"Jangan membicarakan soal cinta lagi," jawab Elvan sedikit malas. Emma tersenyum tipis.Obrolan mereka berlanjut dengan ringan, sampai akhirnya Emma bertanya, "El, apa benar ... kamu tidak akan pernah bisa mencintaiku sebagai wanita?" Elvan tertegun, lagi-lagi Emma belum bisa melupakan tentang itu. Ia pun menghela napas pelan. "Kita tetap sahabat, Emma. Meski kita hanya sahabat, tapi hubungan kita tetap akan dekat. Aku tidak akan meninggalkanmu sampai kapan pun." Emma hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Elvan. Meski di dalam hati ia merasa sakit karena harapannya untuk menjadi lebih dari sekadar sahabat dengan Elvan benar-benar tidak bisa terwujud. Elvan kemudian menyeletuk lagi setelah itu saat hening, "Hei, apa kamu tidak membawa hadiah untukku?" Emma tertawa kecil. "Kamu berharap sekali, ya?" Lalu, ia memberikan kotak kado berukuran mini kepada Elvan. Emma tidak memberitahu Elvan bahwa di dalam kotak tersebut ada surat
"Kak Emma?" panggil Nayla pelan, setelah selang beberapa menit tidak ada yang berbicara.Emma lalu melepaskan pelukannya, tersenyum sambil menatap Nayla yang terdiam. Kemudian menggenggam kedua tangannya. "Setelah ini jangan menahanku dalam apapun yang aku lakukan, ya, Nay. Aku harap kamu tetap menerima segala hal yang akan terjadi nantinya."Emma terus tersenyum, tetapi Nayla tidak bisa mengekspresikan apapun. Lebih dari itu, raut wajah Emma terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Tangan Emma terasa dingin saat menyentuh tangan Nayla tadi. Emma kemudian sedikit mundur dan menghadap ke halaman kampus yang luas. Beberapa saat hening, Nayla akhirnya menyeletuk, "Apa yang sedang kamu pikirkan, Kak?"Namun lagi-lagi Emma hanya tersenyum tanpa Nayla ketahui arti di balik senyumannya. "Nay, aku juga berharap setelah ini kamu tidak marah padaku. Karena ... aku akan membuatmu menderita."Spontan perasaan Nayla menjadi campur aduk. Ia merasa terkejut, tertegun, juga bingung. Pernyataan terseb
"Aku bukan pembunuh! Kak Emma yang menjatuhkan dirinya sendiri! Aku tidak bohong, Kak! Percaya padaku!" teriak Nayla. Hatinya sakit dengan tuduhan itu.Elvan mendecih. Lalu mendekat, dan menampar pipi Nayla tanpa rasa bersalah. "Jangan harap aku mempercayaimu, Bitch! Aku tahu kamu pasti cemburu pada Emma karena dia bisa dekat denganku, kan? Tidak perlu menafik! Aku tahu sifatmu yang busuk!"Situasi di rooftop menjadi hening sejenak saat Elvan pergi meninggalkan Nayla yang masih menangis terisak-isak. Nayla merasa seolah dunia runtuh, dan ia tidak tahu harus berbuat apa. Tak lama, Clara datang. Ia tidak tahu apa yang terjadi, tetapi ia bisa melihat Nayla dalam keadaan yang sangat terpukul. Clara langsung memeluk Nayla, mencoba memberi dukungan dan kehangatan yang sangat dibutuhkan Nayla saat itu. Suara ambulan terdengar nyaring dari bawah, menambah kekacauan situasi. Namun, Clara tetap fokus pada Nayla. Ia menutup telinga Nayla, berusaha melindun
