Home / CEO / Sekretarisku Jilbaber / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Sekretarisku Jilbaber : Chapter 141 - Chapter 150

214 Chapters

Bab 142

Pagi minggu Damar dan Annisa berjalan pagi, dokter menyarankan ketika hamil sudah memasuki sembilan bulan sebaiknya sering berjalan pagi, agar melahirkan jadi lebih mudah. Mereka berkeliling-keliling komplek, sambil berjalan menyusuri rumah-rumah mewah yang penghuninya rata-rata orang sibuk semua. Tapi pagi minggu biasanya penghuni rumah-rumah mewah itu ada di rumah, berkumpul bersama keluarga melepas lelah setelah bekerja. “Sepertinya cerah hari ini, Nis,” ucap Damar sambil terus menggandeng tangan istrinya. “Iya Mas, cerah, semoga nggak hujan ya,” ucap Annisa sambil melihat langit. “Kamu masih sanggup berjalan?” “Masih Mas, memangnya kamu sanggup menggendongku, kalau aku tak sanggup berjalan?” tanya Annisa tersenyum.“Sanggup dong, aku kan laki-laki perkasa, aku sanggup menggendongmu sampai ke rumah.” Annisa terkekeh. Kemudian Annisa mengernyitkan dahinya, ia seperti merasakan sakit di bagian perutnya. Tapi karena tak terlalu sakit ia tak mengindahkannya. Ia terus berjalan samb
Read more

Bab 143

Beberapa hari sebelum Annisa melahirkan, di sebuah sederhana, sepasang suami istri sedang berbicara serius. Rumah petak tersebut sangat sempit, hanya ada satu kamar tidur dan ruangan, kemudian di sisi belakang, ada dapur sempit yang jarang ngebul. Sebelum ia hamil besar Sang Istri Rania masih bekerja, ia mencuci pakaian dari rumah ke rumah, untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, tapi kini setelah perutnya semakin membesar ia tak bisa lagi bekerja. Sehingga ia terus mendesak sang suami agar bekerja, suami Rania bernama Surendra.Surendra adalah laki-laki pemalas dan suka mabuk, ia bekerja di pasar sebagai kuli angkut barang, itu pun jika ia ingin pergi, jika rasa malasnya datang, ia akan tidur sepanjang hari, tak ia pernah memikirkan bahwa beras sudah habis, anaknya kelaparan, ia tak mau tahu.“Kamu ingin anak dalam perutmu bahagia bukan?” tanya Surendra sambil menyalakan rokok, padahal ia tahu istrinya sedang hamil besar. Tapi ia tetap merokok. Anak pertama mereka bernama Kanaya ia ki
Read more

Bab 144

5 Tahun kemudian. Hari-hari berlalu, tahun pun berganti, kehidupan Annisa pun penuh warna, kini ia tak lagi bekerja menjadi sekretaris di perusahaan Damar, karena ia ingin fokus merawat anaknya. Kini Bu Widya juga tidak lagi membenci Annisa, karena akhirnya Annisa memberikan keluarga ini seorang pewaris. Annisa juga tak diizinkan pindah dari besar itu, karena jika Damar dan Annisa pindah tentu saja Bu Widya dan Pak Danu akan merasa kesepian.Apa lagi sekarang ada Dirga yang membuat rumah itu menjadi ceria, terkadang nanti Gendhis juga sering berkunjung ke rumah itu. Nanti jika Farra berkunjung Dirga akan bermain bersama dengan Farra. Damar juga meminta Annisa untuk nambah anak lagi, saat sebelum ia ke luar kota, Damar menggoda Annisa. Kebetulan Dirga sudah tidur."Dirga kan sudah besar Nis, udah masuk TK, apa sebaiknya kita bikin adik untuk Dirga," ucap Damar senyum-senyum sambil menggoda istrinya. Annisa memukul dada bidang Damar."Apaan sih Mas, maunya sih gitu, aku udah lama kok
Read more

