Beranda / Romansa / Teman tapi Khilaf / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Teman tapi Khilaf : Bab 21 - Bab 30

87 Bab

Bab 21 - Mendadak Jadi Begini

"Ngomong-ngomong tadi Mas Barra ke mana?"Gisca sengaja mengalihkan pembahasan. Ia ingin mengutuk dirinya sendiri yang berbicara blak-blakan seperti tadi. Tak yakin bisa melewati semua ini jika bukan Barra yang berada di sampingnya? Bukankah itu sangat berlebihan?"Sebetulnya saya ada janji sama pacar saya pagi ini. Olahraga bareng. Tapi bisa-bisanya saya lupa. Parahnya lagi ponsel saya pakai acara lowbatt segala."Gisca mulai mengerti. "Pantesan perginya buru-buru banget. Terus pacar Mas Barra marah?""Ya begitulah." Barra jadi ingat lagi betapa marahnya Riana tadi."Tapi yang penting udah baikan, kan, sekarang?""Entahlah," jawab Barra lesu."Pasti belum," tebak Gisca. "Lagian bisa-bisanya lupa padahal udah janjian, ditambah ponselnya mati. Dobel banget kesalahannya. Wajarlah pacarnya marah.""Kamu sadar saya lupa gara-gara siapa?""Emangnya gara-gara siapa?" Gisca bertanya balik."Ini gara-gara kamu yang minta dibikinin sarapan pagi-pagi.""Bisa-bisanya kesalahan sendiri tapi malah
Baca selengkapnya

Bab 22 - Lebih Mendebarkan

Seumur hidup Gisca, waktunya lebih banyak dihabiskan untuk bekerja. Bahkan, saat ia masih sekolah dulu, apa pun dilakukannya demi bisa menghasilkan uang. Entah itu bekerja paruh waktu di Toserba, rumah makan dan lain-lain.Gisca adalah putri tunggal. Namun, kepergian sang ibu membuat bapaknya memutuskan menikah lagi dengan Rumina. Semenjak saat itu, Gisca bukan lagi putri satu-satunya karena ada Reza dan Salsa yang otomatis menjadi saudara dengannya.Seperti saudara tiri di dongeng-dongeng, mereka semua jahat. Gisca bukan hanya turut membantu ayahnya mencari uang, tapi juga harus rela mengalah tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Terpaksa memahami bahwa Salsa lebih berhak.Teganya lagi, Gisca sempat disuruh menikah dengan pria tua demi harta. Gisca yang menolak, membuktikan dirinya bisa bekerja lebih keras agar kebutuhan rumah tangga terpenuhi.Kerja, kerja, kerja ... seolah menjadi motto hidup Gisca yang tumbuh dalam keluarga dengan ekonomi pas-pasan.Itu sebabnya Gis
Baca selengkapnya

Bab 23 - Hasrat yang Semakin Menggebu

"Ini udah dua hari. Enggak biasanya lo begini. Padahal sebelum-sebelumnya nggak sampai dua jam udah laporan. Ada apa? Lo udah bosan bantu gue?" Saga tampak marah saat masuk ke ruangan seorang pria yang seumuran dengannya, pria yang menjadi kepercayaan papa dan dirinya. Pria yang selama ini membantu Saga melancarkan segala aksinya. Sebut saja Yosa."Lo sengaja bikin gue datang ke sini? Kenapa lo nggak jawab telepon gue?" tambah Saga."Maaf Tuan muda, saya....""Cari tahu sendiri," potong Nugraha, papa Saga, yang tiba-tiba muncul di ruangan Yosa. "Kalau kamu ingin melakukan kesenanganmu, berusahalah sendiri. Jangan membuat Yosa bekerja ekstra.""Tapi Pa, selama ini Yosa nggak pernah keberatan. Lagi pula aku hanya meminta bantuan tentang hal-hal yang mudah.""Berurusan dengan hukum karena kamu sering melakukan tindakan kriminal, keluar-masuk penjara berkali-kali, memata-matai orang lain, menggali privasi orang, dan setelah ini apa lagi? Kamu tidak bisa hidup seperti ini terus, Saga!" jaw
Baca selengkapnya

