“Bu, ada apa?” Zulkifli yang semula berada di dapur sambil merenungi tudung saji yang kosong itu pun buru-buru mendatangi istrinya setelah mendengar suara teriakan yang cukup kencang. Dia syok melihat Mega tengah terduduk lemas di depan lemari pakaiannya Agni yang sudah sisa sedikit lagi pakaian yang tertinggal. Gegas Zulkifli menghambur pada Mega. Istrinya itu kini tengah tergugu kencang. “Yah, Agni kabur! Dia minggat dari rumah, Yah!” jerit Mega histeris sambil menunjuk ke arah lemari pakaian anak angkat mereka. Zulkifli pun cepat berdiri lalu mengecek isi setiap lemari milik Agni. Apa yang dikatakan istrinya sangat benar. Dari tanda-tanda lemari pakaian yang tak lagi penuh isi, sepertinya Agni memang kabur dari rumah. “Sialan!” gumam Zulkifli jengkel. “Bisa-bisanya anak itu kabur, Bu!” jerit Zulkifli mendendam seraya mengangkat kedua tangan sang istri supaya buru-buru bangkit dari duduknya.
Pak GM yang kini kusapa sebagai Mas Nat itu nyatanya tidak hanya membawaku ke supplier ATK alias alat tulis kerja yang biasa kami pakai jasanya untuk pengadaan di kantor. Setelah itu, beliau malah membawaku lagi ke mal. Hal yang sangat di luar eskpektasiku. “Nggak langsung balik ke kantor, Mas?” tanyaku resah saat mobil telah berhasil dia parkirkan ke basement mal Fortuna. “Nggak. Aku mau beli tas buat pergi undangan nikahannya sepupuku. Bisa kan, kalau kamu nemenin dulu?” Sorot mata Mas Nat kelihatan setajam elang. Tentu aku tidak bisa menolak. Hanya anggukan saja yang kusuguhkan pada pria dengan hidung mancung tersebut. Mas Nat yang memiliki tubuh tinggi dan proporsional dengan tatanan rambut cepak khas militer itu pun keluar dari mobilnya. Sudah seharian kami bersama hingga jelang sore ini, tubuhnya sama sekali tidak berbau keringat. “Mas, aku boleh nggak sih, mampir salat bentar? Waktu Zuhur udah mau habis sepul
Mega dan Zulkifli sibuk mempersiapkan diri mereka untuk makan ke luar bersama calon menantunya. Yang paling bersemangat penuh gegap gempita adalah Mega. Mulai dari pakaian, hijab, hingga sandal yang dia pakai, semuanya mentereng dengan warna merah. Bagai orang yang mau berangkat hajatan Mega berdandan. Jilbabnya bling-bling merah, gamisnya juga merah dengan payet warna emas di dada, lalu sandalnya tinggi dan berhias mutiara tiruan di bagian atasnya. Pasangan suami istri mata duitan itu pun langsung menungg kedatangan Farhaaz dan Zara di teras. Tak lama kemudian, mobil HRV abu-abu milik mantan pacar dari Agni itu pun tiba di depan gerbang rumahnya Zulkifli. “Bu, ayo! Itu Farhaaz udah datang!” seru Zulkifli sambil bangkit dari duduknya. Zulkifli sama menterengnya dengan sang istri. Sepatu pantofel hitam mengkilap yang hanya dipakai untuk pergi hajatan itu akhirnya keluar dari kotaknya. Celana bahan dan kemeja warna merah darah juga
“Oh, ini? Ng … ini dibeliin sama Pak GM, San. Tapi aku bayar ke dia lagi nyicil, kok. Dipotong gaji,” gagapku berbohong pada Sandra.Wajah Sandra yang semula tegang dan seperti orang yang mau marah itu, langsung berubah tersenyum.“Oh, aku kirain Pak GM beliin cuma-cuma buat hadiah ke kamu gitu. Tapi, enak juga kalau dibeliin kaya gitu bisa potong gaji, Ag. Reward apa gimana, Ag?” tanya Sandra masih kelihatan penasaran.“Iya, San. Reward karena udah stay delapan tahun kerja di perusahaan.”Huhft! Sumpah, ini rasanya sangat menegangkan. Yang aku bingung, kenapa juga aku harus berbohong kepada sahabatku sendiri? Tapi, yang lebih membingungkan lagi, kenapa juga Sandra harus pasang wajah tak terima saat memergoki Pak GM mengantar dan membelikanku sebuah tas mahal? Sungguh, masih menjadi misteri besar di kepalaku.“Keren! Aku ikut seneng, Ag. Ayo, naik! Kita masuk ke dalam,” ajak Sandra sambil menyuruhku naik ke atas motornya.Aku pun membonceng di belakang dengan seabrek barang di
