Beranda / CEO / PUTRA sang PEWARIS / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab PUTRA sang PEWARIS: Bab 71 - Bab 80

100 Bab

Bab 71 | Rasa Takut yang Membuat Kacau

“Selamat malam, Nyonya.”“.... Selamat datang, Nyonya Muda.”“Selamat malam. Aku ke kamar dulu, ya. Terima kasih kerja keras kalian hari ini. Tuan Muda dan Tuan Kecil ada di belakang, tolong bantu mereka, ya.” Pesan dari Alice seketika mendapat anggukan kompak penuh hormat dari para pelayan rumah.Setiba di rumah, keadaan menjadi lebih sunyi. Para pelayan rumah Luis seperti biasa menyambut tuan dan nyonya mereka. Namun, mereka justru menatap bingung satu sama lain saat sang nyonya yang biasanya begitu ramah, malam ini begitu dingin dan singkat berbincang dengan mereka. Hanya memberi pesan dan mengangguk sekilas, kemudian bergegas menaiki anak tangga menuju ke kamar.“Kalian pergilah. Bawa tas perlengkapan putraku ke kamarnya. Biar aku yang antarkan dia tidur nanti,” kata Luis pada para pelayan rumah yang membantu Luis menurunkan barang-barang belanjaan dan tas perlengkapan pribadi sang putra.“Baik, Tuan Luis. Kami permisi.”“Hm.” Luis hanya membalas gumaman rendah samar.“
Baca selengkapnya

Bab 72 | Hugo Kabur

Guncangan yang disebabkan cengkeraman kuat tangan Luis hampir saja meruntuhkan tulang tubuh Alice, jika saja ia tak segera menahan rahang tegas lelaki itu yang tak kalah kuat tengah menggeram.“Alasan apa lagi, kau memang ingin meninggalkan aku kan!?” sentak Luis penuh emosi. Ia tak menepis sentuhan kulit lembut telapak tangan sang istri. “Apa ini soal Devina? Dia bukan siapa-siapa untukku lagi. Aku sudah membalas budiku selama ini.”Sorot mata Luis kian menyalang penuh kobaran api. Ia menatap tajam nan kelam saat Alice tak mengeluarkan satu kata pun untuk membantah. Bahkan wanita itu justru menyibak selimut, lantas turun dari tempat tidur.Apakah Alice benar-benar ingin meninggalkan Luis lagi?“Alice!” Suara melengking tinggi Luis menyebar ke seluruh sudut ruang kamar. Tangan kuatnya mengepal kuat, saat melihat Alice tak peduli pada peringatan lelaki itu dan tetap berjalan mendekati pintu kamar. “Sekali kau keluar dari pintu itu, aku tidak aka–”Alice berbalik. Mata berwarna ben
Baca selengkapnya

Bab 73 | Identitas Dokter Nelson

Di kediaman besar keluarga besar Delano tengah terjadi perbincangan yang sedikit sengit antara ayah dan anak. Bahkan sang ibu begitu ketakutan untuk melerai kedua lelaki penuh kuasa itu.BRAK! Hantaman kuat dari telapak tangan besar di atas meja ruang tamu menjadi pembangun kesunyian di pertengahan malam. Menggugah siapa pun yang telah terlelap untuk bangun.Bahkan para pelayan rumah tak berani untuk meninggalkan tempat penuh ketegangan ini.“Kalian penculik!”“Masih kurang ajar mulutmu padaku! Dasar anak durhaka!”“Harusnya aku membunuhmu saat kau ada di kandungan ibumu.” Berkata lantang sangat marah, Tuan Besar Delano sudah tak tahu lagi bagaimana membuat sang putra tinggal di rumah ini. “Kau bukan anak tanpa adab. Kalau bukan kau menikahi wanita itu, mana mungkin kau kurang ajar begini.”“Aku sangat menghormatimu. Tapi, apa bedanya aku denganmu? Kau bahkan terus menyangkut pautkan orang yang sudah tiada. Masih bisakah aku menghormatimu?”“Tutup mulutmu!” Tuan Hendrick memb
Baca selengkapnya