Elvan berdiri di samping batu nisan Emma, pandangan matanya kosong, menatap ke jauh. Langit mendung, seolah merasakan kesedihan yang ia rasakan. Tiba-tiba, suara keras memecah kesunyian. "Kamu!" teriak William, menunjuk Elvan dengan jari gemetar."Kamu adalah sahabat yang tidak berguna! Kamu tidak bisa menjaga Emma! Aku sangat kecewa padamu, Elvan!" William menatap penuh emosi yang memburu. Dalam sedetik kemudian ia melayangkan tamparan pada Elvan. "Apa gunanya kamu menjadi sahabatnya jika kamu tidak bisa menjaganya dengan baik, hah! Kamu sungguh brengsek!" bentaknya lagi, amarahnya terasa seperti ombak yang menerjang pantai. Elvan hanya bisa diam, merasakan rasa sakit dari tamparan dan kata-kata papa Emma. Ia merasa seolah-olah ia tenggelam dalam rasa bersalah dan penyesalan.Elvan hanya bisa diam, matanya memandang lurus ke arah William, tidak ada ekspresi apapun di wajahnya. Setelah pemakaman selesai, Elvan pulang ke rumah
Di sisi lain, Zaki dan Alex telah pergi ke rumah sakit dan mengetahui fakta sebenarnya bahwa Emma bunuh diri dan bukan Nayla yang mendorongnya. Ketika mereka berada di kampus dan menyaksikan Nayla dimaki-maki oleh mahasiswa dan mahasiswi yang marah, Zaki dan Alex tidak mengatakan apa pun. Mereka merasa tidak nyaman dan masih ada rasa tidak suka terhadap Nayla, mengapa Nayla tidak mencegah Emma bunuh diri saat itu, padahal Nayla ada di sana. Namun, dalam situasi ini, Zaki dan Alex juga menyadari bahwa mereka tidak memiliki semua informasi yang diperlukan untuk menghakimi Nayla sepenuhnya. Mereka menyadari setiap individu memiliki tidak dapat selalu mencegah tindakan tragis orang lain. Zaki dan Alex juga merasa terjebak antara rasa tidak suka mereka pada Nayla dan pemahaman bahwa Nayla juga mengalami kesedihan dan penderitaan akibat kejadian ini. Namun mereka memilih untuk tidak bicara apa-apa padanya."Apa Nayla cemburu pada Elvan jad
Ketika Nayla tiba di rumah, ia tersentak kaget saat tiba-tiba ditampar oleh papanya di ruang tamu. Ia dipukuli tanpa ampun. Sementara mama dan kakak tirinya hanya diam, menatap dengan tatapan dingin yang tidak menunjukkan belas kasihan."Aku membencimu! Kamu benar-benar anak sialan! Tidak pernah memberiku keuntungan! Selalu membawa kesialan ke dalam hidupku!" bentak Anton penuh emosi yang memburu. Wajahnya memerah penuh amarah. Nayla merasakan sakit di setiap pukulan yang mengenai tubuhnya, tapi ia tetap diam, menahan tangis dan rasa nyeri yang melanda. Ia mengusap cepat air matanya ketika tanpa sadar terjatuh. Setelah papanya pergi meninggalkan ruangan, Nayla berdiri dengan kepala tertunduk. Ia merasakan perasaan kesepian dan keputusasaan yang begitu mendalam. Namun, di tengah kehampaan yang ia rasakan, Nayla tetap mampu menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya, mencoba untuk tetap kuat dan tidak menunjukkan kelemahannya. Nayla kem
Alex pun menyahut dengan sinis. "Pasti ada sesuatu yang masih kamu sembunyikan dari kita, Elvan."Elvan merasa sangat frustrasi dan kesal. Ia merasa bahwa Zaki dan Alex tidak mempercayainya meskipun ia telah berusaha menjelaskan. Elvan tidak menyangka kedua sahabatnya itu cukup menyebalkan."Aku benar-benar muak mendengar tuduhan ini! Nayla bukan siapa-siapa bagiku! Kematian Emma tidak ada hubungannya dengan gadis itu! Aku tidak tahu mengapa dia terus mencariku, tapi aku jamin tidak ada hubungan apa pun di antara kami!"Meskipun ia sangat marah, Elvan berusaha menjaga kebenaran dan mengungkapkan bahwa Nayla tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi pada Emma. Karena Elvan tidak ingin Nayla terus-menerus mencampuri kehidupannya. Walaupun Elvan menyimpan amarah pada gadis itu dan menuduh bahwa penyebab kematian Emma adalah Nayla, Elvan akan menelan pendapat itu untuk diri sendiri.Setelah Elvan mengeluarkan kekesalannya, Zaki mengusap wajahnya dengan kasar, lalu duduk di sofa denga