“Selamat pagi, Pak GM. Maaf ya, Pak, saya agak telat ke sini. Tadi, saya harus memeriksa beberapa dokumen penting dari staf,” ujar Farhaaz dengan memperlihatkan senyuman palsunya kepada Irmansyah, atasan langsungnya alias Pak GM.Pria berusia 46 tahun yang bertubuh tinggi besar dengan raut wajah yang masih fresh berkat rutin berangkat ke gym tersebut langsung mengangkat wajahnya dari layar laptop. Senyuman Irmansyah pun melebar saat memperhatikan kedatangan Farhaaz. “Oh, silakan duduk, Pak Farhaaz,” sahut Irmansyah sembari menunjuk ke kursi di depannya.“Ada apa ya, Pak? Saya jadi deg-degan karena pagi-pagi begini sudah disuruh menghadap ke ruangan,” kata Farhaaz sambil duduk di depan sang bos.Farhaaz sebenarnya santai saja. Dia hanya berpura-pura punya beban moral karena dipanggil oleh sang bos yang dinilainya orang paling selow sedunia tersebut. Bagaimana tidak selow, wong Farhaaz sering tidak ada di tempat saat jam kerja saja, Irmansyah tak pernah protes.“Nggak, cuma kepen
Di lantai satu, Nathan mendatangi Farhaaz dengan raut wajah penuh amarah dan dendam. Pria tinggi dengan hidung mancung dan manik mata cokelat itu marah besar saat melihat Farhaaz tanpa rasa berdosa malah bangkit dari kursi tunggunya.Farhaaz menghampiri mantan bosnya itu dengan senyuman yang semringah. Dia sangka, Nathan sedang kebetulan turun ke lantai dasar untuk sebuah keperluan. Dia tak menduga bahwa Nathan ternyata sengaja datang ke bawah hanya buat menghadiahi lelaki bajingan itu hujatan serta caci makian.“Pak Nathan! Apa kabar, Pak?” tegur Farhaaz ramah dengan wajah yang masih merekahkan senyuman termanis.Plak!Brug!Tinju Nathan langsung menghunjam ke wajah tampannya Farhaaz. Dua kali bogem mentah itu mendarat ke pipi kiri dan kanan rival barunya tersebut. Farhaaz yang tidak siap itu langsung terenyak ambruk di lantai.Pikiran Farhaaz mendadak blank. Dia syok dengan kejadian pagi ini yang sangat tak terduga-duga. Pertama, dirinya disuruh mengajukan surat pengunduran d
“Apa-apaan sih, kamu pake acara nyusulin aku ke sini segala, Ra? Kamu udah bikin aku malu!” sentak Farhaaz kepada Zara ketika gadis itu berhasil diseretnya ke dalam mobil. Plak! Zara mendapatkan tamparan keras kembali oleh pacar barunya tersebut. Pria yang semula bermulut semanis tebu itu akhirnya menampakkan watak aslinya kepada Zara. Gadis lemah yang tengah berbadan dua itu langsung tersandar di kursi penumpang dengan darah segar yang mengalir dari ujung bibirnya. “Mas! Ya Allah, sakit banget, Mas! Kenapa kamu nggak henti-hentinya nyakitin aku begini, Mas?” lirih Zara lemah sambil memegangi bibirnya yang masih mengucurkan darah segar. “Kamu perempuan sialan! Perempuan yang selalu bikin aku kesal dan marah! Lancangnya kamu buntutin aku sampe ke kantornya Agni. Puas kamu udah bikin aku malu?” jerit Farhaaz lagi dan diakhiri dengan ludah yang mendarat mulus ke wajahnya Zara. Habis sudah harga diri Zara
“Ag, motormu tinggalin aja di kantor. Kamu pulang sama aku.” Saat aku hendak mengemasi mejaku karena sudah saatnya jam pulang, Mas Nat tiba-tiba saja menyembulkan kepalanya ke kubikelku. Tentu aku terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba itu. Sejak insiden memalukan tadi pagi, aku memang sempat masuk ke ruangan Mas Nat lagi dan melanjutkan pekerjaan kami yang tertunda. Namun, sepanjang berada di ruangannya Mas Nat, aku memilih buat bungkam. Begitu juga dengan Mas Nat. Ketika jam makan siang tiba pun, aku dan lelaki itu berpisah. Aku memilih buat makan di kantin bawah sendirian, bahkan tanpa Sandra yang entah kenapa tiba-tiba seperti sedang mendiamiku. Setelah jam makan siang, aku kembali ke kubikelku karena pekerjaan di ruangannya Mas Nat sudah kuselesaikan semua. Hingga jam kepulangan ini, aku baru bersua kembali dengan Mas Nat. Dan lelaki itu tiba-tiba saja datang dengan suaranya yang cukup keras. Aku bangkit dari kubikelku.