Gisca se-frustrasi itu. Ia tak bisa bertanya pada Barra apa yang harus ia lakukan. Sedangkan Saga mengancam akan mengirimkan buktinya malam ini juga. Akhirnya Gisca tak punya pilihan lain selain mendatangi tempat yang Saga beri tahu. Gisca terpaksa karena tak tahu harus bagaimana lagi untuk mencegah Saga memberi tahu Riana.Jaraknya sangat dekat dengan Starlight sehingga Gisca hanya perlu berjalan kaki lima menit, ia sudah tiba di sana. Sepertinya Saga memang sengaja menginap di sekitar sini.Sampai pada akhirnya, Gisca sudah berada di depan sebuah pintu kamar hotel. Apakah Gisca gila jika mengetuk pintunya? Bukankah itu sama saja dengan menyerahkan dirinya pada Saga?Namun, jika Gisca tidak mengetuknya, ia takut di dalam sana Saga sedang bersiap mengirimkan buktinya pada Riana. Gisca sungguh tidak siap. Gisca merasa serba salah.Sementara itu, tanpa Gisca ketahui sebenarnya Saga bukan sedang berada di dalam kamar hotel, melainkan dari tadi pria itu mengintai sejak wanita itu keluar d
Gisca seakan sedang melangkah di jalan buntu. Ia tak punya pilihan selain menerima Saga menjadi pacarnya. Gisca terpaksa melakukannya karena tidak mau rekaman pengakuannya jatuh ke tangan Riana. Itu tidak boleh!Akhirnya, Gisca secepatnya berpikir keras ... bagaimana caranya untuk mengakhiri hubungan mereka tanpa menciptakan masalah. Ya, baru saja menerima Saga menjadi pacarnya, kini Gisca sudah langsung ingin putus.Sayangnya, untuk putus saat ini juga rasanya mustahil. Gisca pun mulai mencari cara lain untuk membuat Saga jangan sampai macam-macam padanya."Akhirnya ... setelah sekian lama, kamu menerimaku menjadi pacarmu. Malam ini sungguh malam keberuntunganku," ucap Saga sambil tersenyum senang."Jangan senang dulu, Saga. Ada syaratnya," balas Gisca memberanikan diri. Ia bahkan sudah melenyapkan kegugupan sekaligus rasa takutnya. Ia berusaha tidak terancam apalagi terlihat lemah seperti beberapa saat yang lalu."Syarat?" Saga tampak kebingungan."Ya, aku menerimamu menjadi pacarku
Barra tahu Gisca hanyalah bagian dari teman tapi khilafnya, tapi ia tak rela kalau ada pria lain yang mencium bibir dengan wanita itu, terlebih prianya adalah Saga.Jangankan berciuman, hanya sebatas dekat saja Barra tidak rela. Sangat.Barra hanya ingin dirinya saja yang boleh memiliki Gisca. Apalagi ia sudah merasakan seutuhnya tubuh Gisca. Barra jadi naik pitam melihat video Gisca ciuman dengan Saga.Berhubung kalau Senin klinik lumayan sepi, Barra lalu memutuskan menghampiri ke divisi tempat Gisca bekerja. Begitu masuk, Barra sontak menjadi pusat perhatian orang yang ada di sana.Berbeda dengan semua orang yang menatap Barra dengan tatapan heran, Gisca justru anteng-anteng saja menatap layar komputer sambil membalas chat dari para user Starlight yang memiliki keluhan."Gisca," panggil Barra begitu sudah ada di depan meja Gisca.Gisca spontan mendongak. Jujur ia terkejut karena Barra tiba-tiba ada di hadapannya. Ia memang tidak tahu Barra masuk ke divisi ini dan tidak menghiraukan
Setelah selesai bicara dengan Barra di klinik, Gisca kembali ke ruang kerjanya. Tentunya ia langsung mendapatkan tatapan penuh tanya dari semua rekan satu divisinya. Namun, karena Barra pernah menegur mereka agar jangan membuat Gisca merasa tidak nyaman dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tak perlu Gisca jawab, alhasil tak ada satu pun yang berani menanyakan alasan Barra mengajak Gisca bicara hingga hampir satu jam lamanya.Gisca pun duduk. Ia lalu mengecek ponselnya. Ada pesan dari Saga yang mengajaknya melakukan kencan pertama sepulang kerja. Bahkan, tanpa Gisca memberi keputusan, Saga sudah memutuskan akan menunggu Gisca di depan gerbang.Gisca seharusnya tidak heran Saga memang pemaksa dan akan melakukan apa saja agar keinginannya terwujud. Dan pria yang ia anggap pemaksa itu konyolnya menjadi pacarnya sekarang. Takdir memang selucu itu.Gisca pun sepertinya tak punya pilihan selain mengiyakan ajakan kencan Saga. Tak lama kemudian, Gisca mengetikkan balasannya
