Semua Bab Terjerat Cinta Kakak Angkat : Bab 71 - Bab 80

128 Bab

71. Salahkah Jika Aku

"Daddy sama mommy kok lama amat. Katanya lekas menjemputku! Padahal aku sudah dari tadi menunggu kalian, Kenapa kalian nggak juga muncul."Syakilla kesal menunggu orang tuanya yang sudah berjanji untuk segera menjemputnya di sekolah. Hampir saja semua teman-temannya pulang ke rumahnya masing-masing dan dia ditemani oleh beberapa guru yang masih stand by menunggu kedatangan orang tuanya Syakilla."Syakilla! Kenapa kamu duduk di situ nak, Ayo masuk dulu, ditunggu Mommy-nya di dalam, nanti Mommy akan datang ke sini untuk menjemputmu," tutur Bu Ida, wali kelas Syakilla."Tapi kalau nanti Mommy tidak datang ke sini bagaimana? Apakah ibu guru akan meninggalkanku di sini sendirian?" tanya Syakilla dengan tampang polosnya.Bu Ida tersenyum, dia mendekati shakila dan mengusap surainya."Pasti mommy akan menjemput Syakilla. Tadi kan Mommy sudah berjanji akan menjemput Syakilla. Nanti kalau misalnya Mommy tidak jemput Syakilla, ibu guru yang akan mengantarkan Syakilla pulang ke rumahnya. Syakilla
Baca selengkapnya

72. Jalan Ekstrim

"Syakila, sini duduklah bersama Daddy. Daddy mau ngomong sama kamu."Syakilla menekuk mukanya dengan bersedekap dada. Ia malas karena keinginan buat jalan-jalan, pupus."Mau ngomong apa! Aku malas sama Daddy. Daddy tukang bohong," jawab Syakhilla.Brillian terkekeh menatapnya. Sudah sangat pintar anaknya yang menunjukkan sikap aslinya, tukang ngambek."Kau marah sama Daddy? Kenapa mukamu kau tekuk gitu , jelek, tau!" Brillian meledeknya, sudah bertahun-tahun ia berharap ada orang yang bisa membuatnya tertawa lepas, kini saat ia memiliki anak perempuan yang lucu, akhirnya memiliki hiburan tersendiri yang cukup menyenangkan."Iya! Aku marah, Daddy tukang bohong!" "Tukang bohong bagaimana? Daddy bahkan nggak ada bohongi kamu. Sekarang katakan pada Daddy, kenapa kamu datang tiba-tiba marah. Harusnya kamu senang, bisa sekolah lagi, bukannya kamu tadi disambut baik oleh teman-teman kamu?"Syakilla melirik ke arah Naina dengan wajah mendung tak bersahabat. Naina nampak biasa saja, karena me
Baca selengkapnya

73. Aku Tau Kau Tidak Mencintaiku

"Syukur alhamdulillah, akhirnya kita sudah melewati jalanan itu. Aku benar-benar sangat ngeri, Kak. Apakah masih ada jalan lain yang bisa kita lewati buat pulang? Aku benar-benar takut, nanti pulangnya kesorean, dan melewati jalanan itu. Kakak bisa nggak? Cari jalan keluar gitu?" tanya Naina.Brilian sendiri juga kurang paham dengan Jalanan lain yang bisa mengakses langsung ke rumahnya."Kayaknya ada, tapi jauh Naina," jawab Brillian."Nggak apa-apa lebih jauh, daripada di situ tadi, bikin merinding bulu kudukku. Biar jauh, asal yang aman aja, yang banyak penduduknya. Kalau itu tadi ngeri banget, pas lewat situ."Naina berharap jalan yang dilewatinya itu untuk pertama dan terakhir, ia benar-benar sangat ngeri, dan tidak ingin mengulangi lewat tempat itu lagi."Kurasa ada sih, jalan menuju kota. Tapi ya gitu, lumayan jauh. Agak lama aku juga aku nggak pernah lewat jalur itu. Sebenarnya kasihan sama Syakilla kalau perjalanannya cukup jauh, dan banyak menyita waktu, kira-kira kalau dari
Baca selengkapnya

