Home / CEO / Sekretarisku Jilbaber / Chapter 201 - Chapter 210

All Chapters of Sekretarisku Jilbaber : Chapter 201 - Chapter 210

214 Chapters

Bab 201

Dalam dua hari, Dirga akan mulai bekerja di kantor yang sama denganku. Sejujurnya, aku belum sempat memberitahukan kepadanya tentang keberadaan Zahra di sini. Ah, Zahra… kenapa tiba-tiba aku teringat padanya? Gadis manis yang selalu menundukkan kepala, seakan menyimpan banyak rahasia di balik kepolosan wajahnya. Tidak, ini bukan perasaan rindu; aku tidak pernah merasakan cinta selain pada Briana. Saat aku tenggelam dalam lamunan, tiba-tiba pintu diketuk oleh seseorang. "Masuk!" Aku berseru, tidak menyangka bahwa orang yang masuk ternyata adalah Zahra. Apakah ini suatu kebetulan? Atau justru semesta sengaja menyatukan kami? "Ah, tidak," batin ku, berusaha mengesampingkan perasaan yang mulai menguasai pikiranku. "Pak, ada berkas yang harus Bapak periksa dulu sebelum ditandatangani. Saya takut ada yang keliru," ucap Zahra, seraya meletakkan berkas itu di atas meja. Aku merasa degup jantungku semakin kencang ketika hendak meraih berkas tersebut, namun tidak sengaja menyentuh tangan Zah
Read more

Bab 202

Hari demi hari berlalu, begitu pula bulan demi bulan, dan tak terasa Dirga kini menjadi pegawai di kantorku yang disukai banyak karyawan lain. Memang, gayanya agak selengekan, tapi sifatnya membuat orang suka berteman dengannya. Tak lama kemudian, karyawanku pun mengetahui bahwa Dirga adalah sahabat baikku. Namun, ada satu hal yang membuatku penasaran. Setiap kali bertemu dengan Zahra, ada rasa yang tak bisa aku ungkapkan. Entah mengapa, frekuensi pertemuan kami dengan Zahra semakin sering, bahkan terkadang Dirga sengaja mengajak Zahra makan siang bersamaku. Melalui informasi yang didapat oleh Dirga, katanya bisnis orang tua Zahra bangkrut dan kini orang tuanya terlilit hutang di bank. Karena itulah, dengan berat hati, Zahra harus bekerja untuk membantu orang tuanya. "Sama kamu kok dia mau cerita, Ga? Sama aku kok tidak," ungkapku dengan rasa penasaran. "Mungkin dia segan, karena kamu Bosnya, sedangkan aku kan karyawan biasa sama kayak dia," jawab Dirga. Mendengar itu, aku merasa mun
Read more

Bab 203

Hari ini, aku memutuskan untuk mengajak Dirga berlibur ke Puncak demi menikmati udara sejuk dan keindahan alam yang masih terjaga keasriannya. Sebelumnya, Dirga sudah berusaha mengajak Zahra, tetapi sayang, dia menolak undangan tersebut. Maka dari itu, kami hanya pergi berdua saja. Di akhir pekan, banyak kendaraan berlalu lalang menuju Puncak, mencari hiburan untuk melepaskan penat usai bekerja. Perjalanan kami pun cukup terhambat oleh kemacetan. Agar tidak merasa bosan, Dirga dan aku saling mengobrol untuk mengusir kejenuhan. "Zahra memang nggak mau ikut, Ga?" tanyaku untuk memastikan. "Mana mau dia pergi dengan laki-laki, menginap pula. Tapi kalau dipikir-pikir, Zahra itu cantik juga, ya, Ka?" ujar Dirga. Aku menoleh ke arah Dirga, dia tampak semakin tertarik pada Zahra. Namun, aku tahu sejak dulu, saat kami duduk di bangku SMA, Dirga telah menaruh perasaan terhadap Zahra. Aku hanya tak begitu menanggapinya waktu itu. Kini, Dirga bertanya kepadaku, "Eh, kamu nggak suka sama Zahra,
Read more

