Setelah napasnya kembali normal, Nayla mengangkat kepala. Melihat Elvan yang menunduk diam. Nayla kemudian berdiri mendekat dan duduk di sebelahnya. Jantung Nayla berdenyut kencang ketika tangannya hendak menyentuh pundak Elvan."Kak," panggil Nayla lirih. Sebelum tersentak kaget saat Elvan menepis tangannya kasar."Jangan sentuh aku!" bentak Elvan. Menatap Nayla dengan tajam.Nayla menghela napas pelan. "Maaf."Suasana pun kembali hening, Nayla bingung harus berbicara apalagi agar Elvan tidak marah. Lebih tepatnya ia harus apa agar Elvan bisa tenang dan dan tidak emosional padanya."Kak, aku—" Ucapan Nayla terhenti ketika matanya menyadari sesuatu. Ia Seketika membelalakkan mata."Kak! Kamu terluka! Siapa yang memukulimu?" pekik Nayla begitu melihat rahang dan pipi Elvan yang tampak membiru serta bengkak.Nayla meringis sambil menutup mulutnya dan berdiri. "Kamu harus diobati, kak! Luka itu bisa infeksi jika dibiarkan!""Jangan pedulikan aku!" sentak elvan mengepalkam tangannya.Nayl
Sampai di dapur, Nayla terkejut saat melihat kulkas yang kosong tanpa ada bahan makanan. Ia pun merasa perlu untuk melakukan sesuatu, akhirnya memutuskan memesan makanan secara online.Sambil menunggu makanan datang, Nayla duduk di meja makan dan menatap sekeliling mansion Elvan yang megah. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak bergumam kagum.Tak lama, ketika makanan sampai, Nayla membawanya ke kamar Elvan. Dengan senyum ia mengetuk pintu beberapa kali, tetapi tidak ada balasan. Ketika Nayla hampir putus asa, pintu akhirnya dibuka. Elvan muncul di ambang pintu dan tampak marah.Walau begitu Nayla merasa lega melihat Elvan, tapi lagi-lagi reaksi Elvan tidak seperti yang ia harapkan. Elvan tiba-tiba melempar makanan yang dibawanya dan menolak tegas apapun yang diberikan Nayla. "Sialan! Kenapa kamu tidak segera pergi dari sini, Nayla?! Apa kamu benar-benar tuli dan tidak mendengar perkataanku tadi?!" ucap Elvan dengan nada tinggi.Nayla merasa terpukul dengan kata-kata Elvan. Jantungn
"Sampai kapan kamu tidak akan jujur padaku?""Memangnya apa yang aku sembunyikan darimu? Jangan memancing keributan, Ma.""Ini lipstik siapa di mobil? Aku tidak pernah membeli merk murahan. Bisa tolong kamu jelaskan?""Oh, itu ...." David terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Itu lipstik temanku, Ma. Dia meninggalkannya di mobil saat kami pergi makan siang kemarin." "Temanmu? Teman yang mana?" tanya Laras dengan nada curiga. "Namanya Sari, Ma. Dia teman kerjaku. Kamu belum pernah bertemu dengannya." David berusaha menjelaskan dengan sejujur mungkin. "Lalu apa? Kenapa dia bisa meninggalkan lipstiknya di mobilmu? Itu tidak masuk akal, kamu harus lebih jujur padaku, Pa." Laras menatap dengan tajam. David menarik napas dalam-dalam, merasa dadanya terjepit. "Ma, aku tidak berbohong. Sari memang meninggalkan lipstiknya di mobilku. Dia sedang mencari lipstik itu, dan aku berencana mengembalikannya besok."