Bab 24 - Setelah Ciuman Khilaf

Senin adalah hari pertama Gisca resmi masuk ke Starlight. Ia sengaja keluar dari mes pagi-pagi sekali untuk menghindari berpapasan dengan penghuni lain yang kata Barra biasanya sudah kembali saat Minggu sore ataupun Senin pagi.Gisca tidak tahu apakah mereka sudah benar-benar kembali ke mes atau belum karena kemarin ia sama sekali tidak keluar kamar. Sementara Barra juga tidak berkunjung ke mes. Gisca pun tidak punya alasan untuk bertanya ke mana Barra.Lagian Gisca rasa wajar jika Barra menghabiskan hari Minggu bersama pacarnya. Barra pasti berusaha sekuat tenaga agar hubungan mereka kembali berdamai.Gisca terakhir kali melihat Barra adalah hari Sabtu, saat pria itu pamit pergi. Barra yang dengan santainya meninggalkan Gisca setelah ciuman khilaf mereka.Sejujurnya Gisca masih tak habis pikir, bisa-bisanya Barra sesantai itu. Padahal dirinya merasa tak menentu."Lupakan tentang itu, Gisca," batinnya.Lebih baik Gisca fokus pada pekerjaan barunya. Ya, Gisca sebenarnya merasa beruntun
Baca selengkapnya

Bab 25 - Barra Mahawira

Perlahan Gisca membuka pintunya lalu masuk. Barra masih duduk di kursinya seperti tadi, bedanya pria itu kini tampak sibuk dengan ponselnya. Barra bahkan tidak sedikit pun mendongak atau menatap Gisca."Ini dokumen dari Pak Dono," ucap Gisca berusaha bersikap biasa saja. Ingat, ia dan Barra di kantor sebaiknya terlihat tidak saling mengenal."Oh, simpan aja di meja," jawab Barra yang lagi-lagi seolah tak berminat menatap Gisca."Kalau gitu, permisi." Gisca pamit undur diri.Tidak ada jawaban dari Barra.Akhirnya Gisca bersiap membuka kenop pintu. Baru saja tangannya hendak membukanya, suara Barra sontak mengagetkan Gisca."Apa di ruangan ini ada orang selain kita berdua?" Pertanyaan Barra membuat Gisca kembali menoleh ke arah pria itu."Gisca, apa ada orang lain lagi di sini?" ulang Barra. Dan kali ini Gisca menggeleng."Kalau nggak ada, kenapa kamu bersikap seperti nggak mengenal saya?""A-aku pikir lebih baik begitu, Mas. Rasanya pasti canggung kalau staf lain tahu kita saling menge
Baca selengkapnya

Bab 26 - Makin Membuncah

"Perjodohan?" Riana agak terkejut mendengar perkataan Fiona beberapa detik yang lalu.Baik, Riana seharusnya tidak heran mengingat perjodohan di kalangan konglomerat seperti mereka bukanlah hal tabu. Namun, tetap saja hal itu cukup membuat Riana terkejut.Fiona adalah CEO Starlight. Teman? Mereka tidak sedekat itu untuk dikatakan berteman. Mereka sekadar kolega bisnis. Hubungan mereka selayaknya CEO sebuah perusahaan dengan brand ambassador.Namun, meski begitu terkadang mereka tidak sungkan untuk makan malam bersama seperti sekarang. Makan malam ini mereka anggap sebagai rasa syukur Fiona lantaran Riana setuju untuk memperpanjang kontrak kerja dengan Starlight.Bahkan, sebagai sesama putri konglomerat, Riana dan Fiona sebenarnya satu level jika mereka memutuskan untuk bersahabat. Terlebih keduanya seumuran dan sepakat untuk memanggil dengan panggilan santai saja agar lebih akrab."Aku nggak salah dengar, kan? Kamu dijodohin?" tambah Riana."Jangan kaget gitu, Ri," balas Fiona sambil
Baca selengkapnya

Bab 27 - Nafsu yang Semakin Membutakan

Nafsu memang terkadang membutakan. Dan untuk kedua kalinya Barra mencium Gisca. Entah terbawa suasana dan gairah atau memang Barra sadar menginginkan bahwa berciuman saja tidaklah cukup.Barra yang semula berciuman dengan Gisca posisinya berdiri, tanpa ragu mendorong Gisca ke arah sofa, sehingga Gisca berbaring sedangkan Barra berada di atasnya.Tangan Barra cukup lihai sehingga tak mungkin tinggal diam, bermaksud membuka kancing piama Gisca tanpa melepaskan sentuhan bibir mereka. Namun, Gisca masih waras untuk tidak melakukan sampai sejauh itu.Ya, Gisca langsung meminta Barra menghentikan semua yang pria itu lakukan. Wanita itu tidak mengizinkan semua menjadi lebih jauh dan kacau."Tolong berhenti, Mas," kata Gisca penuh penekanan.Barra yang masih ada sisa-sisa akal sehatnya langsung menghentikan apa yang dilakukannya terhadap Gisca. Ia juga beranjak dari sofa."Maaf, saya hampir lepas kendali," ucap Barra."Sebelum semuanya terulang, aku rasa sebaiknya Mas Barra pergi dari sini. K
Baca selengkapnya