Bab 204

Hari demi hari berlalu, perasaanku semakin tak menentu. Entah mengapa, pikiran tentang Zahra terus berkelebat di kepalaku. Aku mulai sadar bahwa perasaan yang kupunya pada Zahra justru semakin dalam. "Apakah ini benar-benar cinta?" gumamku dalam hati. Di tengah kebingungan hati, malam ini ibu dan ayah mulai menanyakan soal hubunganku dengan seseorang perempuan. "Raka, ada yang ingin ibu tanyakan padamu," ungkap Ayah saat kami sedang duduk bersama di ruang keluarga. "Apa, Yah? Kok, kelihatannya serius sekali," balasku sambil memperbaiki dudukku. "Iya, ini menyangkut masa depanmu. Ibu heran, mengapa kamu sama persis seperti Ayah, sudah dewasa tapi tak pernah mau memikirkan masa depan," gerutu Ibu. Aku mengernyitkan dahiku, merasa tak pernah ada pembicaraan seperti ini sebelumnya. "Jadi?" Aku mencoba menyampaikan keseriusanku pada Ibuku. Ibu menatap Ayah sejenak, kemudian menghela nafas. "Jadi, kami rasa sudah saatnya kamu memikirkan wanita, maksudnya kamu harus mulai mempersiapka
Read more

Bab 205

Aku berangkat ke kantor seperti biasanya, hati terasa penasaran dengan isu pernikahan Dirga. "Apakah dia akan menikah dengan Zahra?" pikirku, keingintahuan ini menjadi duri di hati, namun takut untuk menanyakannya langsung. Sesuai kebiasaan, aku masuk ke ruanganku, dan tak lama Dirga datang menghampiri. Entah itu untuk minta tanda tangan atau membahas pekerjaan, namun kali ini ia membawa berkas. "Ini Ka, coba cek dulu," ungkap Dirga dengan wajah sumringah, mungkin karena kebahagiaan menjelang pernikahan. Sambil memeriksa berkas yang diberikan, aku tidak tahan untuk bertanya, "Kamu mau nikah ya Ga?" Dirga tersenyum, "Ho'oh, mau lamaran dulu, baru menikah." Ucapan itu terdengar sangat bahagia, membuat hati ini serasa tercabik. Sebelum Dirga meninggalkan ruangan, aku mencoba memberi dukungan, "Aku pasti datang." Namun, dalam hati, aku merasa frustrasi, mengapa tak berani menanyakan siapa calon istrinya? Apakah aku terlalu takut menghadapi kenyataan jika nanti Zahra ternyata menjadi cal
Read more

Bab 206

Melihat ekspresi wajah Dirga yang penuh kebahagiaan, aku tak bisa menahan rasa was-was dan cemas di dalam hati. Semakin mendekati saat calon istrinya keluar dari kamar, semakin besar kekhawatiran yang menghantui pikiranku. Bagaimana kalau ternyata calon tunangan Dirga adalah Zahra, wanita yang selama ini jadi bagian terbesar dari hidupku? Aku merasa seperti diterjang gelombang emosi yang menerjang tanpa ampun. Tiba-tiba, seorang wanita berhijab keluar dari kamar, didampingi oleh dua orang perempuan. Ia menunduk sambil berjalan ke arah kami semua. Mataku tak bisa lepas dari wanita tersebut, perhatianku tertuju pada postur tubuhnya yang ramping dan tinggi, seperti tubuh Zahra. "Apakah benar dia? Apakah Zahra-lah yang akan menjadi istri Dirga?" Batinku, hati berdebar kencang. Namun, ketika wanita itu akhirnya menatapku, aku baru menyadari sesuatu."Hei, kok gitu banget memperhatikan calon istrinya Dirga," ucap Ibu setengah berbisik sambil menepuk pahaku. "Eh, eh, penasaran aja Bu!" bis
Read more

Bab 207

Malam itu, aku terjaga sepanjang malam, memikirkan cara terbaik untuk mengungkapkan perasaan cinta yang kian dalam ini kepada Zahra. Semakin kukendalikan perasaanku, semakin kukhawatirkan hari dimana aku terlambat mengungkapkannya kepadanya. "Benarkah ini cinta? Apa aku bisa mengatakannya melalui telepon saja? Atau mungkin lewat pesan?" Bisik hatiku. Aku meraih ponselku yang tergeletak di sampingku, meraba-raba dalam gelap, mencari nama Zahra di dalam daftar kontak. Saat jari-jari mulai mengetik, teringat akan satu momen ketika Zahra menyebut bahwa dia sedang menjalin hubungan dengan seseorang. Teringat akan wajahnya, air muka cemburuku tiba-tiba bergejolak. "Bukankah dengan Dirga? Lalu dengan siapa? Aku harus melakukannya, aku harus memberanikan diri sebelum terlambat." Namun ketika hampir menghubunginya, rasa ragu menghantui hatiku. Segala pertanyaan berkecamuk dalam benak ini, "Apa yang harus aku katakan padanya? Apakah dia akan menolakku dengan halus atau dengan marah?" Menghem
Read more

