Semua Bab Bukan Surga Terindah: Bab 41 - Bab 43

43 Bab

Bab 41. Luruh

Aida berjalan perlahan di sepanjang jalan kecil menuju taman yang tak jauh dari rumah. Setiap langkahnya terasa berat, bukan karena kehamilannya, melainkan beban pikiran yang terus menghantui. Beberapa waktu yang lalu, Hanan bilang padanya akan membawa Rumi ke rumah sakit karena madunya itu sedang sakit. Aida tak memiliki pilihan selain membiarkan mereka pergi. Dan begitu mobil Hanan meninggalkan halaman, Aida memutuskan untuk keluar. Dia butuh udara segar untuk melupakan segala pikiran buruk yang coba menguasainya.Sesampainya di taman, Aida duduk di bangku kayu yang menghadap lapangan. Di kejauhan, tawa anak-anak yang bermain layang-layang terdengar riang. Angin sepoi-sepoi menyentuh pipinya, membawa aroma rumput yang basah. Dia menarik napas dalam, mencoba mencari ketenangan di tengah kekacauan pikiran.“Kenapa aku harus merasa seperti ini?” pikirnya, menggenggam erat kedua tangannya. “Bukankah ini semua adalah pilihanku?”Namun, logik
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

Bab 42. Pasang Badan

"Aida!" Suara itu mengalihkan atensi Aida dan Kenan.Aida menengok ke arah sumber suara, terkejut melihat Hanan berdiri beberapa meter darinya. Wajah Hanan memerah, tatapannya tajam, tetapi sulit dibaca—marah, cemas, atau mungkin keduanya."Kamu ngapain di sini, Da? Kenapa nggak bilang kalau mau pergi? Tahu nggak, aku nyariin kamu ke mana-mana," lanjut Hanan, langkahnya semakin mendekat.Sebelum Aida bisa menjawab, Kenan sudah berdiri, pasang badan untuk sang mantan. Dia tersenyum santai, lalu berkata dengan nada yang dibuat-buat tenang, “Hei, santai, Han. Nggak usah marah-marah. Kan nggak lucu kalau lo lebih cepet tua daripada gue” Kenan terkekeh sebentar. “Gue yang ngajak Aida ke sini.”Hanan mengalihkan atensi pada Kenan. Dia terlalu khawatir pada Aida, sehingga tidak memperhatikan jika Kenan ada di sana. Lelaki itu mengusap wajah lalu menghela napas lelah.“Lo?” Suara Hanan sedikit rendah.“Tadi gue ke rumah. Gue lihat bini lo bete gitu. Makanya gue inisiatif ajak dia keluar.” Ken
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-09
Baca selengkapnya

Bab 43. Pilu

Aida berdiri di balik dinding ruang tamu, tubuhnya setengah tersembunyi. Dia memegang perutnya yang mulai membesar dengan tangan gemetar. Di depan sana, Hanan dan Rumi duduk di sofa. Wajah Hanan penuh perhatian, menatap Rumi seolah gadis itu sangat rapuh dan mudah hancur.“Mas, nanti aku pergi sendiri saja, ya, ke pantinya,” suara Rumi terdengar lemah, tetapi ada nada manja di dalamnya.Awal pekan depan, Rumi akan mulai menjalani kemoterapi, setelah dibujuk berkali-kali. Hanan berjanji akan mengupayakan pengobatan yang maksimal untuk Rumi.“Nggak boleh.” Hanan melarang dengan tegas. “Aku akan antar kamu.”“Tapi, Mas—”“Kenapa? Aida?” potong Hanan, mendelik pada Rumi. “Kamu nggak perlu mencemaskan Aida. Dia akan baik-baik saja di rumah. Lagipula, aku pergi juga enggak lama.”Rumi tampak hendak berbicara lagi, tetapi Hanan langsung menempelkan telunjuknya di bibir Rumi.“Aku suami kamu. Aku harus memastikan semua berjalan dengan baik.” Hanan meraih jemari Rumi dan meremasnya dengan lemb
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-11
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status