Setelah napasnya kembali normal, Nayla mengangkat kepala. Melihat Elvan yang menunduk diam. Nayla kemudian berdiri mendekat dan duduk di sebelahnya. Jantung Nayla berdenyut kencang ketika tangannya hendak menyentuh pundak Elvan."Kak," panggil Nayla lirih. Sebelum tersentak kaget saat Elvan menepis tangannya kasar."Jangan sentuh aku!" bentak Elvan. Menatap Nayla dengan tajam.Nayla menghela napas pelan. "Maaf."Suasana pun kembali hening, Nayla bingung harus berbicara apalagi agar Elvan tidak marah. Lebih tepatnya ia harus apa agar Elvan bisa tenang dan dan tidak emosional padanya."Kak, aku—" Ucapan Nayla terhenti ketika matanya menyadari sesuatu. Ia Seketika membelalakkan mata."Kak! Kamu terluka! Siapa yang memukulimu?" pekik Nayla begitu melihat rahang dan pipi Elvan yang tampak membiru serta bengkak.Nayla meringis sambil menutup mulutnya dan berdiri. "Kamu harus diobati, kak! Luka itu bisa infeksi jika dibiarkan!""Jangan pedulikan aku!" sentak elvan mengepalkam tangannya.Nayl
Beberapa bulan kemudian, Nayla tiba-tiba merasa mual yang tak biasa. Elvan yang waspada segera menyembunyikan kekhawatirannya di balik senyum yang hangat. Ia sudah bisa menebak bahwa kabar baik akan datang.Meskipun begitu hati Elvan tak bisa menahan kecemasan yang berkobar di dalamnya. Akhirnya Elvan memutuskan pergi ke dokter untuk memastikan kondisi Nayla. Elvan berharap Nayla tetap sehat dan baik-baik saja tanpa ada masalah.Di sebuah ruangan, suasana gelisah terasa semakin nyata di antara mereka berdua. Elvan menggenggam erat tangan Nayla, memberikan dukungan dan kehangatan dalam ketidakpastian yang mereka hadapi bersama. Ketika hasil tes keluar, keheningan yang tegang memenuhi ruangan itu. Jantung mereka sama-sama berdegup kencang untuk menunggu detik-detik yang akan datang.Ketika hasilnya sudah keluar, Nayla menatap Elvan dengan mata berbinar, sebelum akhirnya ia meneteskan air mata kebahagiaan. “Aku hamil, Elvan,” ucap Nayla dengan suara bergetar.Elvan tersentak oleh kabar b
Elvan dan Nayla memilih untuk hidup sederhana dalam rumah mereka yang indah. Walaupun begitu mereka tetap bisa menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti berbagi senyuman di setiap pagi, berjalan-jalan di taman, dan menikmati waktu bersama tanpa banyak kemewahan yang membutuhkan. Nayla merasa senang bisa hidup bersama Elvan tanpa banyak sesuatu yang mewah. Nayla sangat bahagia karena rumah mereka penuh dengan canda tawa dan kasih sayang, sehingga selalu menciptakan suasana hangat dan damai di setiap sudutnya. Nayla merasa jika ia akan selalu bahagia. Nayla jadi yakin bahwa ia tidak akan pernah merasa menderita dan terluka jika hidup bersama Elvan.Berbeda dengan di masa lalu, walaupun mereka berasal dari keluarga yang penuh masalah, tapi mereka tidak ingin di masa depan mereka melakukan hal yang sama seperti orang tua masing-masing. Nayla akan berjanji jika suatu saat ia dan Elvan mempunyai anak, Nayla tidak akan membuat mereka merasakan apa yang ia rasakan di masa lalu. Nayl