Bab 145

Tak lama kemudian Bu Widya pulang dari salon, ia mendapati anak dan menantunya sedang mengobrol santai di ruang keluarga. Dirga dan Farra yang baru saja melihat Omanya pulang langsung berhamburan memeluk Bu Widya. “Oma!!” seru mereka berdua hampir bersamaan. “Oma dari mana?” tanya Dirga manja.“Oma dari salon sayang, emangnya kenapa? Kamu kangen sama Oma ya?” Bu Widya menggoda Dirga, Dirga mengangguk. “Farra juga kengen Oma!” “Oh semuanya kangen sama Oma, sini, sini, Oma cium satu-satu,” ucap Bu Widya, ia mengecup cucu-cucunya satu persatu. Kemudian Gendhis dan Farid menyalami Bu Widya dengan takzim, biasanya hari Minggu begini mereka akan berkumpul hanya sekedar untuk mengobrol atau makan bersama, tapi sayang Damar sedang tak berada di sini. Karena dia sedang di luar kota.“Bagaimana restoran kamu Ndis?” tanya Bu Widya setelah mereka duduk semua. Farra dan Dirga bermain bersama di dekat Telivisi. “Alhamdulillah, lancar Ma, hanya saja ada beberapa karyawan yang resign, jadi aku
Read more

Bab 146

“Oke Mas, gini ya, aku juga punya hak atas hartanya ayah, jika tahu seperti ini, waktu dulu, aku akan meminta Ayah untuk mewariskan perusahaan ini padaku,” ucap Fiza agak meninggi. “Maksud kamu apa berbicara seperti itu?” tanya Farid, emosinya agak terpancing saat Fiza berkata seperti itu. Padahal mereka tahu perusahaan keluarga ini hanya diwariskan pada anak laki-laki, walaupun Eyang Farid tidak suka sama Bu Watini, ia mengharapkan agar anak dari istri baru dari ayah Farid laki-laki. Tapi Allah menakdirkan Farid yang akan memimpin perusahaan itu, anak yang dibenci oleh Eyangnya. hanya Farid lah cucu laki-laki dari Eyang Farid, sehingga perusahaan itu jatuh ke tangan Farid tanpa Farid minta.“Yah, aku tahu Mas Farid cucu yang tidak diinginkan oleh Eyang, seharusnya aku yang memimpin perusahaan itu, Mas Fadhlan juga bisa, dia kan kuliah juga waktu itu,” beber Fiza. Fadhlan hanya mengangguk-angguk membenarkan istrinya. Sesungguhnya Farid tahu, Fadhlan yang mempengaruhi istrinya, semu
Read more

Bab 147

Rintik hujan di luar rumah, membuat udara menjadi dingin, Surendra melayangkan pandangannya, teringat bayi yang baru dilahirkan oleh istrinya ia ambil paksa dan ia menukarnya dengan bayi lain. Ia kembali menyesap rokoknya dalam.“Yah, aku rindu, tapi mungkin kini dia hidup bahagia, anak kita sudah jadi orang kaya, mungkin kelak jika dia sudah jadi pewaris, dia akan mengangkat kita orang tua kandungnya dari kemiskinan,” ucap Surendra. Tak bisa dipungkiri ia juga merindukan darah dagingnya.“Yah, semoga saja Bang, jika kau rindu mengapa kau tak mau menjenguknya? Mungkin sekarang dia sudah jadi anak yang tampan.”“Ada, aku pernah melihatnya dari jauh saat itu, tapi tidak terlalu jelas terlihat, karena diusir oleh satpam rumah besar itu,” ucap Surendra. Ia melemparkan kacang goreng ke mulutnya. Ternyata suaminya ini juga rindu pada bayinya dan ia sering mengunjungi anak itu secara diam-diam, Rania tersenyum dan kembali berucap.“Bagaimana rupa anak kita Bang dua mirip siapa?” tanya Rani
Read more

Bab 148

Raka menghentikan belajarnya dan ia mempertajam pendengarannya. Terdengar suara Kanaya yang tidak mau memberikan uang untuk SPP Raka. Kemudian Raka bangun dari duduknya maksud hati ingin mengatakan pada Rania agar tidak usah meminjam uang pada Kanaya, ia tahu Kanaya keberatan akan hal itu. “Dia kan bukan adikku Bu, untuk apa aku membantunya,” ucap Kanaya. Raka menghentikan langkahnya. ‘Jadi benar aku bukan adik Kanaya, mengapa Kak Naya berkata begitu?’ Ucap Raka dalam hati. Kanaya sering mengucapkan hal itu, bahkan ia tak pernah bersikap baik pada Raka. Raka keluar rumah, Kanaya dan Rania menghentikan perdebatannya. “Bu, tidak usah meminjam uang Kak Naya, nanti saja kalau Ibu sudah punya uang, bayar SPP Raka,” ucap Raka pelan. Kemudian ia berbalik dan masuk ke dalam. Umur Raka memang masih kecil tapi sikapnya begitu dewasa, entah karena tuntutan keadaan yang membuat ia harus bersikap dewasa. “Bu dia itu bukan anak Ibu, untuk apa sampai menyekolahkan dia segala sih, keluarin aja di
Read more