74. Pergi Ke Danau

"Hore ...! Hore ... ! Kita udah nyampe ya Dad?"Syakilla nampak senang ketika mobil Brillian masuk ke dalam parkiran, di pinggiran Danau. Memang di tempat itu sangatlah ramai, tidak pernah sepi pengunjung."Iya sayang, kita sudah sampai di danau. Kamu suka nggak? Sama tempat ini?" tanya Brillian."Ya suka dong, ini tempatnya indah banget, aku akan tunjukkan tempat ini pada Letta. Letta nggak pernah main ke tempat ini, pasti mereka bakalan ngiri."Brillian menautkan kedua alisnya menatap Naina yang keluar dari dalam mobil."Gila emang, anaknya siapa yang demen pamer," gerutu Brillian.Brillian menatap keindahan danau dengan airnya berwarna biru menjulang luas. Tidak seluas lautan, tapi cukup membuatnya nyaman berada di tempat itu."Kamu masih ingat kan? Dulu waktu kamu masih kecil, aku pernah mengajakmu ke tempat ini."Brillian mengingatkan Naina kembali pada beberapa tahun, saat mereka masih dini. Brillian pernah membawa Naina datang ke danau itu, bukan hanya sendirian, tapi banyak te
Baca selengkapnya

75. Bahagia Itu Sederhana

Akhirnya mereka lega juga setelah menghabiskan waktunya di danau.Syakila sangat senang mendapatkan beberapa foto bareng dengan kedua orang tuanya, dan juga foto sendiri yang akan ditunjukkan pada teman-temannya di sekolahnya.Selama dia bersekolah dan memiliki teman, dia selalu dipameri kemesraan teman-temannya itu bersama dengan kedua orang tuanya, sedangkan dia kemana-mana hanya dengan Naina saja, tidak pernah Brilian menemaninya. Bahkan ia sendiri juga tidak pernah tahu kalau Brilian adalah Ayah kandungnya."Mom! Besok aku boleh pinjam ponselnya kah aku akan tunjukkan foto-foto ini pada teman-temanku," pinta Syakilla dengan memegangi ponsel Naina.Dia sangat senang menatap foto-fotonya yang begitu cantik bersama dengan orang tua yang lengkap, tidak seperti dulu, dia selalu foto hanya berdua dengan Naina saja, kini ada Brilian di antara mereka."Loh! Bukannya sekolah itu tidak boleh pegang ponsel. Kalau sampai ponselnya Mommy dirampas sama ibu guru kamu bagaimana? Ini kan ponselnya
Baca selengkapnya

76. Biarpun Kau Tidak Mencintaiku

Brillian langsung melepas tawanya. Naina memang selalu bersikap aneh, selalu bilang takut dan belum siap, masih trauma dan bermacam-macam alasan. Tapi jika dia membicarakan perempuan lain, membuat hatinya langsung mendidih."Serius banget mau memotong-motong senjataku seperti terong, kalau kau kehilanganya, kau tidak akan bisa ngapa-ngapain, nyonya. Percayalah, orang menikah itu bukan hanya untuk menjadi pelengkap saja, tapi saling membutuhkan, tujuan laki-laki dan perempuan menikah itu, salah satunya untuk memenuhi hasrat. Mungkin sekarang kau tidak berminat untuk melakukannya denganku, karena alasanmu masih trauma akan kejadian waktu itu, tapi nanti kalau kita sudah menikah, aku rasa kau akan bersemangat untuk melayaniku."Ucapan Brillian membuatnya bergidik geli. Ia membayangkan dirinya harus melayani kakaknya sendiri setiap saat, dan itu membuatnya ngeri. "Ih! Kakak ngomongin apa sih. Kenapa kau itu jorok banget. Bisakah kau tidak bicara seperti itu?"Naina menegurnya. Ia dari k
Baca selengkapnya

77. Mereka Tidak ada Hubungan Darah

Pukul 09.00 malam lebih tujuh belas menit, akhirnya mereka telah tiba di rumah.Heni dan juga Hartanto mondar-mandir di depan pintu di serambi depan, sangat gelisah karena tidak mendapatkan kabar dari mereka.Setelah mereka memasuki halaman rumah akhirnya kedua paruh baya itu merasa lega dan berucap syukur, anak-anaknya pulang dalam keadaan baik-baik saja."Akhirnya, kita sampai di rumah. Pegel banget ini punggung." Naina menghela napas ketika telah sampai di bagasi dengan tangannya bergerak melepaskan seat belt sebelum memutuskan untuk keluar dari dalam mobil."Kak! Tolong bantuin bawain Syakilla dong. Dia udah capek banget kayaknya, tertidur pulas. Mana dia belum makan lagi, kasihan banget," ucap Naina yang kesulitan untuk membawa Syakilla keluar dari dalam mobil.Brilian langsung bergegas untuk menolong Naina dengan mengambil alih Syakila dan menggendongnya, membawanya masuk ke dalam rumah diikuti oleh Naina di belakangnya.Setibanya di teras depan rumah, mereka langsung mendapatka
Baca selengkapnya

