Home / Romansa / Bukan Surga Terindah / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Bukan Surga Terindah: Chapter 61 - Chapter 70

83 Chapters

Bab 61. Pertama Kalinya

Hanan memejamkan matanya sejenak, menghembuskan napas panjang setelah lelaki berjas rapi itu meninggalkan ruangan. Ruang itu kini terasa kosong, seakan menyerap kegelisahan yang menyesakkan dada. Vila Anggrek Putih, simbol dari segala yang telah dia bangun, kini tergadai. Sebuah keputusan yang dia buat dengan penuh pertimbangan, tetapi tetap meninggalkan luka dalam.Namun, di balik kerumitan itu, sebuah perasaan lain muncul. Sudah hampir dua minggu dia tidak mengunjungi Rumi. Tidak ada alasan khusus, hanya rangkaian kesibukan dan perasaan bersalah yang membebaninya. Tetapi hari ini, dorongan itu terlalu kuat untuk diabaikan. Dengan langkah berat namun hati yang mendesir, Hanan mengarahkan mobilnya menuju rumah Rumi.Ketika Hanan sampai di depan pintu rumah Rumi, dia ragu sejenak sebelum mengetuk. Rasanya aneh, seperti ada batas yang tak terlihat yang dia coba lampaui. Namun, pintu terbuka dengan cepat, dan di sana berdiri Rumi dengan penampilan yang membuat Hanan tertegun.Rumi mengen
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

Bab 62. Puber Kedua

Hanan menyeka rambut dengan handuk, langkahnya sedikit melambat saat keluar dari kamar mandi. Dia baru saja selesai membersihkan diri, tetapi pikirannya tetap berkabut. Senyum tipis terukir di bibirnya kala melihat Rumi yang tampak kesusahan bangkit dari tempat tidur. Dia mendekat lalu memegangi tangan Rumi sambil berkata, “Biar aku bantu.”“Aku bisa sendiri, Mas,” kata Rumi, merasa malu sekaligus sungkan.Hanan memandang istri mudanya beberapa saat. Mungkin sakit akibat pengalaman pertama Rumi tidak seberapa, tetapi Hanan paham betul bahwa kondisi sang istri tidak seperti perempuan yang lainnya. Rumi masih sakit, meski berusaha keras tidak menunjukkannya. Rasa bersalah seketika membanjiri benak Hanan. Lelaki itu tiba-tiba saja memeluk Rumi, membuat sang istri tertegun di tempatnya berdiri.“Maafkan aku, ya,” bisik Hanan.“Kenapa Mas Hanan minta maaf?” tanya Rumi, mendongak, memandang wajah sang suami.“Kamu masih sakit, harusnya aku tahu diri,” sesal Hanan.Tak menampik jika Rumi mer
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more

Bab 63. Kontraksi Ringan

Aida merasakan sesuatu yang ganjil dalam dirinya sejak Hanan pulang tadi malam. Cara suaminya menjawab pertanyaan terasa seperti lapisan kabut yang menutupi sesuatu yang lebih besar. Perasaan itu membuat dadanya sesak, seolah-olah tubuhnya tahu ada kebenaran yang belum terungkap.Pagi itu, ketika Hanan pergi ke kantor, Aida duduk di meja makan dengan tatapan kosong. Rasa curiga semakin menguasai pikirannya. Dia tahu Hanan adalah tipe lelaki yang tidak mudah berbagi masalah, tetapi ini terasa berbeda.“Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan, Han?” gumamnya.Tanpa banyak berpikir, Aida berdiri dan melangkah menuju ruang kerja Hanan. Dia menyalakan lampu dan memandang ruangan itu dengan seksama. Setiap sudut tampak rapi, tetapi terlalu rapi, seolah menyembunyikan sesuatu.Aida mulai membuka lemari di sudut ruangan. Dia menarik keluar beberapa folder, memeriksa isinya dengan cepat, tetapi tidak menemukan apa-apa yang mencurigakan. Laci meja kerja Hanan adalah tujuan berikutnya. Dia menarikn
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more

