Setelah insiden di perpustakaan, hatiku memberanikan diri untuk berasumsi bahwa Briana memang seorang muslimah. Sejumput harapan mulai tumbuh di dada, sembari meyakinkan diri bahwa mungkin Oma akan merestui pilihan hatiku kali ini. Siapa tahu suatu hari nanti, Briana bersedia mengenakan hijab dan ibu pun akan luluh padanya. Sementara itu, di kampus, Jean yang dulunya selalu bersamaku, masih saja enggan merelakan hatinya. Bahkan, ia berani mengungkapkan perasaannya secara langsung. "Ka, kenapa kamu menolakku? Aku benar-benar menyukai orang Indonesia, dan kamu adalah tipeku," kata Jean. "Maaf, Jean. Aku tak bisa," jawabku singkat. "Tapi kenapa? Apa karena cewek itu? Briana?" suara Jean tertahan. Aku terdiam. Semakin berusaha kuatirkan hati. "Dia itu cewek yang nggak benar, Ka! Percayalah padaku!" Jean berteriak, mencoba meyakinkanku dengan kesungguhan di matanya."Jangan asal menuduh sembarangan, kamu Jean!" "Dia itu aneh, sadarlah!" Apa yang aneh dari Briana? Menurutku, dia begitu uni
Baca selengkapnya