Suara besi gemerincing tengah menyelimuti ruang bawah tanah keluarga Delano. Tak hanya itu, suara jeritan kesakitan pula mendengung di ruangan penyiksaan tersebut.Sebuah layar pengendali menampilkan sosok utama Tuan Besar keluarga Delano. Lelaki penuh kuasa itu menatap dingin pada kondisi mengenaskan tubuh Hugo yang penuh luka memar dan rembesan darah dari berbagai sudut tubuh, terutama di sekitar perut. Karena luka tusuk lelaki itu kembali terbuka.“Kalian mengkhianatiku. Ini bukanlah kesepakatan yang kalian janjikan padaku,” ungkap Hugo penuh penekanan, “lepaskan aku. Jangan sampai aku membuat kalian menyesal.”“AAGGH!” jerit Hugo saat sebuah tendangan kuat menghancurkan tulang rahangnya dalam hitungan detik.“Dasar sampah. Berani kau berteriak lagi di depan Tuan Besar, aku akan mematahkan tulang lehermu.”“Cih, brengsek!” desis lirih Hugo sembari membuang ludah.“Katakan yang jelas pada Tuan Besar Delano, apa yang kau ketahui tentang wanita bernama Alice Gracia.”Pyarr!Se
“Dia mencoba bunuh diri, Tuan Luis.” Laporan yang diterima dari sang anak buah membuat arah laju perjalanan jet pribadi Luis berubah.Sebuah pulau yang digunakan khusus untuk tempat penyiksaan para pengkhianat keluarga Pietro menjadi tujuan Luis, yang terpaksa juga harus mengajak sang istri untuk pertama kali.“Racun yang disimpan di balik lidah membuat kami hampir lengah,” tambahnya membuat Alice menggeleng berat begitu tak percaya, ia harus mendengar sebuah trik kejahatan seperti ini, “dia ternyata juga menyimpan bom ringan di tubuh, yang telah kami matikan.”Kondisi lelaki pembenci Alice juga tak kalah tragis dari keadaan Hugo yang tengah ditahan oleh keluarga Delano. Beberapa bagian tubuh lelaki itu tampak terlihat jejak luka bakar dari besi yang dipanaskan di atas tungku api besar.“Sangat pintar untuk seorang warga sipil. Apa kau juga tergabung dengan salah satu dari kelompok pembunuh bayaran bodoh itu?” tanya Luis untuk pertama kalinya. Mata tajam Luis menatap dingin, den
Baru kembali menginjak tanah kota Berlin, Alice sudah disajikan pemandangan yang tak biasa.Kacamata hitam diturunkan, sosok sang putra yang berada dalam gendongan Kakek Levon membuat seluruh kecemasan Alice seketika menguar.Ia mencoba mengangkat tangan, sebuah lambaian terayun di udara. Jelas sekali jika ia begitu merindukan sang putra.Sayangnya, bak gayung tak bersambut, Alice harus mengulum bibir dan hanya menyisakan setengah senyum saat mendapati wajah tampan Gerald memaling darinya.“Gerald masih marah padaku ....”Lengan yang tak kunjung lepas dari pinggang ramping Alice, membawa wanita itu menoleh ke kiri dengan mengangkat kepala, menatap Luis yang pula tengah menatap dirinya lekat.“Dia memang pantas marah padaku, Luis,” tambahnya lirih.“Kalau dia mau menjemput kita di sini, itu artinya putra kita hanya sedang sedikit merajuk. Ayo, ke sana. Aku yakin putra kita sudah merindukan daddy dan mommy-nya.” Luis membalas dengan nada lembut guna menghibur kesedihan sang istri
“Semakin lama Luis berada di sini, itu akan membuat Alice curiga. Bagaimana ini, Dokter? Cepat, lakukan sesuatu.”“... aku tidak mau salah satu di antara mereka mengingat kejadian di masa lalu,” tekan lelaki separuh baya itu sembari memandangi sang cucu dengan sorot mata gelisah.Suara Kakek Levon terdengar bergetar, saat melihat Luis terus-menerus mengerang kesakitan dengan tangan memegang kasar kepala seakan ingin meremukkan kepala itu.“... jangan mendekat! Kalian bukan orang tuaku, tapi iblis! Jangan sakiti aku lagi. Jangaan! To–tolong aku!”“Aaaggghh, sakittt! Kepalaku sakit sekali!” Terus saja kalimat itu diulang, membuat keadaan di ruangan tersebut makin tegang.Gejolak letupan emosi, khawatir, dan kecemasan bercampur menjadi satu saat melihat betapa hancurnya seorang Luis Pietro. Ingin sekali, Kakek Levon menghentikan teriakan kesakitan Luis, tapi segala upaya lelaki separuh baya itu terus berujung kegagalan.Dia mencoba mendekat, tapi kekuatan besar dari Luis membuat
“Luis, apa yang terjadi padamu? Apa aku sudah melakukan sesuatu sampai kamu mengabaikanku seperti ini?”“Tidak ada. Kau istirahat saja. Aku akan membawa Devina ke kamar tamu.”Lidah Alice seketika kelu. Tubuhnya pun membeku di tempat, saat Luis membiarkan Devina melingkarkan tangan di lengannya. Ada apa ini, bukankah mereka baik-baik saja dalam beberapa jam lalu?Punggung Luis dan Devina makin menghilang di pantulan berkaca-kaca Alice, tapi sebelum mereka benar-benar menghilang, Alice menangkap senyum jahat Devina yang begitu terang untuk dirinya.“Luis, kenapa kamu menyakitiku lagi?”“Mommy, jangan menangis. Gerald janji akan jaga daddy dari bibi penyihir itu,” ucap Gerald dengan lengan memeluk leher sang mommy, lantas menjatuhkan sisi kepala di dada.Alice meraih tangan mungil sang putra, lantas menggenggam lembut. Mata basah Alice bergerak pelan, tapi tanpa sadar justru tak sengaja bersitatap dengan Frans.Frans yang menyadari hal itu dengan cepat menundukkan kepala dalam.