Bab 64. Dia Butuh Aku

“Mas Hanan? Kok datang lagi? Apa ada yang ketinggalan?” pertanyaan Rumi terdengar lembut namun penuh arti, matanya yang teduh memandang Hanan yang duduk di sofa kecil di ruang tamu. Baru tadi pagi Hanan datang mengantar makanan untuk Rumi, dan sore harinya, Hanan sudah datang lagi.Hanan tidak langsung menjawab. Dia mengamati Rumi sejenak, memperhatikan setiap detail yang semakin melekat dalam ingatannya. Perasaan itu tak bisa dia hindari lagi, seperti api kecil yang semakin berkobar. Hanan merasa seperti ada magnet yang menariknya untuk datang lagi dan lagi ke rumah itu, hanya untuk memandang wajah Rumi yang senantiasa muncul setiap kali dia memejamkan mata.“Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja,” ujar Hanan dengan suara rendah.Rumi tersenyum tipis. “Mas Hanan nggak perlu khawatir. Aku baik-baik saja,” katanya.Hanan beranjak dari sofa dan mendekat pada sang istri. Dia tatap dengan penuh kehangatan wajah Rumi yang seolah menjadi candu baginya.“Apa salah kalau aku mengkhaw
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more

Bab 65. Aneh

“Aida ….” Hanan coba bicara, tetapi sang istri berpaling muka.Aida melangkah cepat meninggalkan ruang tamu. Tangannya mengepal di sisi tubuh, dan wajahnya yang tegang memperlihatkan kemarahan yang selama ini dia tahan. Hanan mencoba mengejarnya, tetapi suara Laila menghentikannya di tengah langkah.“Hanan, biarkan dulu Aida sendirian. Dia butuh waktu untuk menenangkan diri,” ujar Laila dengan nada tegas namun tetap lembut.Hanan menoleh, menatap ibu mertuanya dengan wajah penuh rasa bersalah.“Mama mau ngomong sama kamu,” kata Laila, menelengkan kepla ke arah sofa.Jantung Hanan berdetak lebih cepat. Laila tidak pernah tampak seserius itu ketika mengajaknya bicara berdua, dan Hanan tak kuasa menahan prasangka-prasangka yang membanjiri kepala. Dia berbalik menuju sofa dengan langkah berat, duduk diam sementara Laila memperhatikannya dengan mata yang tajam namun penuh pengertian.“Aida sudah cerita pada Mama kalau kamu tidak pulang semalam,” kata Laila, memulai percakapan yang Hanan ta
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more

Bab 66. Prioritas

Pintu rumah Rumi berderit pelan saat Hanan mendorongnya. Dia sudah biasa datang pagi-pagi seperti ini, tetapi setiap kali melihat Rumi, hatinya selalu berdesir dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Rumi sudah siap dengan hijabnya, duduk di sofa dengan senyum tipis yang menyembunyikan kegelisahan.“Assalamualaikum,” sapa Hanan sambil tersenyum.“Waalaikumussalam,” balas Rumi.“Sudah siap?” Hanan berjalan ke arah Rumi dengan senyum yang terlukis indah di bibirnya.Rumi mengangguk pelan, tetapi ada sedikit keraguan dalam sorot matanya. “Sudah, Mas.”Ekspresi Rumi menarik atensi Hanan. Lelaki itu mengerutkan alisnya, menatap sang istri penasaran. “Kenapa? Kamu kelihatan tegang banget.”Jari-jemari Rumi saling meremas. Entah sejak kapan telapak tangannya terasa kaku dan dingin. “Aku … gugup, Mas,” jawabnya jujur.Hanan duduk di sebelah Rumi, menatap sang istri dengan penuh perhatian. Senyum yang dia tunjukkan menawarkan kehangatan, namun seolah tak mampu menembus kegelisahan Rumi.“Kamu n
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more

Bab 67. Renggang

“Baru pulang? Sibuk banget, ya, kayaknya hari ini. Sampai-sampai nggak sempat ngabarin istri kalau mau pulang telat,” sindir Aida sambil berdiri di dekat sofa. Tatapannya tajam, seolah menantang Hanan untuk menjelaskan dirinya.Hanan, yang baru saja melepas sepatu, memandang istrinya dengan wajah lelah. “Aida, aku nggak punya tenaga untuk ini sekarang. Tolong, jangan cari masalah,” katanya sambil berjalan menuju ruang tamu.Namun, Aida tidak membiarkannya pergi begitu saja. Wanita itu mengikuti Hanan, langkahnya cepat dan penuh emosi. “Masalah? Jadi sekarang kamu anggap aku ini biang masalah?”“Nggak gitu, Da ….”“Enggak apanya?” Aida mengeraskan wajah. “Aku cuma mau tahu kenapa kamu belakangan ini sering pulang telat! Aku ini istrimu, Han! Apa susahnya memberi kabar?” suaranya meninggi.Hanan berhenti di depan meja kecil, mengambil segelas air untuk meredakan panas di tenggorokannya. “Aku capek, Da. Bisa nggak kita bicarain ini besok saja?” ujarnya dengan suara yang terdengar datar t
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

