Home / Romansa / Bukan Surga Terindah / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Bukan Surga Terindah: Chapter 51 - Chapter 60

83 Chapters

Bab 51. Duduk di antara Dua Kursi

Hanan tertidur di kursi samping tempat tidur Rumi, kepalanya terkulai di atas tepian ranjang. Wajahnya lelah, lingkaran gelap di bawah matanya menceritakan malam-malam panjang tanpa istirahat yang layak. Lelah secara fisik dan jiwa, membuat lelaki itu terlihat berantakan.Ruangan itu sunyi, hanya suara monitor medis yang memecah kesunyian, memantau detak jantung Rumi yang lemah. Aroma desinfektan menyeruak, usai petugas membersihkan lantai ruangan.Ponsel di saku Hanan bergetar, menyentak kesadarannya dari tidur yang tidak nyenyak. Dia mendongak dengan mata yang masih setengah terbuka. Butuh beberapa detik baginya untuk menyadari di mana dia berada.“Rum ...,” gumam Hanan, tetapi Rumi masih belum sadarkan diri, wajahnya pucat di bawah cahaya lampu ruangan yang redup. Kondisinya sempat memburuk beberapa waktu lalu, namun kini sudah stabil, meski kesadarannya belum kembali.Hanan merogoh saku untuk mengambil ponsel. Nama Aida tertera di layar. Dengan langkah hati-hati, dia menjauh dari
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more

Bab 52. Terjebak

Hanan menyandarkan kepalanya pada dinding rumahs akit yang dingin. Matanya memejam, merasakan sesak yang perlahan menghujam semakin dalam. Suara langkah perawat yang mondar-mandir terdengar seperti dentingan jam, mengingatkan bahwa waktu terus berjalan. Di sebelahnya, Kenan berdiri dengan ekspresi datar, tangan dimasukkan ke saku celana.“Gue beneran nggak habis pikir, Han,” ujar Kenan akhirnya, memecah keheningan. “Lo terus-terusan mikir bisa ngelakuin semuanya sendiri, tapi lo lupa kalau lo manusia. Ada batasnya.”Sekali lagi Hanan memejamkan matanya rapat, merasakan ketegangan yang membelenggu dadanya semakin erat. “Gue tahu gue nggak sempurna, Ken. Tapi gue nggak bisa ninggalin salah satu dari mereka. Kalau gue milih, gue pasti nyakitin yang lain.”Kenan menghela napas panjang. “Lo tahu itu nggak bakal bertahan lama, kan? Lo hanya akan menutupi satu kebohongan dengan kebohongan lainnya. Cepat atau lambat, semuanya bakal meledak. Dan saat itu teradi, lo bakal menyesal.”Hanan menol
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

Bab 53. Kesepian

“Aku ... mau Mas Hanan ceraikan aku.”Kata-kata itu menggantung di udara, seolah-olah waktu berhenti sejenak. Hanan menatap Rumi dengan ekspresi tidak percaya. Tubuhnya terasa kaku, pikirannya berputar tanpa arah.“Apa yang kamu bilang barusan?” Hanan bertanya, suaranya serak.Rumi menundukkan kepala, tidak sanggup menatap mata Hanan. “Aku nggak mau menyusahkan Mas Hanan lebih lama. Kalau aku pergi, Mas Hanan akan punya lebih banyak waktu untuk Mbak Aida. Mas Hanan nggak perlu lagi berbohong dan nyuri-nyuri waktu buat jagain aku.” Gadis itu tersenyum meski air mata mengalir dari kedua matanya. “Aku ikhlas, Mas. Aku nggak apa-apa Mas ceraikan, kalau itu bisa membuat Mas Hanan dan Mbak Aida bahagia.”Hanan menggeleng keras, berdiri dari kursinya. “Apa kamu pikir aku menikahi kamu cuma karena aku punya waktu luang? Apa kamu pikir aku nggak peduli sama kamu?” Lelaki itu berpaling sejenak lalu kembali fokus pada Rumi dan berkata dengan tegas, “Aku nggak akan bosan bilang ini. Aku suami kam
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