Beberapa hari setelah pernikahan mereka, Elvan mempersiapkan kejutan istimewa untuk Nayla. Dengan hati penuh cinta, Elvan mengajak Nayla untuk menutup matanya dan membawanya ke depan rumah baru yang ia beli dengan kerja kerasnya sendiri."Kamu membuatku berdebar-debar, El. Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan? Apa itu bisa membuatku menangis?" tanya Nayla tertawa geli ketika berjalan tertatih-tatih dengan Elvan di belakangnya dan menutup kedua matanya. "Ini rahasia, Nay. Tapi aku yakin bisa membuatmu tidak bisa berkata apa-apa," jawab Elvan tersenyum geli, ia menuntun Nayla untuk berjalan dengan hati-hati.Saat Nayla membuka mata, pandangan mata Nayla terpana melihat rumah sederhana namun modern yang disiapkan khusus untuk mereka berdua. Sorot mata Nayla pun bercahaya dalam kebahagiaan dan terkejut yang tak terkira. Benar kata Elvan, ia tidak bisa berkata-kata. Nayla melebarkan mata, sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Benar-benar merasa seperti mimpi.Namun, kejutan E
Berbulan-bulan berlalu sejak hubungan antara Elvan dan Nayla semakin erat, kini suasana di sekitar mereka penuh dengan kehangatan dan harapan baru. Hubungan mereka menjadi semakin tidak terpisahkan. Rasa sayang mereka juga bertambah dalam dan luas.Elvan telah berubah menjadi pribadi yang lebih peduli dan penuh kasih, akhirnya hari ini memutuskan untuk mengajak Nayla ke kantor agama dan melangsungkan pernikahan yang dinantikan oleh keduanya. Tanpa perlu kemewahan, mereka hanya berharap bisa segera terikat satu sama lain.Hari yang penuh makna itu pun tiba. Nayla dengan cahaya kebahagiaan yang bersinar dari matanya, memilih untuk berdandan sendiri dan menggunakan make up yang sederhana sebagai bentuk kehematan. Nayla juga tidak ingin membuang banyak uang hanya untuk penampilan heboh selama satu hari. Meskipun sederhana, kecantikan alami Nayla tetap bersinar sebagai cermin dari kebahagiaan dalam hatinya. Nayla tetap menawan dan sempurna di hari pernikahannya. Tidak ada yang bisa menand
Elvan akhirnya sembuh dari traumanya setelah berbulan-bulan perjuangan yang panjang. Dengan tekad dan dukungan yang tak kenal lelah, ia berhasil bangkit dari keterpurukannya. Elvan benar-benar sudah berubah kembali menjadi Elvan yang hangat dan penuh perhatian pada Nayla. Benar, hanya saat dengan Nayla.Setiap langkah kecil yang Elvan ambil menuju pemulihan menjadi bukti kekuatan dan keteguhan hatinya. Elvan benar-benar sudah kembali menjadi Elvan yang dulu. Menjadi Elvan yang tidak akan menyakiti Nayla dan membuatnya terluka.Berbagai upaya dan terapi yang Elvan jalani membantu meredakan beban traumanya dengan baik. Dukungan dari orang-orang terdekat, termasuk Nayla, memberikan kekuatan tambahan baginya. Elvan bisa melewati semuanya karena semangat yang diberikan Nayla selalu ampuh untuk mengatasi rasa bosannya ketika menjalani terapi.Karena dengan semangat yang membara, Elvan telah berhasil melawan ketakutan dan kegelisahan yang selama ini menghantuinya. Rasa cemas Elvan kini sudah
Hari yang berjalan seperti biasa. Nayla sedang mengerjakan tugas yang belum selesai. Dan beberapa menit lagi sudah tiba jam makan siang. Walaupun lelah, Nayla sebenarnya sangat menikmati pekerjaannya yang menyenangkan. Meski harus sedikit menguras pikiran dan otak karena jika ada sedikit kesalahan, maka bisa menjadi kesalahan yang fatal. Tapi akhirnya setelah berulang kali memeriksa, Nayla telah yakin dengan hasilnya, ia segera mengirim ke email lalu tepat setelah itu jam makan siang telah tiba.Ketika Nayla baru selesai membereskan mejanya, tiba-tiba ia mendapat telepon dari mama Elvan, Laras. Nayla terkejut karena sudah lama sekali mereka tidak berhubungan. Tapi Nayla segera mengangkat telepon itu agar wanita itu tidak lama menunggu. Ketika selesai bertelepon, Nayla cukup penasaran karena mama Elvan mengajaknya bertemu di kafe. Itu artinya mereka akan membicarakan sesuatu yang serius. Dan entah kenapa Nayla cukup berdebar-debar.“Ada apa, Nay? Apa kamu tidak ke kantin?” tanya sala
