. Ketika mereka berada di kampus dan menyaksikan Nayla dimaki-maki oleh mahasiswa dan mahasiswi yang marah, Zaki dan Alex tidak mengatakan apa pun. Mereka merasa tidak nyaman dan masih ada rasa tidak suka terhadap Nayla, mengapa Nayla tidak mencegah Emma bunuh diri saat itu, padahal Nayla ada di sana. Namun, dalam situasi ini, Zaki dan Alex juga menyadari bahwa mereka tidak memiliki semua informasi yang diperlukan untuk menghakimi Nayla sepenuhnya. Mereka menyadari setiap individu memiliki tidak dapat selalu mencegah tindakan tragis orang lain. Zaki dan Alex juga merasa terjebak antara rasa tidak suka mereka pada Nayla dan pemahaman bahwa Nayla juga mengalami kesedihan dan penderitaan akibat kejadian ini. Namun mereka memilih untuk tidak bicara apa-apa padanya."Apa Nayla cemburu pada Elvan jad
Read more

Berkat Kehadiran Clara

Ketika Nayla tiba di rumah, ia tersentak kaget saat tiba-tiba ditampar oleh papanya di ruang tamu. Ia dipukuli tanpa ampun. Sementara mama dan kakak tirinya hanya diam, menatap dengan tatapan dingin yang tidak menunjukkan belas kasihan."Aku membencimu! Kamu benar-benar anak sialan! Tidak pernah memberiku keuntungan! Selalu membawa kesialan ke dalam hidupku!" bentak Anton penuh emosi yang memburu. Wajahnya memerah penuh amarah. Nayla merasakan sakit di setiap pukulan yang mengenai tubuhnya, tapi ia tetap diam, menahan tangis dan rasa nyeri yang melanda. Ia mengusap cepat air matanya ketika tanpa sadar terjatuh. Setelah papanya pergi meninggalkan ruangan, Nayla berdiri dengan kepala tertunduk. Ia merasakan perasaan kesepian dan keputusasaan yang begitu mendalam. Namun, di tengah kehampaan yang ia rasakan, Nayla tetap mampu menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya, mencoba untuk tetap kuat dan tidak menunjukkan kelemahannya. Nayla kem
Read more

Mansion Pribadi Elvan

Alex pun menyahut dengan sinis. "Pasti ada sesuatu yang masih kamu sembunyikan dari kita, Elvan."Elvan merasa sangat frustrasi dan kesal. Ia merasa bahwa Zaki dan Alex tidak mempercayainya meskipun ia telah berusaha menjelaskan. Elvan tidak menyangka kedua sahabatnya itu cukup menyebalkan."Aku benar-benar muak mendengar tuduhan ini! Nayla bukan siapa-siapa bagiku! Kematian Emma tidak ada hubungannya dengan gadis itu! Aku tidak tahu mengapa dia terus mencariku, tapi aku jamin tidak ada hubungan apa pun di antara kami!"Meskipun ia sangat marah, Elvan berusaha menjaga kebenaran dan mengungkapkan bahwa Nayla tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi pada Emma. Karena Elvan tidak ingin Nayla terus-menerus mencampuri kehidupannya. Walaupun Elvan menyimpan amarah pada gadis itu dan menuduh bahwa penyebab kematian Emma adalah Nayla, Elvan akan menelan pendapat itu untuk diri sendiri.Setelah Elvan mengeluarkan kekesalannya, Zaki mengusap wajahnya dengan kasar, lalu duduk di sofa denga
Read more

Tidak Akan Menyerah

Setelah napasnya kembali normal, Nayla mengangkat kepala. Melihat Elvan yang menunduk diam. Nayla kemudian berdiri mendekat dan duduk di sebelahnya. Jantung Nayla berdenyut kencang ketika tangannya hendak menyentuh pundak Elvan."Kak," panggil Nayla lirih. Sebelum tersentak kaget saat Elvan menepis tangannya kasar."Jangan sentuh aku!" bentak Elvan. Menatap Nayla dengan tajam.Nayla menghela napas pelan. "Maaf."Suasana pun kembali hening, Nayla bingung harus berbicara apalagi agar Elvan tidak marah. Lebih tepatnya ia harus apa agar Elvan bisa tenang dan dan tidak emosional padanya."Kak, aku—" Ucapan Nayla terhenti ketika matanya menyadari sesuatu. Ia Seketika membelalakkan mata."Kak! Kamu terluka! Siapa yang memukulimu?" pekik Nayla begitu melihat rahang dan pipi Elvan yang tampak membiru serta bengkak.Nayla meringis sambil menutup mulutnya dan berdiri. "Kamu harus diobati, kak! Luka itu bisa infeksi jika dibiarkan!""Jangan pedulikan aku!" sentak elvan mengepalkam tangannya.Nayl
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status