All Chapters of Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku: Chapter 81 - Chapter 90

134 Chapters

Prt 81

"Sabar, ya, Mas. Kamu pasti bisa melalui semua ini," ucap Tiara sambil mengusap lembut bahuku, dan segera kusambut tangang tersebut lalu menggenggamnya."Terima kasih, Sayang," ujarku kemudian."Kembali kasih, Mas.""Yasudah. Mas ke bagian administrasi dulu. Kamu tunggu di sini ya? Mas titip Ibu!""Memangnya kamu ada uang?""Masih ada sepuluh juta di ATM. Sisanya biar nanti Mas cari lagi!""Yasudah!"Aku mengayunkan kaki gontai keluar dari kamar Ibu, menghampiri bagian administrasi lalu menyerahkan sejumlah uang sebagai down payment biaya operasi Ibu."Sisanya nanti saya bayar setelah operasinya selesai ya, Mbak. Bisa kan?""Bisa, Pak. Saya buat nota pembayarannya dulu ya, Pak?" "Baik, Mbak."Aku berdiri sambil terus menatap lurus ke tembok, benar-benar bingung harus mencari uang dari mana untuk biaya pengobatan Ibu. Mau meminjam ke Tiara sepertinya tidak mungkin, karena dia pasti tid
Read more

Part 82

"Jangan egois lah, Lin. Mas ini lagi kesusahan. Masa kamu nggak ada pengertiannya sama sekali. Mas pasti melunasi uang kamu yang dipakai untuk membayar utang aku ke Pak Anjas, tetapi untuk soal uang yang dipakai untuk merenovasi, dulu kan aku memakainya saat kita masih hidup bersama, masa iya masih kamu ungkit-ungkit setelah kita bercerai? Tolong pakai perasaan sedikit... saja Alina."Aku tersenyum sumbang mendengar sanggahannya, memang dia menggunakan uang untuk renovasi ketika kami masih bersama, tetapi dia mencuri, tidak pernah meminta. Masih untung aku tidak memperkarakan kasus pencurian itu ke ranah hukum juga."Tapi kamu mencuri uang aku, Mas?" pungkasku."Bahasa kamu kok kasar banget, Lin. Aku tidak pernah mencuri uang kamu!" Dia masih terus berusaha mengelak."Mengambil tanpa izin, apa itu bukan disebut mencuri? Aku berbicara kasar begini juga belajar dari kamu. Aku bisa lebih baik kepada orang yang bersikap baik, dan b
Read more

Part 82

"Lin, tolong hubungi Alex, soalnya ada yang mau beli rumah ibunya. Siapa tahu harganya cocok!" perintah Mas Aldo sambil melongok ke dalam kamar. Aku yang sedang berbaring malas-malasan di atas kasur segera beranjak, menyambar benda pipih persegi berukuran tujuh inci milikku lalu mengirimkan pesan kepada mantan suami dan menyuruh dia untuk datang ke rumah."Memangnya siapa yang mau beli, Mas?" tanyaku kemudian, karena penasaran baru sehari promosi tapi langsung mendapatkan calon pembeli."Temen Mas Aldo. Dia memang lagi nyari rumah di daerah situ dan kemarin sudah lihat-lihat lokasinya. Kata dia cocok karena lingkungannya asri dan tetangganya ramah-ramah!" Mas Aldo menjawab sambil terus memainkan ponselnya dan sesekali tersenyum kepada benda mati tersebut."Oh... Mudah-mudahan langsung deal deh, biar duit aku juga bisa cepet balik lagi!""Dasar mata duitan!""Lha, wajar kali aku pengen duitnya cepet balik. Orang itu tabungan
Read more

