All Chapters of Penderitaan Istri Kedua Suamiku: Chapter 11 - Chapter 20

66 Chapters

11. Bagaimana Rasanya Menjadi Seorang Ibu?

Yulia membulatkan matanya saat melihat istri Alan sudah berdiri di depan rumahnya dengan tersenyum lembut. "Hay, aku tidak mengganggu, kan?" tanyanya pada Yulia yang masih diam mematung. "Eh, i-iya. Tidak, kok, Mbak." "Aku boleh masuk?" tanyanya menunjuk ke dalam."I-iya, boleh. Silahkan," ucap Yulia dengan keterkejutan yang masih belum hilang.Aira mengedarkan pandangan ke seisi ruangan, ia duduk di kursi dengan anggun. "Mbak sendirian ke sini?" tanya Yulia membuat Aira mengerutkan dahi. "Eh, m-maksud saya ... Mbak tau dari mana saya tinggal di sini?" tanyanya meralat pertanyaan pertama. Yulia tak sadar kalau pertanyaannya itu dapat menimbulkan Aira salah faham mengira Yulia mengharapkan kedatangan Alan."Oh, itu masalah yang mudah. Aku tanya Mas Alan dan minta datang ke sini sendiri," jelasnya membuat Yulia semakin merasa tak enak."Memangnya ada apa?" tanyanya dengan takut. Ia takut, kalau kedatangan Aira ke sini untuk melabraknya. Tak jauh dari sikap Vina padanya beberapa hari
Read more

12. Arsyila Nuha

"Nanti kita tinggal satu rumah, mau kan?" tanya Aira dengan penuh harap. Yulia tak menjawab, ia bahkan terlihat sangat terkejut mendengar permintaan gila Aira. Kecemasan seketika menyeruak menguasai dirinya. Sosok Vina yang ia sangka ibunya Aira sudah pasti terus menindasnya kalau sampai tinggal satu rumah. "Ya? Mau ya?" tanya Aira lagi. "Em, Mbak, aku tidak enak," jawabnya sambil meringis. "Kenapa tidak enak?" "Memangnya Mbak mau tinggal satu atap denganku? Dengan wanita yang sudah berani meminta suami Mbak?" tanyanya dengan ekspresi polos. Aira terkekeh, Yulia ini memang kadang perkataannya tajam, tetapi justru Yulia sendiri pun tak sengaja dan tak bermaksud menyinggung siapapun. Itu semua karena sifatnya yang terlalu polos. "Gak apa-apa. Mbak juga ingin ikut mengurus Cilla. Boleh, kan?" "Oh, i-iya." Yulia terpaksa mengangguk, ia dapat melihat raut wajah Aira yang langsung berubah ceria saat melihat Cilla. Bahkan Aira pun terus saja berceloteh bahasa anak kecil sambil mengusap
Read more

13. Trauma

"Memang apa yang anda lihat dari dia?" tanya Rudi, ayahnya Yulia dengan tersenyum mengejek pada Alan. Mendengar pertanyaan ayahnya, Yulia merasa sakit hati. Bagaimana bisa ayahnya jadi begitu membencinya? Bahkan sangat merendahkannya di hadapan orang lain? Apakah segampang itu kasih sayang yang dulu selalu ia tunjukan berganti sepenuhnya dengan kebencian? Bahkan tak terlihat sedikitpun sorot kerinduan di matanya. Sedangkan Ibunya Yulia yang memang mempunyai sikap garang hanya diam, seperti kedatangan tamu tak diharapkan."Untuk itu, saya punya alasan tersendiri, Pak." jawab Alan membuat Rudi mengangkat sebelah alisnya. "Alasan tersendiri? Oh, saya mengerti. Pria mana yang akan menginginkan wanita bercitra buruk sepertinya dengan tulus? Anda mempunyai maksud lain, kan?" Tanyanya semakin merendahkan Yulia. Yulia terus menunduk, kedua tangannya meremas kuat rok yang ia kenakan untuk melampiaskan rasa sesak dan sakit di hati akibat sikap kedua orang tuanya. Yulia merasa malu dan merasa
Read more

