Home / Horor / Mengantar Nyawa setelah hari raya / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Mengantar Nyawa setelah hari raya : Chapter 41 - Chapter 50

59 Chapters

Chapter 41

Kinanti tahu betul apa resikonya jika raga manusia terlalu lama terjebak di alam sarpa. Karena itu dia begitu panik saat mengetahui Rumana dan Abahnya masih bertarung di sana. Pertarungan yang belum jelas siapa pemenangnya. Gunadi yang juga panik dengan keselamatan abah dan istrinya, melupakan nasihat Guw Zaki, dan nekat memasuki hutan lagi."Gun. Berhenti! Apa kamu mau mati? Kamu mau menyusahkan mereka yang sedang berjuang mempertaruhkan hidup?" Cegah Kinanti saat Gunadi sudah menembus hutan.Sayangnya, Gunadi tak mengindahkan peringatan Kinanti. Dia tetep nekat menerobos hutan untuk memastikan keadaan Rumana dan Sudikerta. Padahal dia sendiri tak bisa berbuat apa-apa, malah bisa-bisa hanya jadi beban mereka lagi. "Gun! Gunadi! Berhenti. Jangan nekat kamu, Gun. Ingat anak-anakmu di sini," triak Kinanti masih berusaha menghentikan Gunadi, tetapi sia-sia saja. Kinanti sangat kesal dengan keras kepalanya adik iparnya itu. Hingga membuatnya berulang kali mendengus dan menggerutu saking
Read more

Chapter 42

Rumana tak menyangka, jika kelambatannya kembali membuat Gunadi nekat memasuki alas Purwo itu lagi. Wajahnya pucat menahan lelah dan kebingungan. Dia tak tahu harus berbuat apa sekarang. Menyusul Gunadi ke hutan, atau meminta bantuan pada seseorang? Tapi siapa gerangan yang bisa menbantunya menolong Gunadi, selain Gus Zaki. Pemuda tampan dengan ilmu kanuragan yang lebih tinggi dari abahnya sendiri. 'Rasanya tak etis jika aku meminta bantuannya lagi, setelah dia kelelahan mebolong kami tadi," batin Rumana, mencoba menepis niatnya untuk meminta bantuan Gus Zaki sekali lagi. Seperti mendengar kata hati Rumana, Sudikerta angkat bicara, "Sepertinya kita harus meninta bantuan pada Gus Zaki lagi.""Tapi apa tidak apa-apa, Bah. Dia baru saja menolong kita dari cekeraman wanita iblis itu, bagaimana mungkin kita memintanya datang kemari lagi untuk menolong Mas Gunadi? Bisa saja dia sudah kehilangan banyak energi setelah pulang dari sini," sanggah Rumana yang tak sampai hati jika harus merepot
Read more

Chapter 43

Setelah Sudikerta nekat masuk ke hutan, untuk menyelamatkan Gunadi, Kinanti terus berusaha menenangkan Rumana yang masih saja menangis. Sebenarnya dia sendiri tak tega melihat kondisi Ruman, namun dia tak bisa berbuat apa-apa. Kinanti mendengus lelah."Mbak, anak-anak sudah tidur semua. Aku mohon putar balik saja, Mbak. Antarkan aku kembali ke hutan itu. Perasaanku tak enak," pinta Rumana di sela isak tangisnya.Kinanti menggeleng sambil terus mengemudi. Tak mungkin dia menuruti keinginan Rumana. Terlalu berbahaya jika dia juga ikut menyusul abah dan suaminya."Nggak, Rum. Mbak nggak akan biarkan kamu pergi ke sana. Biar Abah saja yang mencari Gunadi. Dengan kamu ke sana, sama saja kamu mengantar nyawa, kamu ngerti nggak!" ujar Kinanti dengan nada tinggi. Kali ini dia harus lebih tegas pada Rumana."Enggak, Mbak. Tolong, antar saja aku ke sana lagi. Aku mohon, Mbak. Aku yakin Abah butuh bantuanku," pinta Rumana terus memohon."Emang kamu bisa apa di sana? Kamu nggak punya kekuatan apa
Read more

