All Chapters of Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku: Chapter 121 - Chapter 130

134 Chapters

Part 120

"Maaf, Tiara. Untuk soal itu aku nggak bisa. Kamu salah dan tetap harus dihukum," jawabku tanpa lepas dari wajahnya."Alina, aku mohon. Kamu sudah berhasil merebut kembali Mas Alex dari aku, sekarang tolong kasihani aku sedikit saja. Aku ini sudah sekarat, mau mati dan nggak punya siapa-siapa. Keluar juga tidak ada yang peduli. Hanya kamu harapkan aku satu-satunya, Alina." Dia terus menangkupkan tangan, menatap memelas dengan raut mengiba.Namun entahlah. Hati kecil ini tetap mengatakan kalau Tiara sedang berdusta. Tidak ada keyakinan sama sekali kepadanya, apalagi tersentuh untuk membantu melepas dia dari jeratan hukum."Sekali lagi aku minta maaf, Tiara. Aku tidak bisa menarik gugatan aku. Lagian, hukuman kamu itu tinggal beberapa pekan doang, kok. Semoga saja kamu bisa mengambil hikmah dari semua masalah yang menimpa kamu. Bisa berubah juga bertaubat." Melekuk senyum kepadanya."Wanita bodoh, sok tahu, sok alim, sok menasehati. Ngaca dong, kamu
Read more

Part 121

Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit, mobil yang aku kemudikan menepi di depan rumah sakit tempat dimana Tiara dirawat, mengayunkan kaki lebar-lebar menuju kamar rawat inap putriku."Pagi, Bidadari," sapa Dafa yang tiba-tiba keluar dari balik tembok lorong, menyodorkan setangkai bunga mawar di tangan serta senyum sok manis yang dia kembangkan."Duh, Dafa. Kamu itu ngagetin aku tahu nggak?" Mengerucutkan bibir manja."Oh, sayangku kaget ya? Kasian ... Sini, Mas Dafa peluk." Dia merentangkan tangan."Nggak usah aneh-aneh. Tadi bunda nelepon, katanya beliau lagi di sini. Kirain kamu lagi di kamar Maura sama bunda?""Bunda ke sini?" "Iya! Ayo, buruan kita ke kamar!""Ish! Belum halal, Sayang.""Apaan, sih. Ke kamar Maura maksud aku. Otaknya ngeres banget sih kamu!"Dia menyeringai lalu segera mengikutiku ke kamar Maura.Mama dan tante Melinda menoleh secara bersamaan mendengar
Read more

Part 122

"Tante Farhana, Mas Umar?" sapaku berusaha ramah walaupun sedikit merasa canggung kepada mereka."Kamu apa kabar, Alina?" Wanita dengan hijab panjang menjuntai itu mengulurkan tangan menyalami diriku.Duh, sampai lupa menjabat tangan tante Farhana."Alhamdulillah saya sehat, Tan. Bagaimana dengan keadaan tante dan Mas Umar?" tanyaku balik."Kami juga sehat, Lin. Maura bagaimana? Sudah mendingan?""Alhamdulillah sudah kelihatan lebih sehat. Mari, silakan masuk!""Iya!" Mama tersenyum melihat kedatangan tante Farhana, berjabat tangan lalu bercipika cipiki, mengenalkan ibunya Dafa yang memang baru pertama kali bertemu dengannya."Melinda, calon mertuanya Alina," ucap wanita ber-pasmina lilac itu seraya menyebutkan nama, juga mengatakan kalau diri ini calon menantunya.Air muka ibunda mas Umar mendadak berubah setelah berkenalan dengan tante Melinda, lalu dia menoleh ke arahku juga sang putra, akan tetapi
Read more