Part 83

Suasana di dalam mobil kembali hening pasca membahas kematian Siti. Maura yang mendominasi suara sudah terlelap di pangkuan sang ayah, sementara Mas Aldo juga tidak lagi mengulik masa lalu mantan suamiku.Sementara aku, lebih memilih memejamkan mata, menjemput lelap hingga saat membuka mata ternyata kami sudah sampai kembali di Jakarta."Silakan masuk dulu, Lex. Biar kita hitung-hitungan dulu supaya masalah antar kamu dan Alina benar-benar clear. Aku capek musuhin kamu terus kaya anak kecil!" kelakar Mas Aldo sambil menepuk pundak mantan adik iparnya."Iya, Mas. Tapi aku angkat Maura dulu dan bawa dia masuk ke dalam kamar ya, Mas!"Mas Aldo hanya menjawab dengan anggukan kepala.Lagi, ponsel Mas Alex terdengar berdering nyaring. Lagi-lagi pria itu terlihat mengomel dan mengatakan untuk sabar dan menunggu di rumah, juga menyinggung masalah cemburu juga menyebut namaku."Aturan tadi kamu ajak Tiara sekalian, Mas. Jadi dia nggak cem
Read more

Part 84

"Astaghfirullahaladzim, Tiara. Aku itu pergi sama Maura dan Mas Aldo juga. Lagian Alina itu perempuan baik-baik, dia itu tidak akan mau diajak begituan oleh laki-laki yang sudah tidak memiliki ikatan. Dia bukan wanita gampangan, yang baru kenal langsung mau diajak tidur!" jawabku sekenanya, kesal dengan tuduhan yang dia lontarkan."Maksud kamu apa? Kamu nyindir aku, Mas?""Loh, kenapa kamu malah tersinggung? Memangnya kamu merasa seperti itu? Kalau kamu nggak merasa ya nggak usah marah!""Aku melakukan itu juga karena kamu merayu. Kalau kamu nggak merayu aku juga nggak bakalan mau, sampai harus digerebek warga juga!""Sudahlah, Ra. Sudah jam satu pagi. Aku capek, lebih baik istirahat. Jangan ngajakin ribut terus!" Melenggang masuk meninggalkan perempuan berambut sebahu itu lalu lekas mengganti pakaian dan berangkat tidur."Mas, mana uang penjualan rumah Ibu? Kamu nggak mau ngasih bagian ke aku?" Tiba-tiba dia meng
Read more

Part 85

Sambil menyeringai puas Tiara melenggang masuk ke dalam mobil, dan aku mengikutinya dari belakang.Sepanjang perjalanan perempuan culas itu terus saja mendekap erat tas yang ada di pangkuannya, seolah takut kalau aku akan merebut uang milk Ibu darinya."Kita ke rumah sakit sekarang, Ra. Kita lunasi biaya pengobatan Ibu," ucapku sambil melirik ke arah Tiara yang sedang sibuk memainkan ponsel, dan sesekali dia terlihat tersenyum kepada benda mati di tangannya."Ra, kamu denger nggak sih aku ngomong?" Meninggikan nada bicara satu oktaf, karena perempuan di sebelahku terus saja mengabaikan diriku.Lagi, Tiara hanya tersenyum-senyum sendiri tanpa memperdulikan aku, membuat kesabaranku yang sudah menipis akhirnya habis.Aku lekas menepikan mobil di pinggir jalan yang sepi, merebut tas yang ada dipangkuan Tiara hingga terjadi adegan saling tarik menarik antara aku dan perempuan itu.Tiara menjerit histeris meminta pertolongan, akan teta
Read more

Part 86

Ah, sepertinya tidak mungkin. Ibu kan memang suka meracau tidak karuan. Mungkin hanya halusinasinya dia saja, karena biar bagaimanapun Tiara tidak mungkin berbuat sekejam itu kepada ibu mertuanya."Kasihan Ibu. Kok dia jadi seperti itu ya, Mas?" Alina menatap prihatin ke arah Ibu."Iya, mungkin itu karmanya dia karena selama sehat selalu menyakiti perasaan orang lain, termasuk perasaan kamu."Alina terdengar menghela napas dalam-dalam. "Aku sudah memaafkan Ibu, Mas!""Iya, aku tahu. Terima kasih. Kamu memang perempuan terbaik yang pernah aku temui di dunia ini. Aku juga minta maaf karena sudah menghancurkan perasaan kamu, Lin. Aku harap kita bisa kembali menjalin hubungan seperti dulu!"Dahi lawan biacaku berkerut-kerut, menatapku dengan mimik kurang nyaman."Maksud aku sebagai teman, Lin. Aku mau kamu menjadi teman aku. Itu pun jika kamu tidak keberatan!" ralatku kemudian.Bibir perempuan yang pernah membersamaiku selam
Read more