Bab 54. Pengkhianatan

Seperti hembusan angin lembut di penghujung musim semi, senyuman Rumi menghiasi ruang kecil di rumah sakit itu. Matanya yang dulu suram kini memancarkan secercah harapan, meski tubuhnya masih lemah setelah sesi pertama kemoterapi. Rumi mencoba mengangkat tangannya untuk menyeka keringat di pelipis, tetapi jari-jari itu bergetar terlalu lemah.“Pelan-pelan, Rum,” ujar Hanan, seraya membantu memindahkan tangannya ke atas selimut. Wajahnya tetap menunjukkan perhatian mendalam, meskipun guratan lelah tampak jelas di sudut matanya.“Aku bisa, kok. Mas Hanan nggak perlu repot seperti ini terus,” jawab Rumi dengan suara serak, namun senyum di bibirnya tidak pudar.“Repot apanya? Ini tugasku sebagai suami,” Hanan membalas sambil menyelipkan helai rambut Rumi yang menjuntai ke wajahnya. Tetapi di balik sikap lembutnya, pikiran Hanan jauh melayang, membelah rimba masalah yang terus menghimpit.Masih ada masalah di Bandung yang mengganjal pikiran Hanan. Sejak awal masalah ini muncul, Hanan memer
last updateLast Updated : 2024-12-19
Read more

Bab 55. Nge-date

Ponsel Hanan masih terus bergetar, menampilkan nama Salma di layar. Nama yang membuat Hanan merasa seperti berdiri di tepi jurang. Jantung berdegup kencang, dan suasana mendadak terasa tegang.Aida menatap Hanan dengan alis sedikit terangkat. “Kok nggak diangkat, Han?” tanyanya, nada suara pelan tapi mengandung rasa ingin tahu.Hanan menghela napas panjang sebelum menggeser ikon hijau di layar. “Halo, assalamualaikum,” sapanya. Namun, di seberang sana hanya terdengar hening. Tidak ada suara, tidak ada napas.“Bu Salma? Halo? Ibu dengar saya?” Hanan mencoba lagi, kali ini dengan nada yang lebih keras.Tetap tidak ada jawaban. Hanan menatap layar, memastikan panggilan masih terhubung. Setelah beberapa detik tanpa respons, dia memutuskan panggilan itu.“Mungkin nggak sengaja kepencet,” gumamnya, mencoba menjelaskan pada dirinya sendiri, meski rasa penasaran terus mengganjal.Aida mengerutkan dahi. “Coba ditelepon balik. Siapa tahu penting,” saran Aida.“Biarin aja lah. Kalau penting, nan
last updateLast Updated : 2024-12-20
Read more

Bab 56. Ganti Rugi

Aida duduk di sudut ruang tamu dengan tangan menopang dagu, tatapannya tertuju ke arah jendela yang memantulkan cahaya pagi. Secangkir teh yang mulai mendingin terabaikan di meja di depannya. Pikirannya berputar, diliputi kerumitan yang sulit diungkapkan. Sudah cukup lama Rumi tak pulang, dan itu membuat Aida merasa ada sesuatu yang hilang. Awalnya, dia berpikir bahwa Rumi hanya butuh waktu di panti sambil bantu-bantu di sana. Namun, Aida merasa aneh sebab Rumi bahkan tidak memberi kabar padanya.“Apa dia baik-baik saja?” gumam Aida pelan pada dirinya sendiri.Ponsel di tangan Aida seakan menjadi penghubung langsung ke jawaban atas kegelisahannya. Namun, ada sesuatu yang menahannya untuk segera menghubungi Rumi. Keraguan itu menguasai dirinya, mengingat hubungan mereka yang belakangan ini terasa kaku. Ketika pikirannya semakin tenggelam dalam kemungkinan buruk, dia akhirnya membuka kontak Rumi dan menekan tombol panggil.Nada sambung terdengar berulang kali, tapi tidak ada jawaban. Ai
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

Bab 57. Kejutan Lainnya

Hanan duduk di kursi ruang kerja, memandangi tumpukan dokumen yang berserakan di atas meja. Kertas-kertas itu adalah bukti nyata dari kekacauan finansial yang sedang dia hadapi. Wajahnya kusut, matanya berat, tetapi pikirannya tetap berputar, mencari jalan keluar dari masalah yang semakin menghimpit.Kepalanya terasa penat. Hanan butuh pengalihan untuk menyegarkan pikiran. Dia geser kertas-kertas itu ke samping lalu mengambil ponsel. Sudah beberapa hari dia tidak mengunjungi Rumi. Dia menghubungi sang istri via video call untuk tahu bagaimana kabarnya.“Assalamualaikum,” sapa Hanan begitu telepon tersambung. Dia tersenyum, melihat Rumi yang sedang duduk di teras rumah. Wajahnya tampak lebih segar dan tidak terlalu pucat.“Waalaikumussalam, Mas,” balas Rumi.“Gimana hari ini? Kamu masih mual dan pusing?” tanya Hanan.“Sedikit, tapi Mas Hanan nggak perlu khawatir. Aku rutin minum obat, jadi sudah enakan,” jawab Rumi.Hanan memandang istrinya lama. “Maaf, ya, aku belum bisa datang ke san
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more