Elvan sedang merenung di meja kerjanya setelah pekerjaannya selesai. Ia masih memikirkan tentang hidupnya yang terasa tidak adil. Walaupun akhir-akhir ini sudah lebih baik, tapi Elvan belum sepenuhnya menerima takdirnya.Tiba-tiba salah satu teman kerja Elvan, yang bernama Jayendra, datang menghampirinya. Walaupun tidak kenal dekat, tapi Elvan sering makan siang bersamanya. Dan kini pria itu sudah ada di depannya.“Ada apa denganmu? Apa kamu membutuhkan tempat curhat?” tanya Jayendra dengan senyum geli. Kemudian menatap Elvan dan memicingkan mata.“Tidak perlu.” Elvan menatap lelaki itu sambil menghela napas. Suasana hatinya sedang tidak stabil.“Jangan begitu, aku tahu kamu sedang banyak pikiran. Jadi lebih baik ceritakan saja padaku. Apa kamu tidak ingin ke lantai paling atas di perusahaan ini?” ajak Jayendra secara tiba-tiba dengan antusias. Yang langsung membuat Elvan menoleh padanya.“Kenapa kamu mengajakku?” Elvan mengernyit heran. Karena ini pertama kalinya Jayendra cukup perha
Hari ini berjalan baik seperti biasa. Itu adalah bayangan Nayla pada awalnya sebelum tiba-tiba saat jam makan siang di kantor, ia dipanggil oleh temannya untuk bertemu seseorang yang sedang mencarinya. Perasaan Nayla langsung tidak enak karena seseorang itu bukanlah Elvan atau siapa pun. Nayla tahu karena hanya Elvan dan Clara yang tahu tempatnya bekerja. Dan benar saja, Nayla bertemu lagi dengan wanita yang kemarin. Wanita yang membuat Nayla semalaman tidak bisa tidur karena terus memikirkan pengakuannya.Naomi tampak tersenyum menyambut kedatangannya. Berbeda dengan Nayla yang mengepalkan tangan karena menahan kesal yang luar biasa. Nayla juga berusaha tetap tenang agar amarahnya tidak keluar. Setitik hatinya mengatakan untuk tidak membuat masalah dengan seseorang yang sebenarnya Nayla juga merindukan.“Kenapa Anda ke sini lagi? Bukankah Anda bilang tidak akan bertemu saya lagi setelah saya memberikan nomor telepon saya?” tanya Nayla tidak ingin basa-basi, ia memberikan tatapan taj
Siang ini Nayla sengaja makan siang di kafe karena bosan dengan suasana kantin di kantornya. Kebetulan ia juga ingin minum kopi agar tidak mengantuk saat bekerja. Walaupun di kantor sudah ada dapur untuk membuat kopi sendiri, tapi rasanya jelas berbeda jika membeli di kafe. Dan Nayla merindukan sensasi itu karena dulu saat bekerja di kafe ia jarang meminum kopi yang dijual.Ketika Nayla asyik berbincang dengan salah satu teman kantornya, seorang wanita tiba-tiba datang ke mejanya. Nayla terkejut karena wanita itu mengatakan sesuatu yang membuatnya nyaris tak bisa berkata-kata.“Apa benar kamu Nayla? Saya Naomi, ibu kandung kamu," ucap wanita yang kini duduk di depan Nayla. Aroma parfumnya yang wangi tercium ke hidung Nayla.Seketika itu mata Nayla melebar, nyaris tersedak air liurnya sendiri. “A–apa yang Anda katakan?”“Nay, aku pergi dulu, ya. Jangan lama-lama, nanti kamu dimarahi bos," kata teman Nayla yang merasa tidak berhak ikut campur. Ia berdiri dan tersenyum pada Nayla.“Ah,