Barra melewati hari yang penuh kejutan. Berciuman untuk kedua kalinya dengan Gisca, lalu bertemu Saga, dan sekarang Riana tiba-tiba berada di depan rumahnya.Seketika Barra jadi deg-degan. Riana tidak mungkin datang pada tengah malam tanpa alasan. Mendadak perasaannya jadi tak enak. Kira-kira apa yang akan kekasihnya itu bicarakan?Barra tentu langsung mempersilakan Riana masuk. Sampai pada akhirnya mereka kini berada di ruang tamu, duduk di sofa dengan air mineral yang sudah tersaji di meja."Sayang, kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?" tanya Barra merasa tak enak."Cek ponselmu aja, berapa kali aku menghubungimu dan dari jam berapa aku kirim chat."Dari cara bicara Riana saja, Barra yakin kalau ada yang tidak beres.Barra lalu memeriksa ponselnya yang memang di-silent. "Astaga maaf, Sayang. Jadi kamu hampir tiga jam di sini?""Begitulah.""Ada apa?" tanya Barra kemudian. "Apa yang ingin kamu bicarakan sampai rela menungguku berjam-jam? Sepertinya penting sehingga harus dibicaraka
Saga akhirnya berhasil masuk ke mes Starlight dengan bantuan dua satpam korup yang bersedia membantunya.Tentunya Saga memberi sedikit bumbu kebohongan agar dua satpam itu tidak curiga padanya. Saga bilang, dirinya adalah pacar Gisca. Mereka sedang bertengkar dan Saga ingin menemui Gisca untuk meminta maaf sekaligus memberi kejutan. Itu sebabnya satpam mengizinkannya. Dengan catatan jangan membuat keributan apalagi sampai ada yang tahu.Saga juga baru tahu kalau di Starlight, Gisca itu statusnya sepupu jauh Barra. Tentu saja Saga langsung tertawa mendengarnya.Setelah berhasil mengelabui sekaligus membuat dua satpam itu terbuai, Saga bahkan diberikan bonus informasi bahwa Gisca tinggal di pintu nomor 07. Pria itu tersenyum licik saat diantar memasuki mes yang sepi, mungkin karena sudah larut malam dan para penghuninya kemungkinan besar sudah tidur nyenyak.Ya, Saga memang sengaja masuk pukul dua malam untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya ketahuan.Dengan ditemani ole
Ketika Barra melakukan sentuhan-sentuhan sensual di tubuhnya, tak bisa dimungkiri kalau Gisca merasakan sensasi aneh dan cenderung menikmatinya. Namun, yang lebih aneh lagi adalah ia tidak menikmatinya saat Saga yang melakukannya. Gisca rasa ... ia juga menginginkan Barra, padahal jelas-jelas wanita itu tahu kalau Barra sudah memiliki calon istri. Sepertinya Gisca sudah tidak waras.Begitu selimut yang menutupi tubuh Gisca sudah ditarik, Barra bisa melihat betapa tubuh atas Gisca yang masih memakai piama, tapi kancingnya sudah terbuka. Hal itu membuat Barra bisa melihat kedua benda indah yang Gisca miliki. Barra memberanikan diri menyentuhnya dan sejenak melihat reaksi Gisca."Apa boleh begini?" tanya Barra, masih dengan tangan seperti tadi."Sebenarnya nggak boleh, tapi kenapa aku membiarkannya?" Gisca malah balik bertanya.Barra tersenyum. "Saya rasa kamu juga menyukai ini." Kali ini Barra sengaja memainkan tangannya, membuat Gisca merasakan sensasi ... nikmat?"Mas Barra, sebelum i
Di restoran yang terbilang mewah, Gisca duduk berhadapan dengan Riana. Riana bahkan sengaja memilih ruangan VIP sehingga mereka bisa makan siang dengan nyaman di ruangan tertutup hanya berdua saja.Riana juga sudah meminta pada Gisca agar mereka berbicara santai saja. Tanpa perlu embel-embel Mbak. Panggil nama saja agar lebih nyaman."Kamu tahu kenapa aku ngajak kamu ke sini?" tanya Riana sambil menikmati menu spesial di hadapannya, tentunya Gisca juga."Katanya mau ngobrol," jawab Gisca ragu-ragu.Riana tersenyum hangat. "Aku pikir kamu tahu apa yang ingin aku bicarakan.""Tentang Mas Barra?" balas Gisca memberanikan diri, meski agak ragu ketika mengatakannya."Tepat sekali. Lagian memangnya apa lagi kalau bukan tentang calon suamiku?"Jujur, Gisca masih menebak-nebak arah pembicaraan Riana. Apakah ke arah perdebatan, pertengkaran atau interogasi. Gisca masih bingung karena ekspresi wanita di hadapannya itu begitu hangat padanya."Kamu sepupunya, bukan?" tanya Riana kemudian.Gisca m