Pagi hari, Nayla tiba-tiba merasa asam lambungnya kambuh. Akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi ke rumah sakit sendiri tanpa memberi tahu keluarganya. Ia merasa tidak perlu memberi tahu mereka, mengingat mereka tampaknya tidak peduli padanya. Dokter memberikan nasihat setelah selesai memeriksa. Ia tersenyum hangat. "Nayla, kamu harus berusaha untuk tidak stres, ya. Salah satu penyebab asam lambung sering naik adalah karena banyak pikiran," ucap dokter itu dengan nada yang penuh kepedulian. Nayla hanya bisa menjawab seadanya. Ia tidak yakin bahwa ia bisa berpikir tenang akhir-akhir ini. Nayla entah kenapa jadi sedih mendengar kata-kata perhatian dari dokter, karena mengingat orang tuanya sendiri tidak pernah memberikan perhatian seperti itu padanya. Sementara itu, Nayla memutuskan untuk tidak memberi tahu Clara tentang penyakitnya. Ia juga memutuskan untuk tidak masuk kuliah hari ini. Nayla merasa perlu untuk beristirahat dan mencoba untuk meredakan str
"Dari pada Kak Elvan membuang hadiah yang aku berikan, aku justru lebih lega jika Kak Elvan tidak menyadari bahwa ada sesuatu di dalam tasnya."Setelah meletakkan kembali tas Elvan ke tempat semula. Nayla bergegas ke dapur sambil membawa beberapa kresek. Ia membuka pintu kulkas, lalu memasukkan beberapa buah dan air mineral. Menggantikan alkohol serta minuman bersoda yang semula di dalam sana.Sementara itu satu kantung plastik yang tersisa bersisi cokelat batangan dan camilan ringan yang Nayla letakkan ke meja makan. Ia sengaja membelinya karena barang kali Elvan suka. Nayla pikir dengan memakan coklat bisa membuat suasana hati Elvan menjadi lebih baik."Akhirnya selesai. Apa sekarang aku harus memanggil Kak Elvan di kamarnya?" gumam Nayla, tak lama ia menggeleng."Tidak, dia pasti akan marah-marah dan mengusirku lagi. Lebih baik aku pulang dengan diam-diam."Kemudian Nayla bergegas keluar dari mansion Elvan untuk pulang. Hari sudah sema
"Kamu harus tahu bahwa hanya melalui perjodohan itu bisa membuatmu sedikit berguna bagi keluarga!""Tolonglah jaga dirimu agar harapan keluarga kita tidak hancur!""Setidaknya agar aku tidak menyesal karena dulu mau merawatmu saat ketika ibumu sendiri ingin meninggalkanmu!" Kemudian Anton tiba-tiba mengungkapkan kebenaran yang selama ini ia sembunyikan. Anton dengan tegas mengatakan, "Asal kamu tahu bahwa ibumu sebenarnya masih ada dan hidup di dunia ini, tapi tidak memang mau menemuimu!"Pengakuan itu tentu saja membuat Nayla sangat terkejut, tubuhnya seolah membeku, dan hatinya terasa sakit. Papanya mengungkapkan itu dengan ekspresi kesal, semakin menambah rasa sakit dan kebingungan Nayla. Nayla merasa terpukul oleh fakta yang tiba-tiba itu. Ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Semua terasa seperti pukulan berat baginya, karena ia merasa terkhianati oleh ibunya yang tidak mau menemuinya. Rasa sakit dan k
Nayla duduk di kelas, tampak bersemangat berbincang dengan Clara. Ia sedang berencana membuat kue kering untuk Elvan sebagai hadiah. Nayla juga menceritakan kepada Clara bahwa ia memberikan gantungan kunci dan gelang kepada Elvan.Nayla tertawa kecil. "Tapi aku belum tahu apa Kak Elvan sudah mengambilnya atau tidak, karena aku diam-diam menaruhnya di tas Kak Elvan ketika dia berada di kamar."Clara mendengarkan cerita Nayla dengan perasaan campur aduk. Ia ingin mendukung Nayla, tetapi juga tidak ingin membuat Nayla sedih jika Elvan ternyata tidak menghargai hadiah tersebut. Namun akhirnya Clara memberikan dukungan dengan berkata, "Itu ide yang bagus, Nay. Aku harap Kak Elvan akan menghargai hadiah dan usahamu. Kamu telah melakukan yang terbaik. Mantap."Nayla tersenyum cerah, lega mendengar dukungan Clara. Ia merasa senang bisa berbagi cerita dengan sahabatnya. Walaupun sejujurnya Clara merasa khawatir bahwa Elvan mungkin tidak baik bagi Nayla. Meski tidak mengungkapkannya secara la