Bab 74 | Rencana Tuan Hendrick

Suara besi gemerincing tengah menyelimuti ruang bawah tanah keluarga Delano. Tak hanya itu, suara jeritan kesakitan pula mendengung di ruangan penyiksaan tersebut.Sebuah layar pengendali menampilkan sosok utama Tuan Besar keluarga Delano. Lelaki penuh kuasa itu menatap dingin pada kondisi mengenaskan tubuh Hugo yang penuh luka memar dan rembesan darah dari berbagai sudut tubuh, terutama di sekitar perut. Karena luka tusuk lelaki itu kembali terbuka.“Kalian mengkhianatiku. Ini bukanlah kesepakatan yang kalian janjikan padaku,” ungkap Hugo penuh penekanan, “lepaskan aku. Jangan sampai aku membuat kalian menyesal.”“AAGGH!” jerit Hugo saat sebuah tendangan kuat menghancurkan tulang rahangnya dalam hitungan detik.“Dasar sampah. Berani kau berteriak lagi di depan Tuan Besar, aku akan mematahkan tulang lehermu.”“Cih, brengsek!” desis lirih Hugo sembari membuang ludah.“Katakan yang jelas pada Tuan Besar Delano, apa yang kau ketahui tentang wanita bernama Alice Gracia.”Pyarr!Se
Baca selengkapnya

Bab 75 | Dia Menaruh Dendam pada Alice

“Dia mencoba bunuh diri, Tuan Luis.” Laporan yang diterima dari sang anak buah membuat arah laju perjalanan jet pribadi Luis berubah.Sebuah pulau yang digunakan khusus untuk tempat penyiksaan para pengkhianat keluarga Pietro menjadi tujuan Luis, yang terpaksa juga harus mengajak sang istri untuk pertama kali.“Racun yang disimpan di balik lidah membuat kami hampir lengah,” tambahnya membuat Alice menggeleng berat begitu tak percaya, ia harus mendengar sebuah trik kejahatan seperti ini, “dia ternyata juga menyimpan bom ringan di tubuh, yang telah kami matikan.”Kondisi lelaki pembenci Alice juga tak kalah tragis dari keadaan Hugo yang tengah ditahan oleh keluarga Delano. Beberapa bagian tubuh lelaki itu tampak terlihat jejak luka bakar dari besi yang dipanaskan di atas tungku api besar.“Sangat pintar untuk seorang warga sipil. Apa kau juga tergabung dengan salah satu dari kelompok pembunuh bayaran bodoh itu?” tanya Luis untuk pertama kalinya. Mata tajam Luis menatap dingin, den
Baca selengkapnya

Bab 76 | Hari Itu Tiba

Baru kembali menginjak tanah kota Berlin, Alice sudah disajikan pemandangan yang tak biasa.Kacamata hitam diturunkan, sosok sang putra yang berada dalam gendongan Kakek Levon membuat seluruh kecemasan Alice seketika menguar.Ia mencoba mengangkat tangan, sebuah lambaian terayun di udara. Jelas sekali jika ia begitu merindukan sang putra.Sayangnya, bak gayung tak bersambut, Alice harus mengulum bibir dan hanya menyisakan setengah senyum saat mendapati wajah tampan Gerald memaling darinya.“Gerald masih marah padaku ....”Lengan yang tak kunjung lepas dari pinggang ramping Alice, membawa wanita itu menoleh ke kiri dengan mengangkat kepala, menatap Luis yang pula tengah menatap dirinya lekat.“Dia memang pantas marah padaku, Luis,” tambahnya lirih.“Kalau dia mau menjemput kita di sini, itu artinya putra kita hanya sedang sedikit merajuk. Ayo, ke sana. Aku yakin putra kita sudah merindukan daddy dan mommy-nya.” Luis membalas dengan nada lembut guna menghibur kesedihan sang istri
Baca selengkapnya

Bab 77 | Kungkungan Ingatan Masa Lalu

“Semakin lama Luis berada di sini, itu akan membuat Alice curiga. Bagaimana ini, Dokter? Cepat, lakukan sesuatu.”“... aku tidak mau salah satu di antara mereka mengingat kejadian di masa lalu,” tekan lelaki separuh baya itu sembari memandangi sang cucu dengan sorot mata gelisah.Suara Kakek Levon terdengar bergetar, saat melihat Luis terus-menerus mengerang kesakitan dengan tangan memegang kasar kepala seakan ingin meremukkan kepala itu.“... jangan mendekat! Kalian bukan orang tuaku, tapi iblis! Jangan sakiti aku lagi. Jangaan! To–tolong aku!”“Aaaggghh, sakittt! Kepalaku sakit sekali!” Terus saja kalimat itu diulang, membuat keadaan di ruangan tersebut makin tegang.Gejolak letupan emosi, khawatir, dan kecemasan bercampur menjadi satu saat melihat betapa hancurnya seorang Luis Pietro. Ingin sekali, Kakek Levon menghentikan teriakan kesakitan Luis, tapi segala upaya lelaki separuh baya itu terus berujung kegagalan.Dia mencoba mendekat, tapi kekuatan besar dari Luis membuat
Baca selengkapnya

