All Chapters of TERPAKSA MEMBIAYAI PESTA PERNIKAHAN ADIKKU: Chapter 11 - Chapter 20

49 Chapters

Langkah Pertama

“Udah, udah! Malah ngelantur ngalor ngidul bahasannya! Ngapain sih, pakai bahas yang nggak-nggak segala? Zara, masuk kamar kamu sana!” Ayah tumben-tumbennya membentak Zara. Zara pun langsung mengerucutkan bibirnya. Dia kelihatan sangat kesal pada Ayah. Kertas yang sudah selesai ditanda tangani olehnya pun diberikannya kepadaku. “Ini, Mbak,” kata Zara sambil bangkit dari duduknya. Aku pun menerima kertas tersebut. Kumasukkan semuanya ke dalam satu map folder berwarna merah. Semua lengkap ada di sini. Mulai dari kuitansi, kertas yang telah ditanda tangani oleh keluarga angkatku, sampai surat bukti penggadaian sertifikat rumah beserta BPKB motor Ayah juga ada di dalam map tersebut. “Agni, baiknya kamu ngantor sekarang!” tegur Ibu sambil ikut bangkit. “Iya, Ag! Jangan bolos kelamaan. Nanti bosmu marah,” timpal Ayah penuh perhatian. Cie, perhatian nih, ye! Mentang-mentang sudah diberi u
Read more

Ibu Kos yang Baik

Melihat tatapan tajam ibu, kuurungkan niatku. "Baik, Bu. Insyaallah aku kasbon. Udah, ya, Bu. Nanti kalau nggak ngantor-ngantor, aku dipecat, nih,” ucapku mulai eneg dengan kalimat mengada-ada Ibu. Kusambar tangan Ibu cepat lalu kucium tangannya. “Udah dua kali kamu cium tangan Ibu, Ag! Dasar oon! Jadi anak kok, lupaan, sih! Otakmu itu kaya komputer jadul!” maki Ibu lagi-lagi menoyor keningku. Aku tak bisa berucap lagi. Hanya bisa diam sambil menelan liurku yang terasa sangat pahit. Nasib jadi anak oon. Selalu saja dicaci maki ibu angkat sendiri. Langkahku langsung kupercepat menuju kamar. Aku cek dan ricek, apakah ada barang-barang penting yang ketinggalan. Ternyata tidak ada. Hanya tersisa pakaian lusuh saja di dalam lemari. Mau diambil Ibu sama Zara, ya silakan. Mau dijadikan kain pel juga boleh! Kunci kamar sengaja kucantelkan di pintu. Kututup pintu kamarku tanpa aku menguncinya lagi seperti bias
Read more

Pak GM

Aku kaget. Apa? Mau dikenalkan sama anaknya yang punya kostan? “Aduh, saya gendut begini, Bu. Belum percaya diri buat kenalan sama cowok. Malu. Takutnya Mas Bagas ilfeel lihat badan saya yang sebesar toren air,” kataku rendah diri. “Nggak apa-apa, Mbak Agni! Nanti ya, Ibu kenalin malam ini juga kalau Mbak nggak ada acara. Nanti malam, datang ke rumah, ya. Kita makan malam sama-sama. Ajak Mbak Sandra juga kalau dia nggak ada kesibukan. Bagaimana, Mbak?” tanya Bu Sri bersemangat. Belum sempat aku menjawab tawarannya Bu Sri, tiba-tiba ponselku malah berdering dari saku depan ranselku. Buru-buru aku membalik posisi ransel dan Bu Sri pun segera melepaskan rangkulannya. “Diangkat dulu, Mbak, teleponnya!” kata Bu Sri ikut panik melihat ekspresiku yang agak kelabakan. Ketika ponsel berhasil kuraih, betapa syoknya aku saat melihat nama yang tertera di layar. Ternyata telepon tersebut dari Pak GM alias si genera
Read more

Aneh...?

