Home / Pendekar / Si Buta Dari Sungai Ular / Chapter 391 - Chapter 400

All Chapters of Si Buta Dari Sungai Ular: Chapter 391 - Chapter 400

1284 Chapters

390. Batu Mustika Pelangi

GUMPALAN awan tipis berarak di langit nan biru. Siang ini angin berhembus agak kencang. Gumpalan awan yang berarak itu semakin lama semakin menebal. Dan melayang-layang semakin rendah menuju sebuah bukit yang menjulang bagai hendak menggapai langit. Gumpalan awan itu kian bertambah tebal, lalu berhenti pada saat mencapai puncak bukit.Pelahan-lahan gumpalan awan yang kian tebal itu bergerak turun, dan menyelimuti seluruh puncak bukit dengan pepohonan lebat yang sedap dipandang mata. Puncak bukit yang semula tampak hijau subur, kini tampak putih oleh awan yang menyelimuti bagai salju. Secercah kilat menyambar keluar dari gumpalan awan.Sambaran kilat yang hanya sekejap itu membuyarkan awan yang menyelimuti puncak bukit. Pelahan-lahan awan itu menyingkir, tersapu angin yang berhembus keras sambil mempermainkan dedaunan. Tampak secercah cahaya terang kemilau menyemburat saat gumpalan awan lenyap. Cahaya itu berasal dari sebuah batu besar berwana bening, dan dihiasi oleh s
last updateLast Updated : 2024-01-04
Read more

391. Part 2

"Boleh aku bertanya?" tanya Prawata.Ki Pancur mengangguk seraya menepuk pundak anaknya. Kaki mereka mulai melangkah beriringan mengikuti para penduduk yang kembali ke desa membawa mayat tanpa kepala itu."Apa yang ingin kau tanyakan?""Apakah kejadian ini ada hubungannya dengan cahaya terang di atas bukit itu, Ayah?" tanya Prawata.Ki Pancur tidak segera menjawab. Mereka memang melihat cahaya terang menyilaukan bagai pelangi, terpancar dari Puncak Bukit Menjangan. Saat itu dia dan anaknya tengah duduk-duduk di beranda depan yang menghadap langsung ke Bukit Menjangan. Ki Pancur tidak tahu, apakah ada orang lain yang juga melihat sinar itu."Semalam seorang pemburu bercerita kalau dia melihat kepala terpancang di puncak bukit...," kata Prawata lagi."Pemburu?! Siapa namanya?" tanya Ki Pancur agak terkejut mendengar omongannya, Prawata."Paman Kabit.""Jangan percaya. Manusia seperti dia tidak bisa dipercaya! Suka membohongi oran
last updateLast Updated : 2024-01-04
Read more

392. Part 3

"Tolooong...."Ki Pancur tersentak mendengar suara rintihan lirih dari arah samping kanannya. Begitu kepalanya berpaling, tampak semak belukar dipinggir jalan bergoyang-goyang. Kepala Desa Malapat itu langsung melompat ke arah semak-semak yang bergoyang. Jantungnya serasa akan copot melihat Kabit terluka parah terbujur didalam semak belukar. Bergegas dibantunya laki-laki berewokan itu berdiri dan dibawanya keluar dari semak belukar."Oh..., Ki...," rintih Kabit lirih.Ki Pancur membaringkannya di pinggir jalan yang berumput agak tebal. Kemudian dia memeriksa luka-luka di tubuh dan wajah laki laki pemburu itu. Terdengar tarikan napasnya yang panjang. Ki Pancur merasa lega karena Kabit hanya luka-luka luar saja. Hampir seluruh tubuhnya memar dan banyak goresan yang mengeluarkan darah."Apa yang terjadi, Kabit?" tanya Ki Pancur."Mereka..., mereka merampokku, Ki," jawab Kabit agak tersendat."Mereka siapa?" tanya Ki Pancur lagi."Aku tid
last updateLast Updated : 2024-01-04
Read more