"Cukup kali ini saja, Kak. Aku mohon terima. Barang kali setelah mencoba kue buatanku ini suasana hatimu bisa membaik." Nayla terus memohon dan kembali mendorong tas yang hendak dikembalikan Elvan padanya.Elvan mendorong sebelah bahu Nayla agar menjauh dari hadapannya. "Jangan pernah berpikir kamu bisa mengerti suasana hatiku! Kamu tidak tahu apa-apa!"Nayla merasa sakit hati dengan balasan Elvan, tapi ia belum menyerah. Ia mendekat kembali, walau akhirnya lagi-lagi Elvan mendorongnya menjauh hingga keluar gerbang. Nayla melihat tatapan Elvan yang semakin marah, membuat hatinya juga ikut kesal."Kenapa, sih, Kak? Kenapa kamu sangat membenciku?" teriak Nayla. Tanganya yang sebelah mengepal kuat sambil menatap mata Elvan dengan berani."Cih! Kamu pikir saja sendiri! Aku muak berbicara panjang lebar dengan gadis naif sepertimu!" tegas Elvan. Nayla menghela napas panjang. Ia menahan diri untuk tidak menangis. "Setidaknya jangan membenci makanan ini, Kak. Tolong terimalah, setelah itu ak
Beberapa bulan kemudian, Nayla tiba-tiba merasa mual yang tak biasa. Elvan yang waspada segera menyembunyikan kekhawatirannya di balik senyum yang hangat. Ia sudah bisa menebak bahwa kabar baik akan datang.Meskipun begitu hati Elvan tak bisa menahan kecemasan yang berkobar di dalamnya. Akhirnya Elvan memutuskan pergi ke dokter untuk memastikan kondisi Nayla. Elvan berharap Nayla tetap sehat dan baik-baik saja tanpa ada masalah.Di sebuah ruangan, suasana gelisah terasa semakin nyata di antara mereka berdua. Elvan menggenggam erat tangan Nayla, memberikan dukungan dan kehangatan dalam ketidakpastian yang mereka hadapi bersama. Ketika hasil tes keluar, keheningan yang tegang memenuhi ruangan itu. Jantung mereka sama-sama berdegup kencang untuk menunggu detik-detik yang akan datang.Ketika hasilnya sudah keluar, Nayla menatap Elvan dengan mata berbinar, sebelum akhirnya ia meneteskan air mata kebahagiaan. “Aku hamil, Elvan,” ucap Nayla dengan suara bergetar.Elvan tersentak oleh kabar b
Elvan dan Nayla memilih untuk hidup sederhana dalam rumah mereka yang indah. Walaupun begitu mereka tetap bisa menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti berbagi senyuman di setiap pagi, berjalan-jalan di taman, dan menikmati waktu bersama tanpa banyak kemewahan yang membutuhkan. Nayla merasa senang bisa hidup bersama Elvan tanpa banyak sesuatu yang mewah. Nayla sangat bahagia karena rumah mereka penuh dengan canda tawa dan kasih sayang, sehingga selalu menciptakan suasana hangat dan damai di setiap sudutnya. Nayla merasa jika ia akan selalu bahagia. Nayla jadi yakin bahwa ia tidak akan pernah merasa menderita dan terluka jika hidup bersama Elvan.Berbeda dengan di masa lalu, walaupun mereka berasal dari keluarga yang penuh masalah, tapi mereka tidak ingin di masa depan mereka melakukan hal yang sama seperti orang tua masing-masing. Nayla akan berjanji jika suatu saat ia dan Elvan mempunyai anak, Nayla tidak akan membuat mereka merasakan apa yang ia rasakan di masa lalu. Nayl