Luis mengerutkan dahi saat melihat respon Alice. Ia pikir akan mendapat tamparan atau umpatan kebencian, tapi lelaki itu justru mendapati sang istri tertawa kencang.“Hahaha, kamu pikir aku percaya? Mana mungkin orang tuaku meninggal karena bangkrut. Apalagi karena ditipu orang tuamu, konyol sekali. Kita sebelumnya itu ....”“Benar,” potong lembut Luis cepat.Sepasang telapak tangan besar lelaki itu membingkai wajah cantik Alice. Ingin sekali Luis menciumi bibir merah menggoda yang setengah terbuka di depannya dengan rakus, tapi seketika keinginan itu ia tepis jauh-jauh. Ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu, ia harus bersiap jika Alice akan kembali melayangkan gugatan cerai.“Benar apanya? Ini konyol, Luis. Aku bahkan belum pernah melihat orang tuamu.”“Benar kita sudah dijodohkan sejak kecil, Alice. Tapi, karena orang tuaku menipu orang tuamu, kepercayaan Kakek Sam hilang dan membatalkan pernikahan kita,tapi, karena keadaan keuangan Kakek Sam semakin memburuk,
“Kau baru bangun?” todong Kakek Levon dingin pada keberadaan Devina, yang seketika membuat wanita tersebut menoleh ke arah sang pemilik suara, “kau dan Alice memang beda. Sejak subuh Alice sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk semua orang. Sedangkan kau? Mengurus dirimu sendiri saja tidak becus.”“Kenapa Tuan Besar Levon masih begitu tak suka padaku? Sebentar lagi aku akan menggantikan status nyonya muda dari Nyonya Alice. Aku tak perlu bangun pagi, apa gunanya membayar pelayan, pekerja bulanan, dan pengawal lain? Lagi pula aku bukan seorang pelayan. Aku ini calon istri Luis Pietro,tugasku hanya memuaskan suamiku dan memberi keturunan. Bukan seperti Alice. Dia memang terlahir sebagai pelayan. Kakeknya saja hanya seorang tukang bunga,” sahut Devina tenang sembari memeriksa kuku cantiknya. Nada suara wanita itu begitu sinis, apalagi saat matanya sengaja melirik mencibir ke arah lelaki separuh baya tersebut yang sejak dulu selalu membela Alice.“Benar ‘kan, Tuan Besar Pietro?
“Luis ... katakan padaku, kalau semua ini tidak nyata kan?”Luis melirik. Ia sedikit terkejut saat menyadari Devina tiba-tiba memeluknya dari belakang. Luis pikir setelah menolak dirinya, wanita ini akan langsung pergi. Nyatanya tak semudah itu.Namun, lelaki itu juga sudah menduga jikalau Devina akan mengikuti dirinya sampai ke ruang kerja. Dan dengan sengaja, Luis membuka pintu lebar-lebar untuk menyambut kedatangan Devina.Sisi wajah ditenggelamkan di punggung panjang Luis. Devina semakin memeluk erat lelaki itu.Fakta yang tadi didengar dari Luis dan Frans masih tak ingin wanita itu percayai.Bukankah fakta itu begitu konyol jika seorang Luis Pietro seketika bangkrut dalam hitungan jam?“Kamu bohong padaku kan? Ini semua hanya trik untuk membuat Alice kembali menceraikanmu bukan?” tambah Devina masih gigih menodong pernyataan untuk dikonfirmasi oleh Luis, “dari dulu kamu kan memang tidak pernah suka dengan wanita kampungan itu.”Sementara itu, tanpa Luis dan Devina sadari,