Bab 208

Briana? Apakah itu kau?" tanyaku sambil berusaha bersikap biasa saja. Aku melirik Zahra yang mulai gelisah dan risih karena kehadiran Briana."Ternyata kau masih mengingatku. Bolehkah aku duduk?" "A-ah, eh, tentu saja, silahkan," ucapku dengan gagu sambil mempersilahkan Briana untuk duduk. Selama ini aku berusaha melupakan masa lalu, tapi kini Briana hadir di depanku. Sudah bertahun-tahun lamanya kami tidak pernah bertemu. Bagaimana mungkin dia muncul begitu saja? Apakah dia sudah berubah, atau mungkin sudah normal kembali? "Pak Raka, sepertinya Anda punya tamu penting. Saya permisi dulu, nanti jika sudah selesai Bapak bisa memanggil saya lagi," ucap Zahra. Aku jadi bingung dan merasa bersalah. Bagi aku, Zahra yang lebih penting. Namun, mungkin saja Zahra mengira bahwa Briana adalah kekasihku dan bahwa bunga yang kubawa ini untuk Briana. Padahal ini untuknya. "Ah, baiklah, nanti saja kita bicara saat makan siang," jawabku kepada Zahra. Zahra mengernyitkan dahinya, namun kemudian ia
Read more

Bab 209

"Dirga, biasa aja dong. Jangan begitu, aku kan cowok normal," ucapku dengan wajah kusut. Dirga tersenyum penuh arti padaku, membuat aku salah tingkah. "Sejak kapan kamu jatuh cinta pada Zahra?" tanya Dirga dengan tatapan tajam. "Nggak tahu, Ga. Entah sejak kapan, rasa itu tumbuh begitu saja di hatiku. Mungkin saat dia ikut wawancara di kantor ini, aku juga tak tahu," aku tergelak gugup. Dirga menatapku sambil tersenyum simpul. "Em, aku tahu saat itu. Sewaktu aku mau menyatakan cinta pada Zahra, raut wajahmu berubah, wajar tak menentu. Aku tahu sebenarnya kau sudah menaruh hati padanya, tapi kau tak mau mengakuinya." Aku tercenung sesaat, berpikir kembali perasaan yang terus kubendung selama ini. "Yah, padahal aku sudah berusaha menyembunyikan perasaan ini dan menjaga sikap agar tak seorang pun yang tahu jika aku sebenarnya menaruh hati pada Zahra." "Benar kan?" tanya Dirga. "Mungkin..." aku menjawab dengan ragu. Dirga tertawa. "Raka, Raka, kamu masih saja menyembunyikan perasaanmu,"
Read more

Bab 210

Aku berjalan keluar cafe tersebut berjalan dengan langkah gontai. Ternyata Zahra telah dijodohkan dengan orang lain. Apa aku harus menyerah begitu saja? Apa aku harus pasrah pada keadaan dan menerima Briana lagi? Aku tak lagi kembali ke kantor, karena aku tak sanggup untuk bertatap muka dengan Zahra. Ku putuskan untuk mengatakan semua ini pada ibu, ya pada ibuku. Aku segera memacu mobilku di jakanyang padat, aku ingin segera tiba di rumah dan bertemu dengan ibu. Tak beberapa lama aku bertemu dengan ibu dan ingin melepaskan semua bebanku ini. “Eh, eh, kok kusut gitu? Kenapa Nak?” Sapa Ibu dengan senyum hangatnya. Aku nafas dan menghempaskan bobot tubuhku di sofa tepat di samping Ibuku. “Ada apa ayo cerita,” ucap ibu penuh perhatian. Kemudian aku menceritakan soal Briana masa laluku yang telah kembali, ia ingin aku kembali padanya. “Maksud kamu Briana teman kuliah kamu itu?!” tanya ibu terkejut. Aku mengangguk lemah. “Udah, nggak usah. Ibu nggak akan setuju, kalau udah nggak norm
Read more
PREV
1
...
171819202122
DMCA.com Protection Status