chapter 44

Di tempat lain, di mana Nandhini dan Raganta sedang berjuang untuk keluar dari teritori Ruri."Hei, tunggu! Sebaiknya kita sembunyi lagi aja. Aku capek banget nih," ujar Raganta, napasnya tersengal karena kelelahan."Kalau kita sembunyi, dia bisa menemukan kita lagi. Aku ga punya banyak waktu, Ta. Aku harus segera pulang, dan memberi tahu keluargaku sesuatu yang sangat penting," timpal Nandini. Dia tidak tahu, keluarganya telah tiada. Hanya dia yang masih tersisa.Tak menghiraukan bujukan Raganta, Nandini kembali melanjutkan langkah. Jantungnya berdebar-debar saat membayangkan kejahatan yang dilakukan Ruri. Matanya mulai panas, dan dadanya sesak. Pandangan Nandini mulai kabur karena ada kaca-kaca tipis yang merembak di matanya. Raganta yang tak mau sendiri pun akhirnya mengalah dan tetap menyeimbangkan langkah dengan Nandini. Ia tak mau bertemu binantang buas dan mbak kunti lagi.Subuh menjelang, azan terdengar berkumandang, Raganta menghentikan langkah Nandini. Kali ini, dia menghad
Read more

Chapter 45

"Aku baru kepikiran sesuatu, loh. Kita di sini mendengar azan, itu artinya jarak kita ke pemukiman warga udah mulai dekat dong, ya?" ujar Raganta pada Nandini."Iya, memang kawasan ini lumayan dekat dengan pemukiman penduduk, tapi entah kenapa kita seperti berputar putar di tempat yang sama. Apa ini ulah Bibi Ruri?" Nandhini berpikir sejenak."Ah, nggak mungkin lah. Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan, aku yakin sebentar lagi kita sampai di jalan raya, dan kita akan menuju pelabuhan untuk menyeberang ke pulau Jawa."Nandini terdiam, dia tampak sedang memikirkan sesuatu. Tatapannya tertumpu pada sepatu yang Raganta pakai. Seperti sepatu mahal, pikir Nandhini. Melihat diamnya Nandini, Raganta menjentikan jarinya tepat di depan wajah gadis bermanik hazel itu.Pemuda asing yang baru saja bertemu dengan Nandini itu menanyakan perihal apa yang membuatnya melamun."Aku nggak punya bekal apapun untuk pulang ke Jawa. Aku kabur dari rumah itu tanpa memikirkan bekal, dasar bo doh." Gadis itu me
Read more

chapter 46

Berbekal sebilah pedang di tangan kanannya, Rumana nekat menyusuri kembali alas Purwo demi memenuhi rasa penasarannya tentang kebenaran perkataan Parjo. Harapannya tinggi akan keberadaan Gunadi di sisi lain hutan ini.Ada pemuda yang juga memiliki ilmu kanuragan lumayan tinggi mengekor di belakangnya untuk memastikan keselamatan Rumana. Disibaknya berbagai tanaman liar yang menghalangi langkah Rumana. Ia mengingat betul keberadaan Gunadi saat itu. Tepat di hadapannya dia berdiri saat ini, tapi tak ada tanda-tanda kehidupan di sini. Bahkan para siluman yang kala itu mengganggu Rumana, sekarang belum menampakan batang hidungnya."Bu, sebaiknya kita keluar dari sini. Kita sudah masuk terlalu dalam. Bapak Gunadi suda tiada, dia tidak mungkin berada di alam ini sekalipun," bujuk Gus Zaki. Dia tahu betul, jika kedatangan Rumana ke tempat ini lagi, mungkin saja hanyalah sebuah jebakan yang akan mendatangkan petaka baru.Akan tetapi, Rumana tak mau menghiraukan perkataan Zaki. Dia memilih me
Read more

Chapter 47

Mendengar teriakan Rumana, Zaki baru tersadar jika Rumana tak lagi bersamanya. Tapi dimana sumber teriakan itu? Zaki bingung harus mencari Rumana atau menghadapi wanita yang telah menunjukkan wudud aslinya. Wajah rusak, rambut tergerai panjang menutupi sebelah wajahnya yang hancur, serta darah segar yang terus mengalir dari lubang pipi yang membusuk, tak lupa nanah kental yang menambah bau amis, hingga membuat Zaki tak kuasa menahan indra penciumannya. "Hueekk!" Isi perut Zaki seakan diaduk. Mual tak tertahankan. Alih-alih dia memuntahkan sebagian sarapan pengganjal perut yang dia makan di jalan.Dengan menutup hidungnya, dia mencoba pergi mencari Rumana, karena sepertinya dia tak akan sanggup menghadapi makhluk busuk ini. Bisa-bisa dia keracunan bau dan pingsan sebelum melawannya."Afwan, Nek. Ternyata kamu lebih busuk dari perkiraan. Wajah cantik dan pakaian rapi, ternyata hanya untuk menipu manusia." Zaki lari secepat angin, namun kecepatannya masih kalah dengan wanita busuk yang
Read more