Gisca tentu mengerti maksud Barra. Jelas pria itu hanya mengincar tubuhnya!Namun, Gisca memilih tidak menjawab apa-apa. Ia malah langsung turun dari mobil pria itu.Tentunya akan jadi pusat perhatian jika Gisca dan Barra berjalan memasuki kantor berdua. Untuk itu, Gisca memutuskan masuk lebih dulu. Lagi pula ia sedang tidak ingin bicara dengan Barra. Barra yang terang-terangan menunjukkan dua wajahnya, yakni saat di depan Riana maupun di depan Gisca.Gisca berjalan pelan memasuki kantor menuju divisi tempatnya bekerja. Samar-samar ia melihat beberapa orang menatapnya yang pastinya sambil membicarakannya. Ah, Gisca seharusnya tidak heran. Dengan Riana mendatanginya seperti tadi, jelas menimbulkan tanda tanya sekaligus rasa penasaran para staf lain.Baru saja masuk ke divisi PP-02, Gisca langsung disambut beberapa orang yang sudah pasti akan membombardirnya dengan banyak pertanyaan."Kamu beneran sepupunya Dokter Barra?""Kenapa nggak bilang?""Tadi kamu ngapain aja sama Riana Larasati
Dua Minggu berlalu, setelah insiden pembelaan Barra terhadap Gisca di ruangan Divisi PP-02, anggap saja itu terakhir kalinya Gisca bertemu pria itu. Ya, setelah hari itu, Gisca tak pernah bertemu Barra lagi.Chat? Gisca dan Barra hampir tak pernah berkomunikasi via chat maupun telepon. Lagi pula, apa alasan Gisca menghubungi pria itu lebih dulu?Gisca seharusnya senang tidak berkomunikasi lagi dengan Barra, karena itu artinya jarak antara mereka semakin terjaga. Tapi sungguh sial dan konyolnya, Gisca malah terus memikirkan pria itu!Gisca jadi bertanya-tanya, apa Barra memang sudah menyadari kesalahannya dan memutuskan menjauhinya demi menjaga kesetiaan pada Riana? Atau mungkin Gisca punya salah terhadap pria itu? Gisca jadi bingung sendiri.Berbeda dengan Barra yang tidak pernah berkomunikasi dengan Gisca hampir dua pekan, yang terjadi pada Riana justru sebaliknya. Ya, boleh dibilang Gisca mulai menjadi akrab dengan wanita itu.Semua berawal dari perkenalan sekaligus makan siang wakt
Sejujurnya Gisca terkejut saat tiba-tiba Barra datang ke kamar mes yang ditempatinya, karena yang ia tahu Barra sedang berada di luar kota sehingga tadi tidak bisa mengantarnya pulang. Setidaknya itu yang Riana katakan.Namun, sekarang pria itu sudah ada di hadapannya sekarang. Setelah dua minggu mereka tak bertemu, sekarang Barra mengajaknya melakukan kekhilafan yang paling jauh dari segala kekhilafan yang pernah mereka lakukan.Jangan ditanya bagaimana kabar jantung Gisca sekarang, detaknya sangat cepat. Lebih cepat dibandingkan khilaf-khilaf sebelumnya."Mas, aku rasa Mas Barra semakin keterlaluan. Sebaiknya kita berhenti sebelum lebih jauh lagi," kata Gisca sembari bergerak mundur."Apa kamu bilang? Coba katakan sekali lagi," jawab Barra dengan santainya. Ia maju untuk mengikuti pergerakan Gisca."Mas, tolong hentikan."Barra tersenyum. "Gisca, kamu yakin ini harus dihentikan? Bahkan kamu mengatakan itu sambil menggiring saya ke ranjang.""Lihatlah apa yang saya bawa. Ini pengaman
Riana senang akhirnya peran utama wanita untuk film layar lebar berhasil ia dapatkan. Nantinya ia akan berperan sebagai wanita baik tersakiti yang suaminya direbut pelakor. Idenya memang terbilang klise, tapi karena ini karya sutradara yang terkenal dengan karya-karya terbaiknya, Riana yakin film yang orang-orang pikir lebih cocok menjadi sinetron atau FTV itu akan berhasil dikemas dengan elegan dan sempurna oleh sang sutradara.Tidak bisa dimungkiri Riana mendapatkan peran tersebut berkat Fiona yang merupakan kenalan sang sutradara. Sebetulnya ini bukan khas Riana sampai harus mengambil jalur nepotisme, tapi wanita itu akan membuktikan bakatnya dan menunjukkan bahwa ia memang layak mendapatkan peran tersebut.Malam ini, untuk merayakan hal tersebut, Riana mengajak Fiona untuk makan malam berdua. Setahu Riana, Barra sedang berada di puncak. Itu sebabnya ia memilih merayakannya dengan Fiona dulu."Kalau begini terus, lama-lama kita bisa jadi bestie," kata Riana setelah meletakkan kemba