Home / Romansa / Teman tapi Khilaf / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Teman tapi Khilaf : Chapter 31 - Chapter 40

87 Chapters

Bab 31 - Bujuk Rayu

Di restoran yang terbilang mewah, Gisca duduk berhadapan dengan Riana. Riana bahkan sengaja memilih ruangan VIP sehingga mereka bisa makan siang dengan nyaman di ruangan tertutup hanya berdua saja.Riana juga sudah meminta pada Gisca agar mereka berbicara santai saja. Tanpa perlu embel-embel Mbak. Panggil nama saja agar lebih nyaman."Kamu tahu kenapa aku ngajak kamu ke sini?" tanya Riana sambil menikmati menu spesial di hadapannya, tentunya Gisca juga."Katanya mau ngobrol," jawab Gisca ragu-ragu.Riana tersenyum hangat. "Aku pikir kamu tahu apa yang ingin aku bicarakan.""Tentang Mas Barra?" balas Gisca memberanikan diri, meski agak ragu ketika mengatakannya."Tepat sekali. Lagian memangnya apa lagi kalau bukan tentang calon suamiku?"Jujur, Gisca masih menebak-nebak arah pembicaraan Riana. Apakah ke arah perdebatan, pertengkaran atau interogasi. Gisca masih bingung karena ekspresi wanita di hadapannya itu begitu hangat padanya."Kamu sepupunya, bukan?" tanya Riana kemudian.Gisca m
Read more

Bab 32 - Sepupu

Gisca tentu mengerti maksud Barra. Jelas pria itu hanya mengincar tubuhnya!Namun, Gisca memilih tidak menjawab apa-apa. Ia malah langsung turun dari mobil pria itu.Tentunya akan jadi pusat perhatian jika Gisca dan Barra berjalan memasuki kantor berdua. Untuk itu, Gisca memutuskan masuk lebih dulu. Lagi pula ia sedang tidak ingin bicara dengan Barra. Barra yang terang-terangan menunjukkan dua wajahnya, yakni saat di depan Riana maupun di depan Gisca.Gisca berjalan pelan memasuki kantor menuju divisi tempatnya bekerja. Samar-samar ia melihat beberapa orang menatapnya yang pastinya sambil membicarakannya. Ah, Gisca seharusnya tidak heran. Dengan Riana mendatanginya seperti tadi, jelas menimbulkan tanda tanya sekaligus rasa penasaran para staf lain.Baru saja masuk ke divisi PP-02, Gisca langsung disambut beberapa orang yang sudah pasti akan membombardirnya dengan banyak pertanyaan."Kamu beneran sepupunya Dokter Barra?""Kenapa nggak bilang?""Tadi kamu ngapain aja sama Riana Larasati
Read more

Bab 33 - Kesempatan untuk Khilaf

Dua Minggu berlalu, setelah insiden pembelaan Barra terhadap Gisca di ruangan Divisi PP-02, anggap saja itu terakhir kalinya Gisca bertemu pria itu. Ya, setelah hari itu, Gisca tak pernah bertemu Barra lagi.Chat? Gisca dan Barra hampir tak pernah berkomunikasi via chat maupun telepon. Lagi pula, apa alasan Gisca menghubungi pria itu lebih dulu?Gisca seharusnya senang tidak berkomunikasi lagi dengan Barra, karena itu artinya jarak antara mereka semakin terjaga. Tapi sungguh sial dan konyolnya, Gisca malah terus memikirkan pria itu!Gisca jadi bertanya-tanya, apa Barra memang sudah menyadari kesalahannya dan memutuskan menjauhinya demi menjaga kesetiaan pada Riana? Atau mungkin Gisca punya salah terhadap pria itu? Gisca jadi bingung sendiri.Berbeda dengan Barra yang tidak pernah berkomunikasi dengan Gisca hampir dua pekan, yang terjadi pada Riana justru sebaliknya. Ya, boleh dibilang Gisca mulai menjadi akrab dengan wanita itu.Semua berawal dari perkenalan sekaligus makan siang wakt
Read more