Nada Pak GM seperti orang yang menginterogasi. Apa dia pikir aku ke kostannya pacarku? “Kostanku, Pak,” sahutku pelan. “Lah, kamu kan, orang asli sini. Ngapain kamu ngekost segala? Ada masalah keluarga yang kamu bilang di telepon tadi? Emangnya masalah apa?” Pak GM bertanya tanpa henti sampai membuat kepalaku pusing sendiri. Aku menunduk sejenak. Bingung harus menjawab seperti apa. Di satu sisi, ini adalah aib keluargaku. Namun, di sisi lain, tidak mungkin aku sembunyikan saat Pak GM sudah telanjur tahu jika alasan keterlambatanku adalah karena masalah keluarga. “S-sebenarnya ….” Aku masih menggantung kalimatku. Tak enak mau memulai cerita ini. “Sebenarnya apa? Kamu kalau cerita, yang lengkap, dong!” desak Pak GM yang memiliki manik mata kecokelatan dan rambut pendek yang ditata dengan potongan cepak.Rambut beliau kemarin sempat gondrong, tapi karena diledek anak-anak mirip perempuan, tak lama langsung dia potong
Read more

Yang Menanam, Akan Menuai

Aku makin terkejut saja dengan ucapan Pak GM. Makin tidak masuk akal, pikirku. “Kenapa kamu bengong aja? Ini buku menunya. Pesan sekarang! Awas kalau nggak!” ancam Pak GM sambil menyambar buku menu di samping laptopnya, lalu melemparkan buku tersebut ke arahku. Aku sampai gelagapan saat menangkap buku tersebut. “P-pak, eh, Mas, saya disuruh ke sini bukan buat ikut meeting?” tanyaku resah. “Yang bilang mau meeting itu siapa? Orang aku ngajak makan! Cepetan! Perutku udah lapar!” Astaghfirullah! Mimpi apa aku semalam? Aku bela-belakan naik motor ngebut, ternyata cuma buat diajak makan oleh lelaki aneh di sebelahku ini. “Makasih, Mas,” lirihku sambil membuka lembaran buku menu. “Sama-sama. Nggak usah cerita sama yang lain. Nanti yang lain kepengen juga!” “Siap.” “Jadi, kamu kost di tempatnya Sandra? Kapan-kapan, nanti kalau berangkat ngantornya bareng, kamu
Read more

Tak Sadar Kehilangan Sapi Perah

Melihat mata nyalang Mega yang penuh dendam, Zara menciut nyalinya. Dia tak mau lagi bertanya-tanya, karena ngeri bila mood ibunya jadi berantakan. Apalagi, dia sedari tadi sudah deg-degan takut kena marah karena sudah hamil duluan. “Baik, Bu. Kalau begitu, aku akan bilang Mas Farhaaz kalau Ibu sama Ayah mau ketemu sama dia.” “Kasih tahu ke Farhaaz kalau dia nggak perlu takut dicaci maki sama kami berdua. Ibu dan Ayah senang kalian menikah meskipun dengan cara begini. Titip salam ke dia juga, bilang kalau Ibu dan Ayah nggak sabar lagi buat melihat kalian berdua bersanding di atas pelaminan.” Senyuman Mega yang penuh kelicikan itu kini terulas sangat lebar. Seandainya saja Agni mendengar, mungkin hati gadis malang itu bakal hancur berkeping-keping. Sungguh, Mega telah berlaku zalim kepada anak angkatnya sendiri. *** Kejadian sore hari setelah uang Rp. 125.000.000., diserahkan …. Petang semakin pekat. Matahari telah terbena
Read more

Psikiater

Aku dipaksa memesan banyak makanan oleh Pak GM. Dengan menahan rasa malu sekaligus tak enak hati yang mendalam, aku pun melaksanakan perintahnya. Cukup banyak yang kupesan siang itu. Ada kare udon, tempura, dimsum seafood, salad buah, es campur kacang merah, dan es rujak timun. Perutku sampai mau pecah gara-gara kekenyangan. “Kamu mau bungkus nggak buat di kostan nanti?” tawar Pak GM setelah kami selesai makan. Pak GM curang. Aku yang ditugaskannya makan banyak, sementara dia sendiri, hanya makan kare udon dan es rujak timun saja. “Nggak usah, Mas Nat. Lagian, aku udah kenyang banget. Kayanya nggak makan lagi sampe besok pagi,” sahutku sambil tersandar di dinding belakang sofaku. Ergh! Suara sendawaku kencang sekali. Sialan! Betapa malunya aku gara-gara suara sendawa yang begitu lancang keluar dari mulut tanpa permisi tersebut. “Hahaha! Lucu amat kamu sendawa, Ag? Udah kaya suara halilint
Read more