Bab 149

Annisa menatap Raka lama, ia menghabiskan es krimnya, penampilannya juga sangat sederhana, kaos buluk yang yang warnanya sudah kusam, celana pendek selutut nya juga demikian.“Oh begitu ya, Ayah kamu kerja apa?” tanya Annisa lagi.“Bapak kerjanya kuli angkut, tukang parkir, beda- beda Bu,” ucap Raka sopan. Annisa mengangguk-angguk, kasihan sekali anak ini, pikir Annisa. Kemudian Annisa merogoh sakunya, ia menyelipkan dua lembar uang seratus ribuan ke tangan Raka.“Ini apa Tan?” ucapnya menarik tangannya, ia tak mau menerima uang pemberian Annisa.“Ambil ini, untukmu,” ucap Annisa.“Tidak, Tan, aku tidak bekerja, Kata Ibu tidak boleh minta-minta, harus bekerja dulu baru boleh menerima uang,” ucapnya sambil menatap Annisa.“Ini rezekimu dari Tante, ambilah, kau tidak minta-minta, Tante yang memberikannya padamu, ambillah,” ucap Annisa sambil memberikan uang itu lagi pada Raka.“Tan, biarkan aku membersihkan taman Tante ya, mencabut rumpu-rumput itu,aku tidak bisa menerima unag ini tanpa
Read more

Bab 150

Hujan rintik-rintik membuat Raka dan Rania mempercepat langkah agar lebih cepat sampai di rumah. Rania menanyakan pada Raka soal Dirga dan Annisa. "Mengapa Bu Annisa itu baik padamu Raka? Dia ngomong sesuatu nggak sama kamu?" tanya Rania."Nggak tahu Bu, aku juga ditawari makan dan mereka juga memberikan berbagai camilan yang enak-enak, tapi...," ucap Raka menggantung kalimatnya. "Tapi kenapa Raka?" tanya Rania penasaran."Oma nya Bu, Oma Dirga seperti tak suka Raka bermain dengan Dirga," ucap Raka."Mungkin Oma nya tidak mau ada orang asing yang bermain bersama cucunya," ucap Rania."Mungkin Bu.""Besok-besok tidak usah ke rumah itu lagi ya, mereka orang kaya, status sosialnya beda," ucap Rania."Terus apa Bu Annisa itu pernah menatapmu lama atau bagaimana begitu?" tanya Rania, Raka benar-benar kebingungan oleh kan pernyataan Rania. Maksud Rania adalah, apa ada keterikatan batin antara Annisa dan Raka, jika ada bisa jadi ada hubungan antara Annisa dan Raka.Beberapa hari kemudian R
Read more

Bab 150

"Tidak usah repot-repot Bu, di sini aja," ucap Rania. Sebenarnya ia hanya ingin melihat Dirga saja. Kemudian karena dipaksa akhirnya Rania mau masuk juga ke rumah besar itu.Mata Rania tak pernah lepas dari Dirga, ia terus memandangi Dirga dengan rasa rindu yang amat dalam. Rasanya Rania ingin memeluk anak itu tapi tidak mungkin pasti Ibunya akan marah. Rania memindai ruang tamu besar itu ada foto-foto Dirga saat masih kecil yang digantung dengan rapi di dinding rumah. Rania. tersenyum melihat foto Dirga saat masih kecil."Ayo Raka kita main di kamarku," ajak Dirga, Raka menurut saja saat Dirga mengamit tangannya dan menarinya ke kamar. Annisa tersenyum melihat mereka."Oh, iya boleh saya tahu nama kamu siapa?" tanya Aannisa setelah anak-anak mereka pergi."Rania Bu, nama saya Rania," ucap Rania agak gugup. "Tidak usah sungkan, anggap saja saya Ibunya anak teman Kamu Bu Rania," ucap Annisa. Rania begitu bersyukur Dirga bisa hidup dengan layak, tapi Raka, dia hidup serba Kekurangan ba
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
22
DMCA.com Protection Status