Beberapa hari setelah pernikahan mereka, Elvan mempersiapkan kejutan istimewa untuk Nayla. Dengan hati penuh cinta, Elvan mengajak Nayla untuk menutup matanya dan membawanya ke depan rumah baru yang ia beli dengan kerja kerasnya sendiri."Kamu membuatku berdebar-debar, El. Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan? Apa itu bisa membuatku menangis?" tanya Nayla tertawa geli ketika berjalan tertatih-tatih dengan Elvan di belakangnya dan menutup kedua matanya. "Ini rahasia, Nay. Tapi aku yakin bisa membuatmu tidak bisa berkata apa-apa," jawab Elvan tersenyum geli, ia menuntun Nayla untuk berjalan dengan hati-hati.Saat Nayla membuka mata, pandangan mata Nayla terpana melihat rumah sederhana namun modern yang disiapkan khusus untuk mereka berdua. Sorot mata Nayla pun bercahaya dalam kebahagiaan dan terkejut yang tak terkira. Benar kata Elvan, ia tidak bisa berkata-kata. Nayla melebarkan mata, sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Benar-benar merasa seperti mimpi.Namun, kejutan E
Berbulan-bulan berlalu sejak hubungan antara Elvan dan Nayla semakin erat, kini suasana di sekitar mereka penuh dengan kehangatan dan harapan baru. Hubungan mereka menjadi semakin tidak terpisahkan. Rasa sayang mereka juga bertambah dalam dan luas.Elvan telah berubah menjadi pribadi yang lebih peduli dan penuh kasih, akhirnya hari ini memutuskan untuk mengajak Nayla ke kantor agama dan melangsungkan pernikahan yang dinantikan oleh keduanya. Tanpa perlu kemewahan, mereka hanya berharap bisa segera terikat satu sama lain.Hari yang penuh makna itu pun tiba. Nayla dengan cahaya kebahagiaan yang bersinar dari matanya, memilih untuk berdandan sendiri dan menggunakan make up yang sederhana sebagai bentuk kehematan. Nayla juga tidak ingin membuang banyak uang hanya untuk penampilan heboh selama satu hari. Meskipun sederhana, kecantikan alami Nayla tetap bersinar sebagai cermin dari kebahagiaan dalam hatinya. Nayla tetap menawan dan sempurna di hari pernikahannya. Tidak ada yang bisa menand
Elvan akhirnya sembuh dari traumanya setelah berbulan-bulan perjuangan yang panjang. Dengan tekad dan dukungan yang tak kenal lelah, ia berhasil bangkit dari keterpurukannya. Elvan benar-benar sudah berubah kembali menjadi Elvan yang hangat dan penuh perhatian pada Nayla. Benar, hanya saat dengan Nayla.Setiap langkah kecil yang Elvan ambil menuju pemulihan menjadi bukti kekuatan dan keteguhan hatinya. Elvan benar-benar sudah kembali menjadi Elvan yang dulu. Menjadi Elvan yang tidak akan menyakiti Nayla dan membuatnya terluka.Berbagai upaya dan terapi yang Elvan jalani membantu meredakan beban traumanya dengan baik. Dukungan dari orang-orang terdekat, termasuk Nayla, memberikan kekuatan tambahan baginya. Elvan bisa melewati semuanya karena semangat yang diberikan Nayla selalu ampuh untuk mengatasi rasa bosannya ketika menjalani terapi.Karena dengan semangat yang membara, Elvan telah berhasil melawan ketakutan dan kegelisahan yang selama ini menghantuinya. Rasa cemas Elvan kini sudah
Hari yang berjalan seperti biasa. Nayla sedang mengerjakan tugas yang belum selesai. Dan beberapa menit lagi sudah tiba jam makan siang. Walaupun lelah, Nayla sebenarnya sangat menikmati pekerjaannya yang menyenangkan. Meski harus sedikit menguras pikiran dan otak karena jika ada sedikit kesalahan, maka bisa menjadi kesalahan yang fatal. Tapi akhirnya setelah berulang kali memeriksa, Nayla telah yakin dengan hasilnya, ia segera mengirim ke email lalu tepat setelah itu jam makan siang telah tiba.Ketika Nayla baru selesai membereskan mejanya, tiba-tiba ia mendapat telepon dari mama Elvan, Laras. Nayla terkejut karena sudah lama sekali mereka tidak berhubungan. Tapi Nayla segera mengangkat telepon itu agar wanita itu tidak lama menunggu. Ketika selesai bertelepon, Nayla cukup penasaran karena mama Elvan mengajaknya bertemu di kafe. Itu artinya mereka akan membicarakan sesuatu yang serius. Dan entah kenapa Nayla cukup berdebar-debar.“Ada apa, Nay? Apa kamu tidak ke kantin?” tanya sala