Part 123

Hari ini, setelah lebih dari tiga hari dirawat di rumah sakit, dokter akhirnya memperbolehkan Maura pulang dan menjalani rawat jalan. Dafa sudah menunggu di parkiran, menjemput kami karena katanya tidak tega melihat aku terus menerus mengemudi sendiri. Ditambah lagi keadaan Maura belum sepenuhnya pulih dan dia selalu merengek dan menjadi agak sedikit cengeng."Mau langsung pulang apa mau mampir ke mana dulu, Lin?" tanya Dafa sambil melirik dari kaca spion depan. Aku memang memilih duduk di kursi belakang karena Maura sedang tertidur dan menjadikan pahaku sebagai bantalnya."Langsung pulang saja, Daf. Aku udah capek!" jawabku."Hu'um, pinggang Mama juga sudah pegel," sambung Mama."Oke!""Omong-omong, kapan keluarga kamu datang ke rumah buat melamar Alina, Daf? Soalnya takut pas kebetulan jadwalnya papa pergi ke luar kota.""Insyaallah secepatnya, Mam. Bunda juga maunya saya cepet nikah. Katanya sudah terlalu t
Read more

Part 124

Mengayunkan kaki menuju dapur, membuka lemari es, aku mengambil sirup rasa melon lalu menuangkannya ke dalam gelas, dicampur air putih serta es batu. Terlihat begitu menyegarkan.Ketika kembali ke ruang tengah, aku lihat Mas Aldo sedang duduk memangku Maura, bersenda gurau dengan gadis kecil itu, dan binar bahagia terpancar jelas di wajah garang kakakku itu.Dia bisa tersenyum dan tertawa lepas dengan Maura, tetapi kenapa tidak jika denganku? "Ini, Mas. Minumnya!" Meletakkan segelas sirup di atas meja."Hmm ...." Hanya itu jawabannya."Maura mau, Bunda," rengek anakku."Bunda buatkan dulu ya?" Mengusap lembut rambut panjangnya yang diikat rapi serta dipasang jepit bunga-bunga oleh mama, melekuk senyum menatap wajah anakku yang sudah semakin terlihat sehat."Barengan sama ayah Aldo saja. Maura nggak boleh terlalu banyak minum es, takut batuk. Apalagi Maura juga baru sembuh dari sakit. A
Read more

Part 125

"Saya terima nikah dan kawinnya Hilda Humaira binti Ibrahim, dengan mas kawin tersebut tunai." Dengan sekali tarikan napas Mas Aldo mengucapkan janji suci di depan penghulu juga para saksi, memindahkan tanggung jawab dokter Ibrahim serta dosa-dosa Kak Humaira di pundaknya.Semua hadirin ramai gemuruh mengucap kata 'sah', diiringi lelehan air mata yang memburai di pipi pak dokter serta Ning Ranara juga mama.Pun dengan diriku yang merasa terharu karena akhirnya kakak satu-satunya yang kumiliki bisa mempersunting pujaan hatinya, mengakhiri kesendirian, mendapatkan pendamping yang begitu baik serta salihah seperti Kak Humaira."Aku jadi pengen segera menghalalkan kamu, Lin," bisik Dafa yang saat ini duduk memangku Maura di sebelahku.Aku menoleh dan tersenyum, hingga tanpa sengaja pandangan kami saling berserobok, menghadirkan gelenyar aneh dalam dada yang belum pernah aku rasa selama dekat dengan pria tersebut.Apakah ini yang dinamakan getaran asmara?"Insyaallah kita juga segera menyu
Read more

Part 126

"Daf, apakah aku harus mengumbar kata-kata cinta seperti anak remaja yang sedang kasmaran? Bukan kah cinta itu hanya perlu dirasakan, tanpa perlu diungkapkan apalagi diumbar-umbar?Jujur, aku sudah merasa nyaman sama kamu, merasakan rindu kalau kamu tidak menghubungi aku, apalagi jika seharian tidak melihat wajah kamu. Entahlah, semua itu termasuk rasa cinta atau apa aku tidak tahu. Aku juga sudah mantap dan merasa yakin kalau kamu adalah lelaki terbaik yang dikirimkan oleh Allah untuk mendampingi hidup aku, menjadi sandaran hati aku kelak, tempat berbagi suka maupun duka juga menjadi ayah sambungnya MauraTolong jangan hanya gara-gara aku menatap mas Umar membuat apa yang sudah kita bina bersama menjadi berantakan. Percayalah. Kalau hati aku ini mulai tertambat sama kamu, Daf. Tapi kalau kamu nggak percaya aku nggak maksa!" Beranjak dari kursi, hendak meninggalkan calon suami akan tetapi dengan sigap ia mencekal lengan ini, membalikkan tubuhku hingga kami berdiri
Read more