Bab 58. Jebakan

“Apa? Doni?” suara Kenan meninggi, penuh ketidakpercayaan. “Lo serius?”Hanan mengangguk pelan, ekspresinya tegang. Di ruang tamu yang remang, bayangan mereka berdua terlihat terpantul di dinding, memperkuat suasana mencekam. “Gue punya semua buktinya. Tadinya gue minta Pak Aris buat bantu meriksa laporan keuangan, eh nggak tahunya malah nemu malingnya.” Hanan menarik napas dalam. “Gue bener-bener nggak nyangka. Padahal gue percaya banget sama dia.”Kenan berdiri dari kursinya, berjalan mondar-mandir sambil mengacak rambutnya. Emosinya ikut meledak saat tahu bahwa biang kerok yang membuat kakaknya dalam masalah adalah teman sendiri. “Bajingan emang! Lo jangan diem saja. Kita harus datangi dia sekarang juga!”“Tunggu dulu,” ujar Hanan dengan nada tenang namun tegas. “Gue sudah pikirin ini matang-matang. Kalau kita bertindak gegabah, dia bisa kabur atau malah memutarbalikkan keadaan. Sebelum ke sini tadi, gue sudah bikin laporan ke polisi. Dan sekarang, gue butuh bantuan lo buat jebak d
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more

Bab 59. Rahasia-rahasia

Hanan keluar dari kantor polisi dengan langkah berat. Malam sudah menjemput, dan udara terasa dingin menusuk. Dia merapatkan jaketnya, tetapi dingin yang dia rasakan bukan hanya berasal dari angin malam. Hatinya bergemuruh, pikirannya bercabang, memikirkan bagaimana dia harus menjelaskan semuanya pada Aida.Di sebelahnya, Kenan melangkah tanpa suara, menghormati keheningan kakaknya. Namun, ketika mereka tiba di parkiran mobil, Kenan akhirnya bicara.“Han, lo mau bilang apa ke bini lo soal ini?” tanya Kenan, nada suaranya tenang, tetapi ada nada khawatir di baliknya. “Dia nanti pasti bakalan tanya ke mana aja lo seharian ini.”Hanan berhenti sejenak, memandangi kunci mobil di tangannya. “Gue belum tahu, Ken. Kalau gue cerita semuanya, gue takut Aida bakal stres. Dia sudah cukup banyak menanggung beban, bisa-bisa dia nanti drop.”Kenan mendesah pelan. “Tapi mau sampai kapan lo main kucing-kucingan begini sama bini lo? Dia bukan cewek bego, pasti bakal curiga. Gue saranin lo jujur aja se
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

Bab 60. Permainan Berbahaya

Kenan melangkah memasuki rumah dengan gaya santainya. Langkahnya terdengar ringan di lantai, dan senyum tengil tak pernah lepas dari wajahnya. Ketika matanya tertuju pada Aida yang sedang duduk di sofa, dia berhenti sejenak, memperhatikan dengan tatapan yang sulit ditebak.“Udah makin gede aja itu perut. Jadi nggak sabar mau ketemu calon anakku,” ucapnya sambil tersenyum lebar, setengah bercanda, setengah menggoda.Aida melirik Kenan dengan tajam, tangannya melipat di dada. “Jangan ngomong sembarangan, ya. Ini bukan anakmu!”“Tapi aku bisa jadi walinya.” Kenan mengerlingkan mata.“Ngomong aja sama tembok!” sewot Aida sambil berpaling muka.Kenan terkekeh, lalu menjatuhkan tubuhnya ke kursi di seberang sofa. “Santai, Aida. Aku cuma bercanda.” Dia merentangkan kedua tangan di punggung sofa sambil menyilangkan kakinya. “Jadi, apa yang mau kamu bicarakan? Kayaknya serius banget sampai-sampai aku harus datang ke sini. Jangan bilang kamu kangen sama aku.”Aida menghela napas, berusaha menen
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more
PREV
1
...
456789
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status