Chapter 48

"Misteri apa yang dia maksud?" gumam Rumana yang kini terombang-ambing di dalam botol.Perkataan nyai Galuh sangat mengganggu pikirannya. Dia tak tahu jika di balik semua kejadian tragis yang menimpa keluarganya, ternyata ada sangkut pautnya dengan masa lalu nenek moyang dan mertua. "Jika memang ada sangkut-pautnya dengan masa lalu atau kesalahan mereka yang telah tiada, kenapa harus aku yang menanggungnya, kenapa harus keluargaku yang meregang nyawa." Rumana terus memukul botol kaca yang mengungkungnya. Kini nyi Galuh telah sampai di tempat yang dia tuju. Dia mengeluarkan botol dari kantongnya dan mengeluarkan Rumana dari sana. Tangannya terulur ke arah Rumana kecil yang melompat-lompat berusaha meraih nyi Galuh.Wanita itu meniupkan mantra lewat tangan yang mengarah tepat pada Rumana. Seketika tubuh Rumana perlahan membesar. Rumana masih tak habis pikir, bagaimana bisa dia menyusut dan membesar kembali seperti bola yang di tiup dan dikemipiskan? Ilmu apa yang dikuasai Galuh seben
Read more

chapter 49

Kekayaan Sudikerta memang tak diragukan lagi, baik di Bali maupun di Jogyakarta. Tapi semua orang tahu dengan jerih payahnya untuk mendapatkan itu semua, dan tak ada yang mempertanyakan perihal kekayaan mereka. Padahal, jika ditelusuri kembali, Sudikerta dulunya hanyalah anak dari orang biasa yang sederhana saja hidupnya, bahkan bisa dibilang sedikit kekurangan.Sedangkan orang tua Ratmini memang dari dulu sudah jadi orang kaya di kampungnya. Mereka menentang hubungan putrinya dengan Sudikerta yang sejatinya hanya rakyat jelata. Penolakan dari calon mertua, menbuat Sudikerta gelap mata. Hatinya sakit mendengar semua hinaan mereka. Hingga jalan pintas menuju kekayaan harus Sudikerta ambil, demi bisa bersanding dengan pujaan hatinya, yaitu Ratmini. Tak ada yang tahu perbuatan Sudikerta di balik sikapnya yang terkesan alim dan menghindari hal seperti itu, termasuk Ratmini. Dia yang terlihat sangat mengayomi anak dan istri, nyatanya menjadi bumerang untuk keluaraganya sendiri. Meski Su
Read more

Chapter 50

Sekuat tenaga Kinanti mencoba membaca ayat suci Al-Quran sehapalnya dalam hati, namun pikirannya entah kemana hingga tak ada satupun ayat yang mampu dia hapal meski dalam hatinya. Perasaan nyeri di pergelangan kaki kian terasa, membuatnya ingin melihat apakah gerangan yang menahan kakinya.Dia memejamkan mata sambil membasahi bibirnya, berusaha menghalau rasa takut yang bergelayut dalam dada. Mulutnya masih enggan mengeluarkan suara meski dia telah berusaha. Perlahan, dia beranikan diri untuk milihat sesuatu yang menahan kakinya. Meski rasa takut tak terhingga, tapi dia tetap penasaran ingin melihat apakah yang membuatnya terpaku seperti itu.Kedua matanya lagi-lagi membola, saat mendapati dua tangan kurus dengan jari-jari berlumur darah dan kuku yang amat panjang tengah menjegal kaki kanannya. Dan yang lebih membuat Kinanti lebih ngeri adalah pemilik tangan itu.Sosok wanita yang menyeringai tengah menatapnya dengan mata menyala. Wajahnya rusak parah, dengan darah yang terus menetes
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status