Bab 34 - Pasrah

Sejujurnya Gisca terkejut saat tiba-tiba Barra datang ke kamar mes yang ditempatinya, karena yang ia tahu Barra sedang berada di luar kota sehingga tadi tidak bisa mengantarnya pulang. Setidaknya itu yang Riana katakan.Namun, sekarang pria itu sudah ada di hadapannya sekarang. Setelah dua minggu mereka tak bertemu, sekarang Barra mengajaknya melakukan kekhilafan yang paling jauh dari segala kekhilafan yang pernah mereka lakukan.Jangan ditanya bagaimana kabar jantung Gisca sekarang, detaknya sangat cepat. Lebih cepat dibandingkan khilaf-khilaf sebelumnya."Mas, aku rasa Mas Barra semakin keterlaluan. Sebaiknya kita berhenti sebelum lebih jauh lagi," kata Gisca sembari bergerak mundur."Apa kamu bilang? Coba katakan sekali lagi," jawab Barra dengan santainya. Ia maju untuk mengikuti pergerakan Gisca."Mas, tolong hentikan."Barra tersenyum. "Gisca, kamu yakin ini harus dihentikan? Bahkan kamu mengatakan itu sambil menggiring saya ke ranjang.""Lihatlah apa yang saya bawa. Ini pengaman
Read more

Bab 35 - Selingkuhan

Riana senang akhirnya peran utama wanita untuk film layar lebar berhasil ia dapatkan. Nantinya ia akan berperan sebagai wanita baik tersakiti yang suaminya direbut pelakor. Idenya memang terbilang klise, tapi karena ini karya sutradara yang terkenal dengan karya-karya terbaiknya, Riana yakin film yang orang-orang pikir lebih cocok menjadi sinetron atau FTV itu akan berhasil dikemas dengan elegan dan sempurna oleh sang sutradara.Tidak bisa dimungkiri Riana mendapatkan peran tersebut berkat Fiona yang merupakan kenalan sang sutradara. Sebetulnya ini bukan khas Riana sampai harus mengambil jalur nepotisme, tapi wanita itu akan membuktikan bakatnya dan menunjukkan bahwa ia memang layak mendapatkan peran tersebut.Malam ini, untuk merayakan hal tersebut, Riana mengajak Fiona untuk makan malam berdua. Setahu Riana, Barra sedang berada di puncak. Itu sebabnya ia memilih merayakannya dengan Fiona dulu."Kalau begini terus, lama-lama kita bisa jadi bestie," kata Riana setelah meletakkan kemba
Read more

Bab 36 - Inilah Waktunya

Semenjak kedatangannya ke mes Gisca beberapa waktu lalu dan hampir tertangkap basah oleh Barra, semenjak saat itu Saga memutuskan rehat sejenak. Saga ingin membuat Gisca dan Barra lengah, merasa dirinya sudah berhenti mengejar. Namun faktanya Saga seakan 'menghilang' karena pria itu sengaja melakukannya. Itu Saga lakukan agar saat mereka lengah, aksinya bisa berjalan dengan lancar. Saga bosan lantaran selalu gagal mendapatkan Gisca.Setelah sekian lama diam, hari ini Saga memutuskan mengintai Gisca. Lucunya pagi-pagi sekali begini, Saga melihat Gisca sedang berjalan bersama Barra. Mereka bahkan sarapan bersama. Pertanyaannya adalah ... kenapa mereka pagi-pagi sekali keluar dari Starlight? Kalau Gisca masih masuk akal karena memang tinggal di mes. Sedangkan Barra? Menginap atau memang sengaja pagi-pagi sekali datang ke mes Gisca untuk sarapan bersama?"Sial! Telat! Harusnya mengintai sejak malam. Dengan begitu jadi tahu sejak kapan Barra ada di mes," batin Saga.Sejak awal Saga memang
Read more

Bab 37 - Ketahuan

“Ya ampun, aku tadi lagi nge-prank kamu. Kameranya lupa di-off sampai sekarang,” ucap Riana saat menyadari kamera yang sengaja diletakkan di sudut kamarnya masih aktif merekam.Barra lalu mendekat pada Riana. “Aduh, bagaimana ini? Tadi kita ciuman. Pasti terekam.”“Ya pasti aku cut-lah, Bar. Kamu aneh-aneh aja. Aku nggak se-gila itu yang akan mempertontonkan kissing scene. Lagian acara prank-nya pun cuma sebentar, rekaman kebablasannya yang lama.”Barra terkekeh. “Bercanda, Sayang.”“Ngomong-ngomong tadi aku lihat saat kamu datang. Kamu kenapa naik taksi? Mobil kamu kenapa?” tanya Riana kemudian sambil menggandeng tangan Barra kembali ke sofa.“Ya, aku memang naik taksi karena mobilku ada di rumah.”“Tadi aku samar-samar dengar mama bilang kamu lagi di tempat ramai saat ngobrol sama kamu via telepon, sayangnya aku nggak bisa bertanya lebih lanjut karena mama buru-buru berangkat. Memangnya kamu ada di mana se-pagi ini?”“CFD dekat Starlight. Sarapan bubur di sana.”“Kamu sarapan sejauh
Read more