78. Akan Kutunjukkan Pada Mereka

Makan malam sudah melewati jam makan malam, tepat pukul 21.30 malam, mereka baru menyelesaikan acara makan malamnya.Naina membangunkan anaknya karena dari siang dia tidak makan sesuap nasi pun. Ia memutuskan untuk membangunkan Syakilla agar mengisi perutnya sebelum memutuskan tidur kembali."Mom! Aku nggak mau makan. Aku nggak lapar," jawab Syakilla malas masih dengan mengerjakan matanya yang masih mengantuk."Nggak bisa gitu dong Killa! Kamu harus tetap makan biarpun hanya sedikit. Mommy akan menyuapimu. Setelah makan kamu bisa tidur lagi.""Hmm ... Baiklah-baiklah, aku akan menurutinya. Tapi janji cuman sedikit aja ya mom. Aku nggak sedang lapar."Naina mengangguk dan mengambilkan sedikit nasi beserta lauknya lalu duduk di sebelah dan menyuapinya.Heni terkekeh melihat cucunya yang masih ngantuk berat terpaksa bangun karena diminta untuk makan."Syakila ... Syakila, kamu tadi nggak cuci muka dulu sih. Coba kamu cuci muka dulu biar bisa melek," tegur Heni."Kelamaan kalau masih cuci
Baca selengkapnya

79. Jangan Menundanya Lagi

"Brilian! Tadi penghulu datang ke sini, katanya surat-suratnya sudah selesai dibuat, dan kalian sudah bisa menikah.Deg, Naina yang tidak sengaja mendengar penjelasan Heni, jantungnya mendadak berdetak cepat, ia berharap dirinya akan baik-baik saja."Apakah kalian masih harus menunda-nunda waktu yang lama lagi untuk melangsungkan pernikahan?"Brilian mengulas senyumnya sangat senang dan langsung meminta surat-surat itu untuk dilihatnya. Ia ingin memastikan bahwa isi surat itu benar dan tidak tipu-tipu. Ia hanya ingin memastikan saja, banyak kabar beredar suratpun bisa dipalsukan.Seharian penuh dia berada di kantor, saat lelah bekerja, ia disuguhkan dengan kabar gembira, surat untuk memproses pernikahannya telah diselesaikan oleh pihak KUA."Mana suratnya, Ma. Aku ingin melihatnya. Akan kupastikan kalau isi surat itu memang benar, soalnya sekarang banyak surat palsu," celetuk Brillian."Baik, akan kutunjukkan."Heni mengambil surat dari penghulu yang dia taruh di dalam bufet. Antar
Baca selengkapnya

80. Akhirnya Menikah

"Saya terima nikahnya Naina binti Fulan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sebesar dua juta dua, dua puluh tiga ribu dibayar tunai." Brillian berucap dengan suara cukup lantang didengar oleh beberapa saksi yang ada di dalam ruangan gedung KUA.Nominal yang diberikan sebagai mas kawin terlalu kecil, Naina tidak meminta uang banyak darinya. Ia hanya menggunakan uang mas kawin itu sebagai simbol dari pernikahannya."Bagaimana para saksi? Apa pernikahan ini sah?" tanya penghulu."Sah." Semua orang menjawab dengan serempak.Ada beberapa orang juga yang tengah mengikrarkan ijab qobul bersama dengan mereka. Mereka lebih memilih gedung KUA untuk melangsungkan pernikahannya karena dianggap lebih nyaman.Pada akhirnya, Brillian menikahi Naina. Mereka menikah di KUA. Naina tidak ingin orang tuanya menyelenggarakan pesta pernikahannya. Ia sangat malu dengan kondisinya, menikah dengan kakak angkatnya bukanlah pilihannya, namun jodoh telah menentukannya untuk menjadi pendamping kakak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status