Kebaikan Hatinya

“M-mas Nat, maafin aku,” gagapku tak enak hati. “Santai aja. Nggak apa-apa, kok. Cuma kamu orang kantor yang tahu masalah ini.” Jantungku makin deg-degan. Rahasia besar ini harus kujaga baik-baik. Pada siapa pun, termasuk Sandra yang sahabat karib di kantor juga tak akan kuberi tahu. “Kalau kamu mau nyebarin ke anak-anak, ya, silakan. Bukan aib. Sekarang aku bukan ODGJ lagi. Tapi, mantan ODGJ. Hahaha!” Pak GM tertawa geli lagi. Wajahnya makin memerah. Apakah di balik tawa gelinya itu tersimpan sebuah kesedihan yang mendalam? “Maaf, Mas. Aku bukan tipikal tukang gosip yang bakalan nyebarin ke orang-orang tentang rahasianya orang lain,” sahutku tegas demi meyakinkan kepada Pak GM bahwa rahasianya akan aman sentosa. “Aku tahu kok, Ag. Dari sekian banyak cewek di kantor, kamu yang paling unik. Nggak suka gosip, kerjanya cepat, dan nggak pernah itung-itungan tenaga sama perusahaan. Makanya kar
Read more

POV Author: Pusing Tujuh Keliling

“Bu, ada apa?” Zulkifli yang semula berada di dapur sambil merenungi tudung saji yang kosong itu pun buru-buru mendatangi istrinya setelah mendengar suara teriakan yang cukup kencang. Dia syok melihat Mega tengah terduduk lemas di depan lemari pakaiannya Agni yang sudah sisa sedikit lagi pakaian yang tertinggal. Gegas Zulkifli menghambur pada Mega. Istrinya itu kini tengah tergugu kencang. “Yah, Agni kabur! Dia minggat dari rumah, Yah!” jerit Mega histeris sambil menunjuk ke arah lemari pakaian anak angkat mereka. Zulkifli pun cepat berdiri lalu mengecek isi setiap lemari milik Agni. Apa yang dikatakan istrinya sangat benar. Dari tanda-tanda lemari pakaian yang tak lagi penuh isi, sepertinya Agni memang kabur dari rumah. “Sialan!” gumam Zulkifli jengkel. “Bisa-bisanya anak itu kabur, Bu!” jerit Zulkifli mendendam seraya mengangkat kedua tangan sang istri supaya buru-buru bangkit dari duduknya.
Read more

Cemburu?

Pak GM yang kini kusapa sebagai Mas Nat itu nyatanya tidak hanya membawaku ke supplier ATK alias alat tulis kerja yang biasa kami pakai jasanya untuk pengadaan di kantor. Setelah itu, beliau malah membawaku lagi ke mal. Hal yang sangat di luar eskpektasiku. “Nggak langsung balik ke kantor, Mas?” tanyaku resah saat mobil telah berhasil dia parkirkan ke basement mal Fortuna. “Nggak. Aku mau beli tas buat pergi undangan nikahannya sepupuku. Bisa kan, kalau kamu nemenin dulu?” Sorot mata Mas Nat kelihatan setajam elang. Tentu aku tidak bisa menolak. Hanya anggukan saja yang kusuguhkan pada pria dengan hidung mancung tersebut. Mas Nat yang memiliki tubuh tinggi dan proporsional dengan tatanan rambut cepak khas militer itu pun keluar dari mobilnya. Sudah seharian kami bersama hingga jelang sore ini, tubuhnya sama sekali tidak berbau keringat. “Mas, aku boleh nggak sih, mampir salat bentar? Waktu Zuhur udah mau habis sepul
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status