393. Part 4

"Jangan salah duga, Pak Tua. Aku bukan mencari pencuri, rampok, atau pelarian. Orang itu hanya membawa sedikit milikku yang tidak berharga bagi orang lain. Aku tidak tahu, apakah disengaja atau tidak Yang jelas, aku merasa terganggu sekali dengan perbuatannya.""Boleh aku tahu, siapa yang kau cari?""Aku tidak tahu namanya. Tapi pengawalku mengatakan bahwa dia seorang pemburu.""Hm..., sebagian besar penduduk desa ini memang pemburu. Tidak mudah mencarinya. Dan lagi banyak pemburu dari desa lain, bahkan ada juga yang datang dari kota. Daerah ini memang sangat baik untuk berburu. Lebih-lebih di...," Ki Wanara tidak melanjutkan."Di Bukit Menjangan, maksud Pak Tua?" tebak wanita itu."Ya. Hutan di Bukit Menjangan memang banyak hewan buruan. Ng.... Kau datang dari mana? Dan siapa namamu?""Aku datang dari tempat yang sangat jauh, Pak Tua. Orang-orang biasa memanggilku Nini Ratih," wanita cantik itu memperkenalkan diri."Lantas, apa yang
last updateLast Updated : 2024-01-04
Read more

394. Part 5

"Prawata....""Apa sebenarnya yang terjadi di sini?" Prawata tidak mempedulikan peringatan ayahnya.Ki Pancur menatap adiknya yang juga tengah memandang ke arahnya. Kemudian mereka sama-sama mengalihkan pandangannya ke arah pemuda itu."Nanti kau akan kuberitahu. Sekarang, keluarlah dulu," bujuk Ki Kampar bernada lembut."Baik! Tapi Paman harus janji!" tegas Prawata."Baik, aku janji."Prawata bangkit berdiri, lalu melangkah keluar."Kenapa harus kau rahasiakan kepadanya?" tegur Ki Pancur."Sudahlah! Jangan berdebat soal itu, Kakang. Belum saatnya Prawata tahu," jawab Ki Kampar."Tapi dia sudah dewasa! Sudah mampu melihat semua yang terjadi di sini. Sikapmu membuatnya semakin penasaran ingin lebih tahu lagi.""Mengapa kau tidak manahannya tadi? Kau juga menyuruhnya keluar, kan?" Ki Kampar tidak suka disalahkan."Itu karena kau yang mulai!"Ki Kampar menggeleng-gelengkan kepala. Meskipun Ki Pancur seo
last updateLast Updated : 2024-01-05
Read more

395. Part 6

Ki Wanara menepuk pundak pemuda itu, kemudian kakinya terayun melangkah. Kedua pemuda itu baru meninggalkan tempat itu setelah Ki Wanara masuk ke rumahnya. Cahaya pelita dari minyak jarak menerangi ruangan depan rumah laki-laki tua itu."Dari mana, Pak Tua?""Oh!" Ki Wanara tersentak kaget. Wajah laki-laki tua itu langsung pucat pasi. Entah dari mana datangnya, tahu-tahu di depannya telah berdiri seorang wanita cantik yang siang tadi datang ke kedainya. Ki Wanara berusaha bersikap wajar, tapi tidak bisa menahan deburan jantungnya."Semula aku ingin menganggapmu sebagai seorang yang patut dipercaya dan dapat membantuku. Tapi harapanku sia-sia saja...," kata wanita itu lembut, namun bernada penuh ancaman."Nini Ratih.., aku..!Aku...," Ki Wanara jadi tergagap.Wanita yang ternyata memang Nini Ratih itu hanya tersenyum saja. Begitu manis senyumnya. Langkahnya pun demikian gemulai mendekati Ki Wanara. Laki-laki tua itu semakin pucat wajahnya, sedangkan
last updateLast Updated : 2024-01-05
Read more

396. Part 7

Prawata bukannya kembali, tapi malah berlari kencang. Ki Kampar akan mengejar, tapi sebuah tangan telah mencekal pundaknya. Laki-laki berusia separuh baya itu menoleh. Langsung dia menggelinjang sambil melompat begitu melihat seorang wanita muda dan cantik tahu-tahu sudah berdiri di belakangnya."Nini Ratih...," suara Ki Kampar agak bergetar."Kau masih mengenalku, Kakang Kampar?" lembut suara wanita itu.Ki Kampar melangkah mundur beberapa tindak. Tangan kanannya segera meraba gagang golok yang terselip di pinggangnya. Sedangkan wanita cantik yang ternyata memang Nini Ratih itu hanya tersenyum saja."Anak itu benar. Tidak seharusnya kau sembunyikan. Katakan saja terus terang padanya," kata Nini Ratih tetap lembut nada suaranya."Jangan campuri urusanku, perempuan setan!" dengus Ki Kampar."Kau masih tetap seperti dulu saja, Kakang. Galak, kasar, dan tidak pernah jujur. Tapi aku menyukai sikapmu itu. Hanya sayang, kau sekarang kelihatan tua
last updateLast Updated : 2024-01-05
Read more