Bab 28 - Gairah yang Telanjur Timbul

Barra melewati hari yang penuh kejutan. Berciuman untuk kedua kalinya dengan Gisca, lalu bertemu Saga, dan sekarang Riana tiba-tiba berada di depan rumahnya.Seketika Barra jadi deg-degan. Riana tidak mungkin datang pada tengah malam tanpa alasan. Mendadak perasaannya jadi tak enak. Kira-kira apa yang akan kekasihnya itu bicarakan?Barra tentu langsung mempersilakan Riana masuk. Sampai pada akhirnya mereka kini berada di ruang tamu, duduk di sofa dengan air mineral yang sudah tersaji di meja."Sayang, kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?" tanya Barra merasa tak enak."Cek ponselmu aja, berapa kali aku menghubungimu dan dari jam berapa aku kirim chat."Dari cara bicara Riana saja, Barra yakin kalau ada yang tidak beres.Barra lalu memeriksa ponselnya yang memang di-silent. "Astaga maaf, Sayang. Jadi kamu hampir tiga jam di sini?""Begitulah.""Ada apa?" tanya Barra kemudian. "Apa yang ingin kamu bicarakan sampai rela menungguku berjam-jam? Sepertinya penting sehingga harus dibicaraka
Baca selengkapnya

Bab 29 - Khilaf yang Semakin Jauh

Saga akhirnya berhasil masuk ke mes Starlight dengan bantuan dua satpam korup yang bersedia membantunya.Tentunya Saga memberi sedikit bumbu kebohongan agar dua satpam itu tidak curiga padanya. Saga bilang, dirinya adalah pacar Gisca. Mereka sedang bertengkar dan Saga ingin menemui Gisca untuk meminta maaf sekaligus memberi kejutan. Itu sebabnya satpam mengizinkannya. Dengan catatan jangan membuat keributan apalagi sampai ada yang tahu.Saga juga baru tahu kalau di Starlight, Gisca itu statusnya sepupu jauh Barra. Tentu saja Saga langsung tertawa mendengarnya.Setelah berhasil mengelabui sekaligus membuat dua satpam itu terbuai, Saga bahkan diberikan bonus informasi bahwa Gisca tinggal di pintu nomor 07. Pria itu tersenyum licik saat diantar memasuki mes yang sepi, mungkin karena sudah larut malam dan para penghuninya kemungkinan besar sudah tidur nyenyak.Ya, Saga memang sengaja masuk pukul dua malam untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya ketahuan.Dengan ditemani ole
Baca selengkapnya

Bab 30 - Sensasi dari Sentuhan Memabukkan

Ketika Barra melakukan sentuhan-sentuhan sensual di tubuhnya, tak bisa dimungkiri kalau Gisca merasakan sensasi aneh dan cenderung menikmatinya. Namun, yang lebih aneh lagi adalah ia tidak menikmatinya saat Saga yang melakukannya. Gisca rasa ... ia juga menginginkan Barra, padahal jelas-jelas wanita itu tahu kalau Barra sudah memiliki calon istri. Sepertinya Gisca sudah tidak waras.Begitu selimut yang menutupi tubuh Gisca sudah ditarik, Barra bisa melihat betapa tubuh atas Gisca yang masih memakai piama, tapi kancingnya sudah terbuka. Hal itu membuat Barra bisa melihat kedua benda indah yang Gisca miliki. Barra memberanikan diri menyentuhnya dan sejenak melihat reaksi Gisca."Apa boleh begini?" tanya Barra, masih dengan tangan seperti tadi."Sebenarnya nggak boleh, tapi kenapa aku membiarkannya?" Gisca malah balik bertanya.Barra tersenyum. "Saya rasa kamu juga menyukai ini." Kali ini Barra sengaja memainkan tangannya, membuat Gisca merasakan sensasi ... nikmat?"Mas Barra, sebelum i
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status