Part 127

"Memangnya kamu mau minta apa, Daf?" tanyaku sambil menatap curiga, takut dia meminta sesuatu yang tidak mungkin bisa aku berikan sebelum kami dihalalkan.Bibir plum calon suami melekuk senyum. "Aku mau kamu mengenakan hijab, karena jika nanti kita sudah menikah, dosa kamu itu menjadi tanggung jawab aku juga. Aku pernah melihat kamu berjilbab dan maa syaa Allah ... Cantik luar biasa, Alina. Jujur aku lebih suka penampilan kamu yang tertutup, biar cuma aku saja yang melihat aurat kamu," ungkapnya kemudian, membuat diri ini sedikit bernafas lega. Aku pikir dia ingin meminta apa.Duh, otak. Kenapa mendadak jadi ngeres kaya lantai belum disapuin sih?"Tapi aku tidak memaksa Alina. Itu hanya keinginan aku saja. Sebagai calon suami kamu, aku wajib mengingatkan, apalagi jika nanti kamu sudah menjadi pendamping hidup aku.""Insyaallah, Daf. Tapi pelan-pelan aja, ya? Mungkin nggak langsung tertutup kaya tante Farhana ataupun Tante Melinda. Tapi aku janji,
Read more

Part 128

"Ada ribut-ribut apa di depan, Kak? Siapa yang datang mengacau?" tanyaku kepada Kak Humaira."Alex datang dan berusaha menghentikan pernikahan kalian, Lin," jawab istri dari Mas Aldo membuat diri ini merasa geram.Untuk apa Mas Alex masih mengganggu hidupku? Padahal, sudah berkali-kali aku katakan tidak ingin kembali, dan dia juga kan sudah memiliki pasangan. Aneh memang pria satu itu."Tapi kamu tenang aja, Lin. Mas Aldo dan teman-temannya sudah mengurus dia. Sekarang Alex sudah pergi, dan di depan dijaga ketat sama orang-orang yang pernah menjadi bodyguard kamu."Aku sedikit bernafas lega mendengarnya. Semoga saja Mas Alex tidak kembali dan mengacaukan acara pernikahan aku dan Dafa.Melalui pengeras suara terdengar Dafa mulai mengucapkan qobul, mengalihkan tanggung jawab papa di pundaknya dan dijawab sah oleh hadirin yang ada.Tanpa terasa buliran-buliran air bening merembes dari balik kelopak membasahi pipi, merasa terhar
Read more

Part 129

Malam kian merangkak larut. Jarum pendek jam sudah menunjuk ke angka sepuluh malam, dan aku sudah merasa lelah karena hampir seharian berdiri di atas pelaminan menyalami para tamu undangan yang datang silih berganti hampir tidak ada henti.Jantung ini berdegup kencang ketika pintu kamar terbuka seiring munculnya sesosok laki-laki bertubuh tegap dengan senyum terkembang di bibir.Segera kuhentikan aktivitas menghapus riasan di wajah, menatap Dafa dari pantulan cermin seraya mengatur napas juga detak jantung yang mulai terasa tidak karuan."Aku mandi dulu, habis ini kita salat sunah dua rakaat." Dafa berujar sambil mencium puncak kepalaku dengan penuh kelembutan serta cinta."Iya, Daf." Aku mendongak menatap wajah suami, hingga kini jarak kami tinggal beberapa centimeter saja, dan aku bisa merasakan hangat napas menerpa muka."Aku mencintai kamu, Alina. Terima kasih karena kamu sudah bersedia menjadi istri aku. Aku berjanji akan selalu
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status