Bab 68. Mencari Tahu Sendiri

Tangan Aida masih gemetar. Dokumen-dokumen yang baru saja dia baca tergeletak di meja kerja Hanan. Napasnya pendek-pendek, dadanya terasa sesak, dan lututnya hampir tak mampu menopang tubuh sendiri. Dia bersandar ke kursi, mencoba mencerna apa yang baru saja dia temukan. Bukti transaksi rumah dan penggadaian vila Anggrek Putih membuat pikirannya berputar liar. Yang lebih menyakitkan, tanggal transaksi menunjukkan waktu ketika Hanan sedang mengalami masalah keuangan.“Untuk apa semua ini?” bisik Aida pada dirinya sendiri, meski dia tahu tidak akan ada jawaban.Keputusan untuk mencari tahu lebih lanjut tumbuh seiring dengan kekecewaannya. Aida menutup map itu, menggenggamnya erat, lalu keluar dari ruang kerja Hanan dengan langkah yang masih goyah.Di depan rumah, Aida memanggil Ahmad, sopir keluarga. Dia tidak akan bisa mengemudi sendiri dengan kondisinya yang seperti ini.“Pak Ahmad,” panggil Aida.Lelaki berusia empat puluhan tahun itu berjalan dengan tergopoh-gopoh ke arah Aida yang
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

Bab 69. Cinta yang Retak

Rumi terdiam di ambang pintu, matanya melebar melihat siapa yang berdiri di depannya. Tubuhnya yang masih lemah setelah sesi kemoterapi terasa semakin lunglai, tetapi dia memaksakan diri untuk tetap tegak. Di hadapannya, Aida berdiri dengan tatapan tajam yang menghujam, matanya memeriksa Rumi dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Mbak Aida,” cicit Rumi.“Jadi ini yang kamu lakukan di belakangku, Rum?” suara Aida bergetar, menahan tangis. “Kamu bilang, kamu nggak bisa pulang karena harus bantu-bantu di panti. Aku percaya sama kamu, Rum. Tapi apa balasan kamu?” Air mata Aida menetes meski tak ada isak tangis. Namun, suaranya yang parau cukup menunjukkan seberapa dalam sakit yang dia rasakan.Rumi ingin memberikan penjelasan, tetapi entah mengapa mulutnya seakan-akan terkunci rapat. Susah payah Rumi menelan ludah, mencoba berkata sesuatu, tetapi suaranya tersangkut di tenggorokan. Dia merasa tersudut, dan tidak tahu harus menjawab apa.“Bu Aida, tolong tenang. Ini tidak seperti yang Bu A
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

Bab 70. Pilihan Sulit

Hanan melangkah masuk ke rumah dengan wajah yang sulit dibaca. Rumi terduduk di ruang tamu, wajahnya basah oleh air mata. Sedangkan Salma memeluknya erat, mencoba menenangkan gadis itu meski terlihat jelas bahwa dirinya juga diliputi kekhawatiran. Ketika Hanan muncul, Rumi langsung melepaskan diri dari pelukan Salma dan bergegas menghampiri sang suami.“Mas, gimana Mbak Aida? Kita harus menjelaskan semuanya,” suara Rumi terdengar penuh harap, meski nadanya rapuh.Hanan tidak menjawab. Dia hanya berjalan melewati Rumi dan duduk di sofa dengan kepala tertunduk. Tangannya mencengkeram rambut, seolah ingin menyembunyikan kegundahan yang menyiksa.Rumi berdiri beberapa langkah di depannya, memandang si lelaki dengan tatapan penuh rasa bersalah dan keputusasaan. Dengan langkah ragu, dia mendekat dan berlutut di hadapan Hanan.“Mas, aku minta maaf. Aku nggak tahu kalau Mas Hanan sedang mengalami masalah keuangan. Kalau aku tahu, aku nggak akan setuju Mas Hanan membeli rumah ini,” sesal Rumi.
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more
PREV
1
...
456789
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status