Part 87

"Saya permisi pulang dulu, Sus. Titip Ibu ya. Kalau ada apa-apa segera hubungi saya," ucapku kepada suster Sarah yang selalu aku percaya untuk menjaga Ibu."Iya, Pak. Hati-hati di jalan!" sahutnya kemudian, sembari tersenyum manis kepadaku."Terima kasih!"Aku segera menyambar kunci mobil, melajukan kendaraan roda empat milikku dengan kecepatan rata-rata sambil menahan api amarah yang kian membara di dalam dada.Tiara. Aku tidak menyangka kalau kamu bisa sekejam itu terhadap Ibu. Kalau hanya menyakiti dengan ucapan mungkin aku masih bisa memaklumi juga memaafkan, tetapi kalau sudah menyakiti fisik seperti itu aku tidak akan terima. Biar bagaimanapun, Ibu itu orangtuaku, wanita yang telah melahirkan juga membesarkan aku dengan susah payah.Lagian, keadaan Ibu sekarang ini sedang sakit. Tega sekali dia menyakiti orang yang sedang dalam keadaan tidak berdaya, bahkan sampai meninggalkan banyak luka lebam di kulitnya.Arghh!!
Read more

Part 88

Malam kian merangkak larut, Ibu juga sudah terlelap walaupun sekali-kali dia mengigau, menyebut nama almarhum Bapak juga menyebut-nyebut nama orang yang sudah meninggal.Jujur aku begitu takut melihat keadaannya saat ini. Khawatir jika tiba-tiba Allah memanggil Ibu, sedangkan dirinya belum bertaubat dan meminta maaf kepada orang-orang yang sudah dia zalimi. Semoga saja Sang Maha Kuasa masih memberi kesempatan sekali lagi, dan Ibu mendapat keajaiban juga kesembuhan.***[Lin, aku boleh mampir ke toko? Ada yang mau aku bicara sama kamu. Penting.]Mengirimkan pesan kepada Alina, berniat menyerahkan mobil yang sedang aku pakai untuk Muara, supaya hati ini sedikit lega serta tidak selalu merasa zalim kepada malaikat kecilku itu.[Bisa, Mas. Aku sudah di toko. Memangnya ada apa?] Balasnya.[Aku otewe sekarang.][đź‘Ťđź‘Ť]Lekas menutup rolling door toko, bergegas ke kios milik mantan istri dan sesampainya di san
Read more

Part 89

"Kamu nggak marah kan, kalau aku membawa Tiara ke kantor polisi?" Alina menatapku."Nggak apa-apa, Lin. Sekali-sekali dia juga harus diberi pelajaran, biar kapok dan nggak gampang nyakitin orang. Niatnya aku juga ingin melapor karena dia sudah menyakiti fisik ibu, tetapi kamu sudah mewakilinya.""Semoga saja setelah kejadian ini dia berubah. Aku pengen hidup tenang tanpa diganggu oleh orang-orang nggak jelas kaya dia!""Aku minta maaf, semua terjadi gara-gara aku.""Sudahlah, Mas. Lupakan saja!" "Yasudah kalau begitu aku permisi pulang dulu. Nanti kalau mobilnya sudah laku uangnya langsung aku transfer ke kamu.""Iya!" Aku menatap Alina sekali lagi sebelum pergi, kemudian mengayunkan kaki perlahan menuju kendaraan, kembali ke rumah sakit untuk menemani Ibu."Kebetulan Bapak datang. Ibu tadi pingsan dan sekarang badannya demam!" Baru saja sampai di lobby rumah sakit, suster Sarah sudah menghampiri dan memberi k
Read more
PREV
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status