Bab 78 | Kau Gadis Kecil Penolongku

“Luis, apa yang terjadi padamu? Apa aku sudah melakukan sesuatu sampai kamu mengabaikanku seperti ini?”“Tidak ada. Kau istirahat saja. Aku akan membawa Devina ke kamar tamu.”Lidah Alice seketika kelu. Tubuhnya pun membeku di tempat, saat Luis membiarkan Devina melingkarkan tangan di lengannya. Ada apa ini, bukankah mereka baik-baik saja dalam beberapa jam lalu?Punggung Luis dan Devina makin menghilang di pantulan berkaca-kaca Alice, tapi sebelum mereka benar-benar menghilang, Alice menangkap senyum jahat Devina yang begitu terang untuk dirinya.“Luis, kenapa kamu menyakitiku lagi?”“Mommy, jangan menangis. Gerald janji akan jaga daddy dari bibi penyihir itu,” ucap Gerald dengan lengan memeluk leher sang mommy, lantas menjatuhkan sisi kepala di dada.Alice meraih tangan mungil sang putra, lantas menggenggam lembut. Mata basah Alice bergerak pelan, tapi tanpa sadar justru tak sengaja bersitatap dengan Frans.Frans yang menyadari hal itu dengan cepat menundukkan kepala dalam.
Baca selengkapnya

Bab 79 | Luis Mau Pindah Rumah?

Luis mengerutkan dahi saat melihat respon Alice. Ia pikir akan mendapat tamparan atau umpatan kebencian, tapi lelaki itu justru mendapati sang istri tertawa kencang.“Hahaha, kamu pikir aku percaya? Mana mungkin orang tuaku meninggal karena bangkrut. Apalagi karena ditipu orang tuamu, konyol sekali. Kita sebelumnya itu ....”“Benar,” potong lembut Luis cepat.Sepasang telapak tangan besar lelaki itu membingkai wajah cantik Alice. Ingin sekali Luis menciumi bibir merah menggoda yang setengah terbuka di depannya dengan rakus, tapi seketika keinginan itu ia tepis jauh-jauh. Ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu, ia harus bersiap jika Alice akan kembali melayangkan gugatan cerai.“Benar apanya? Ini konyol, Luis. Aku bahkan belum pernah melihat orang tuamu.”“Benar kita sudah dijodohkan sejak kecil, Alice. Tapi, karena orang tuaku menipu orang tuamu, kepercayaan Kakek Sam hilang dan membatalkan pernikahan kita,tapi, karena keadaan keuangan Kakek Sam semakin memburuk,
Baca selengkapnya

Bab 80 | Keluarga Pietro Jatuh Miskin

“Kau baru bangun?” todong Kakek Levon dingin pada keberadaan Devina, yang seketika membuat wanita tersebut menoleh ke arah sang pemilik suara, “kau dan Alice memang beda. Sejak subuh Alice sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk semua orang. Sedangkan kau? Mengurus dirimu sendiri saja tidak becus.”“Kenapa Tuan Besar Levon masih begitu tak suka padaku? Sebentar lagi aku akan menggantikan status nyonya muda dari Nyonya Alice. Aku tak perlu bangun pagi, apa gunanya membayar pelayan, pekerja bulanan, dan pengawal lain? Lagi pula aku bukan seorang pelayan. Aku ini calon istri Luis Pietro,tugasku hanya memuaskan suamiku dan memberi keturunan. Bukan seperti Alice. Dia memang terlahir sebagai pelayan. Kakeknya saja hanya seorang tukang bunga,” sahut Devina tenang sembari memeriksa kuku cantiknya. Nada suara wanita itu begitu sinis, apalagi saat matanya sengaja melirik mencibir ke arah lelaki separuh baya tersebut yang sejak dulu selalu membela Alice.“Benar ‘kan, Tuan Besar Pietro?
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status