"Kamu nggak bilang kalau kita mau ketemu seseorang. Kamu cuma bilang kita kencan aja," kata Gisca seraya berjalan berdampingan dengan Saga. Hatinya dipenuhi rasa penasaran, siapa seseorang yang Saga maksud."Aku pun nggak merencanakannya meski tahu dia pasti ada di sini. Beberapa saat yang lalu, aku nggak sengaja melihatnya, jadi rasanya nggak ada salahnya kita menemuinya dulu.”"Masalahnya dia siapa? Aku mau dipertemukan sama siapa?""Sini...." Saga berkata sambil menggandeng tangan Gisca, mengajaknya berjalan lebih cepat, menghampiri seseorang yang baru turun dari mobil mewah. Mobil yang juga parkir di area VIP."Pak Nugraha, tunggu sebentar," ucap Saga setengah berteriak, membuat pria yang Saga panggil itu menoleh.Pak Nugraha? Gisca masih belum bisa menebak siapa orang itu dan apa tujuan Saga mempertemukan mereka.Sementara itu, Nugraha yang datang bersama asisten pribadinya, menatap Saga dan Gisca secara bergantian."Saya memang sudah menduga bahwa Pak Nugraha ada di sini, tapi s
Gisca memang mengakui kemiripan wajah Saga dengan Nugraha, tapi baginya apa yang baru saja terjadi sungguh tidak masuk akal. Terlebih dirinya diberi satu unit apartemen padahal ia dan Nugraha baru satu kali bertemu, bukankah itu sangat berlebihan?Sampai pada akhirnya, Saga berhasil membuktikan kalau Nugraha bukanlah orang yang dibayar untuk berpura-pura menjadi orangtua Saga, melainkan orangtua Saga asli. Gisca melihat dengan mata kepalanya sendiri Nugraha sedang berbincang dengan orang yang Gisca yakini merupakan salah satu kru sebuah film.Tunggu, tunggu ... Gisca rasa pria itu tidak asing baginya. Seketika Gisca teringat saat dirinya dikejar-kejar Saga pada malam hari sepulangnya dari kafe. Gisca ditolong oleh pria itu bahkan sampai diantar pulang.Seandainya pria yang merupakan tim produksi film itu tahu bahwa wanita yang semalam diselamatkannya kini sedang bersama pria ber-hoodie yang dihindarinya, pasti merasa usaha menolongnya sia-sia."Sayang, mau makan dulu atau nonton dulu?
Selama dalam perjalanan menuju ke mes, Saga tak henti-hentinya mendengarkan setiap kata demi kata yang Gisca dan Barra bicarakan. Tangan Saga mengepal tatkala mendengar kalimat-kalimat Barra yang sebagian besar berisi rayuan agar Gisca bersedia melakukan yang pria itu inginkan. Sungguh, Saga ingin cepat-cepat tiba di mes Gisca lalu menghentikan Barra. Bahkan, Barra sangat pantas untuk diberi pelajaran. Bogeman tangan Saga yang penuh amarah contohnya.Tiba di depan gedung Starlight, Saga yang sebelumnya sudah pernah masuk ke kamar mes yang Gisca tempati, tidak kebingungan harus melakukan apa pada situasi seperti sekarang. Ia menemui satpam korup yang pernah mengantarnya. Baguslah karena malam ini satpam tersebut sedang berjaga.Awalnya satpam tersebut menolak lantaran waktu itu langsung mendapatkan peringatan keras dari Barra dan langsung sepakat untuk tidak memperpanjang kasus tentang pembobolan kamar Gisca dengan syarat hal itu tak akan terulang lagi.Namun, bukan Saga namanya kalau
Saga merasa ada sensasi mendebarkan saat diam-diam mendengarkan kalimat-kalimat tak terduga yang keluar dari mulut Gisca saat wanita itu bicara dengan Barra.Saga merasa menemukan sedikit cahaya yang akan memberinya harapan bahwa hubungannya dengan Gisca akan bahagia. Saga juga optimis bahwa Gisca akan jatuh cinta padanya. Cepat atau lambat.Sekarang Saga berhasil membawa Gisca meninggalkan mes, rasa senang dan kesal bercampur menjadi satu. Senangnya ia bisa membawa Gisca pergi dari sana secepat ini. Namun, ia juga kesal pada Barra yang begitu berani melakukan percobaan pemerkosaan pada Gisca.Hampir saja Saga kecolongan. Andai Saga tidak pernah memasang alat penyadap di tas Gisca, entah apa yang terjadi pada Gisca selanjutnya. Mungkin malam ini Barra berhasil memerkosa wanita itu dan Saga akan sangat marah jika itu sungguh terjadi."Ini minum dulu," ucap Saga pada Gisca yang tetap duduk di kursi kemudi. Beberapa saat yang lalu Saga turun sebentar untuk membeli air mineral ke minimark