397. Part 8

"Hm..., dia masih jengkel rupanya. Tapi harus ku dekati. Kata hatiku tidak pernah meleset..," Manggala bicara sendiri di dalam hatinya. Manggala masih tetap memejamkan matanya. Sedangkan Prawata sudah membuka matanya.Sebentar dipandangnya Manggala yang tampak tidur, kemudian bermaksud bangkit."Nyaman sekali di sini. Mau ke mana kau?""Eh!" Prawata terkejut. Dipandanginya wajah Manggala lekat-lekat. Mata Si Buta dari Sungai Ular itu masih terpejam rapat. Prawata hampir tidak percaya dengan pendengarannya barusan. Dia tidak jadi bangkit, tapi malah kembali menyandarkan punggungnya ke pohon. Pandangannya masih ke arah wajah pemuda di sampingnya."Jangan memandangiku begitu. Nikmati saja kesejukan udara di sini. Sangat baik untuk menenangkan pikiran dan mendinginkan hati yang panas," kata Manggala lagi tanpa membuka mata sedikit pun."Kau..., kau manusia apa...," Prawata jadi tergagap, lalu beringsut menjauh.Manggala membuka kelopak matanya.
last updateLast Updated : 2024-01-05
Read more

398. Part 9

"Jangan picik, Prawata. Masih banyak sumber lain yang bisa kau peroleh. Jangan terpaku pada satu sumber saja. Kau akan menemui jalan buntu kalau hanya mengejar yang satu dan membutakan lainnya.""Kau benar!" sentak Prawata. Semangatnya seketika bangkit "Aku memang harus mencari dari sumber lain. Dan aku tahu tempatnya!""Oh, ya?"Prawata langsung bangkit berdiri."Mau ke mana?" tanya Manggala juga ikut berdiri."Pulang, sudah sore," sahut Prawata. Setelah menjawab, Prawata segera melangkah pergi. Tapi baru beberapa langkah berjalan, pemuda itu berhenti dan berbalik. Manggala masih berdiri dihadapannya."Sebaiknya kau ikut. Kau bisa tidur di kamarku," ajak Prawata."Terima kasih! Aku tidak ingin menarik perhatian orang," tolak Manggala halus."Lalu, di mana kau tidur?""Di mana saja.""Kapan kita bisa bertemu lagi?" tanya Prawata."Kita bisa bertemu lagi di sini.""Kapan?""Besok.""Baik
last updateLast Updated : 2024-01-05
Read more

399. Part 10

"Hugh!" pemuda itu mengeluh pendek."Yaaah...!" Prawata berteriak keras.Satu pukulan keras bertenaga dalam cukup tinggi menghantam telak ke wajah pemuda itu. Tak pelak lagi, murid Ki Kampar ini terjungkal ke belakang. Secepat kilat Prawata melompat ke punggung kudanya. Tapi belum juga sampai, seorang lagi segera melompat sambil mengibaskan goloknya."Uts!"Prawata menarik perutnya ke belakang, maka golok itu lewat sedikit di depan perutnya. Masih dalam keadaan di udara, kaki putra kepala desa itu bergerak cepat ke arah punggung setelah memutar tubuhnya. Sepakan kakinya itu tepat menghantam punggung lawannya, sehingga terjerembab mencium tanah."Hup! Ya...."Prawata cepat menggebah kudanya begitu berada di atas punggung kuda hitam itu. Bagaikan sebuah anak panah lepas dari busurnya, kuda hitam itu langsung melesat cepat membelah angin. Dua orang murid Padepokan Malapat yang ditugaskan menjaga perbatasan desa itu merintih sambil berusaha bang
last updateLast Updated : 2024-01-06
Read more
PREV
1
...
3839404142
...
129
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status