Elvan sedang merenung di meja kerjanya setelah pekerjaannya selesai. Ia masih memikirkan tentang hidupnya yang terasa tidak adil. Walaupun akhir-akhir ini sudah lebih baik, tapi Elvan belum sepenuhnya menerima takdirnya.Tiba-tiba salah satu teman kerja Elvan, yang bernama Jayendra, datang menghampirinya. Walaupun tidak kenal dekat, tapi Elvan sering makan siang bersamanya. Dan kini pria itu sudah ada di depannya.“Ada apa denganmu? Apa kamu membutuhkan tempat curhat?” tanya Jayendra dengan senyum geli. Kemudian menatap Elvan dan memicingkan mata.“Tidak perlu.” Elvan menatap lelaki itu sambil menghela napas. Suasana hatinya sedang tidak stabil.“Jangan begitu, aku tahu kamu sedang banyak pikiran. Jadi lebih baik ceritakan saja padaku. Apa kamu tidak ingin ke lantai paling atas di perusahaan ini?” ajak Jayendra secara tiba-tiba dengan antusias. Yang langsung membuat Elvan menoleh padanya.“Kenapa kamu mengajakku?” Elvan mengernyit heran. Karena ini pertama kalinya Jayendra cukup perha
Hari ini berjalan baik seperti biasa. Itu adalah bayangan Nayla pada awalnya sebelum tiba-tiba saat jam makan siang di kantor, ia dipanggil oleh temannya untuk bertemu seseorang yang sedang mencarinya. Perasaan Nayla langsung tidak enak karena seseorang itu bukanlah Elvan atau siapa pun. Nayla tahu karena hanya Elvan dan Clara yang tahu tempatnya bekerja. Dan benar saja, Nayla bertemu lagi dengan wanita yang kemarin. Wanita yang membuat Nayla semalaman tidak bisa tidur karena terus memikirkan pengakuannya.Naomi tampak tersenyum menyambut kedatangannya. Berbeda dengan Nayla yang mengepalkan tangan karena menahan kesal yang luar biasa. Nayla juga berusaha tetap tenang agar amarahnya tidak keluar. Setitik hatinya mengatakan untuk tidak membuat masalah dengan seseorang yang sebenarnya Nayla juga merindukan.“Kenapa Anda ke sini lagi? Bukankah Anda bilang tidak akan bertemu saya lagi setelah saya memberikan nomor telepon saya?” tanya Nayla tidak ingin basa-basi, ia memberikan tatapan taj
Siang ini Nayla sengaja makan siang di kafe karena bosan dengan suasana kantin di kantornya. Kebetulan ia juga ingin minum kopi agar tidak mengantuk saat bekerja. Walaupun di kantor sudah ada dapur untuk membuat kopi sendiri, tapi rasanya jelas berbeda jika membeli di kafe. Dan Nayla merindukan sensasi itu karena dulu saat bekerja di kafe ia jarang meminum kopi yang dijual.Ketika Nayla asyik berbincang dengan salah satu teman kantornya, seorang wanita tiba-tiba datang ke mejanya. Nayla terkejut karena wanita itu mengatakan sesuatu yang membuatnya nyaris tak bisa berkata-kata.“Apa benar kamu Nayla? Saya Naomi, ibu kandung kamu," ucap wanita yang kini duduk di depan Nayla. Aroma parfumnya yang wangi tercium ke hidung Nayla.Seketika itu mata Nayla melebar, nyaris tersedak air liurnya sendiri. “A–apa yang Anda katakan?”“Nay, aku pergi dulu, ya. Jangan lama-lama, nanti kamu dimarahi bos," kata teman Nayla yang merasa tidak berhak ikut campur. Ia berdiri dan tersenyum pada Nayla.“Ah,