Bab 38 - Malam ini juga

Setelah membaca chat dari Saga, spontan Gisca gemetar, lebih parah dari gemetar saat Saga mengejarnya tadi. Dari mana Saga tahu kalau Gisca dengan Barra ada main?Tidak! Jangan sampai Saga memberi tahu Riana. Sungguh, Gisca ketakutan sekarang. Ia belum siap dengan segala konsekuensinya. Gisca resah. Apa yang harus ia lakukan?Dalam chat lanjutannya, Saga tidak lupa menyebutkan lantai dan nomor kamar hotelnya. Hotelnya tidak jauh dari mes, hal yang memudahkan Saga untuk mengintai Gisca kapan saja pria itu mau.Dengan tangan masih gemetar, alih-alih mengabaikan chat Saga seperti biasa, Gisca memutuskan menelepon langsung pria itu. Ini darurat dan Gisca tak bisa bersikap bodo amat setelah hubungannya dengan Barra diketahui orang lain terlebih orang itu adalah Saga.Tidak butuh waktu lama, Saga langsung mengangkat panggilan Gisca, seolah tahu kalau Gisca memang pasti akan menghubunginya.“Hai, Sayang?” sapa Saga di ujung telepon sana. Suaranya tampak sangat ceria, seakan tujuannya berhasi
Read more

Bab 39 - Kartu Mati

Gisca se-frustrasi itu. Ia tak bisa bertanya pada Barra apa yang harus ia lakukan. Sedangkan Saga mengancam akan mengirimkan buktinya malam ini juga. Akhirnya Gisca tak punya pilihan lain selain mendatangi tempat yang Saga beri tahu. Gisca terpaksa karena tak tahu harus bagaimana lagi untuk mencegah Saga memberi tahu Riana.Jaraknya sangat dekat dengan Starlight sehingga Gisca hanya perlu berjalan kaki lima menit, ia sudah tiba di sana. Sepertinya Saga memang sengaja menginap di sekitar sini.Sampai pada akhirnya, Gisca sudah berada di depan sebuah pintu kamar hotel. Apakah Gisca gila jika mengetuk pintunya? Bukankah itu sama saja dengan menyerahkan dirinya pada Saga?Namun, jika Gisca tidak mengetuknya, ia takut di dalam sana Saga sedang bersiap mengirimkan buktinya pada Riana. Gisca sungguh tidak siap. Gisca merasa serba salah.Sementara itu, tanpa Gisca ketahui sebenarnya Saga bukan sedang berada di dalam kamar hotel, melainkan dari tadi pria itu mengintai sejak wanita itu keluar d
Read more

Bab 40 - Bibir yang Nikmat

Gisca seakan sedang melangkah di jalan buntu. Ia tak punya pilihan selain menerima Saga menjadi pacarnya. Gisca terpaksa melakukannya karena tidak mau rekaman pengakuannya jatuh ke tangan Riana. Itu tidak boleh!Akhirnya, Gisca secepatnya berpikir keras ... bagaimana caranya untuk mengakhiri hubungan mereka tanpa menciptakan masalah. Ya, baru saja menerima Saga menjadi pacarnya, kini Gisca sudah langsung ingin putus.Sayangnya, untuk putus saat ini juga rasanya mustahil. Gisca pun mulai mencari cara lain untuk membuat Saga jangan sampai macam-macam padanya."Akhirnya ... setelah sekian lama, kamu menerimaku menjadi pacarmu. Malam ini sungguh malam keberuntunganku," ucap Saga sambil tersenyum senang."Jangan senang dulu, Saga. Ada syaratnya," balas Gisca memberanikan diri. Ia bahkan sudah melenyapkan kegugupan sekaligus rasa takutnya. Ia berusaha tidak terancam apalagi terlihat lemah seperti beberapa saat yang lalu."Syarat?" Saga tampak kebingungan."Ya, aku menerimamu menjadi pacarku
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status