14. Memendam Luka

Hari menjelang sore saat Alan dan Yulia pulang. Vina langsung menyambut kedatangan mereka dengan berpangku tangan. "Assalaamu'alaikum, Bu?" ucap Alan."Wa'alaikumussalaam ... " Vina membiarkan tangannya di cium Alan, tetapi memalingkan wajahnya. Yulia yang berdiri di samping Alan berdiri dengan bingung, takut disebut tak sopan, ia pun membungkukkan badannya dan hendak meraih tangan Vina. Namun, persis seperti apa yang wanita itu takutkan, Vina mengamankan tangannya dari Yulia. Yulia menutup telapak tangannya dengan perlahan, lalu menegakkan kembali tubuhnya. Alan yang melihat itu tak berbicara apa-apa karena Vina takkan mau mendengarkan apapun tentang pembelaan Yulia. "Ayo masuk." Alan langsung mengajak Yulia masuk, Vina sampai terheran-heran melihat sikap Alan yang sedikit lebih mengakrabkan diri pada Yulia. 'Jangan-jangan sesuatu yang aku takutkan benar terjadi selama mereka bersama?' Hatinya bermonolog. Ia pun segera mengikuti keduanya masuk ke dalam rumah. "Loh, Bu, Aira mana?"
Read more

15. Ibunya Sudah Meninggal

Sebagai sesama perempuan, tentu Maulida dapat ikut merasakan apa yang temannya itu sedang rasakan detik ini. Tak ayal itu membuat matanya ikut berair, Maulida terus menepuk-nepuk punggung Aira dengan lembut."Yang kuat. Kamu hebat, Aira. Aku saja belum tentu bisa sepertimu. Kamu sangat hebat!" ucap Maulida dengan serak menahan isakan. Aira masih terus menangis, dan Maulida terus menghiburnya. "Aira, setiap rasa sakit yang dapat kamu sembunyikan dari suamimu akan berganti dengan pahala yang tak ternilai. Kamu akan mendapatkan derajat yang tinggi jika kamu mampu menata hati dan berlapang dada. Alan itu suami yang baik, aku yakin dia akan menjadi penengah yang baik untuk kalian." Aira melepaskan pelukan, isakannya mulai mereda. Ia pun menampilkan senyuman yang malah membuat siapapun yang melihatnya menjadi ikut sakit hati."Aku pasti kuat, Nda. Aku sudah memutuskan, aku tidak akan menyerah. Tetapi tak mudah mengabaikan rasa sakit yang mendera." Maulida tersenyum, ia membantu membenarkan
Read more

16. Kelopak Mawar

"Cilla tidur bersamaku, ya, Yul?" tanya Aira pada Yulia. Kini mereka baru selesai menunaikan shalat isya berjamaah dengan Maulida. Sedangkan Alan, memilih shalat ke mesjid. "Tidak usah, Mbak," jawabnya dengan sungkan."Tidak apa-apa, biar Cilla malam ini tidur denganku. Aku ingin merasakan menjadi ibu di malam hari. Waktu itu kan aku sudah merasakan pada siang hari," jawab Aira disertai cengiran khasnya. Lagi-lagi itu yang Aira jadikan alasan. Jika sudah begitu, bagaimana Yulia bisa menolak? Toh, kini Cilla bukan hanya anaknya, kan?"Tapi ... nanti Mbak kerepotan, loh." "Enggak, Yul. Malah aku bakalan senang kalau kamu izinkan. Ya, boleh, ya?" Aira menampilkan wajah memelas, membuat Yulia menelan ludah. "B-baiklah." "Asyik, makasih, Yul. Aku janji bakalan jadi ibu yang baik buat Cilla." Yulia menanggapi dengan senyuman kikuk. Ia bukan anak kecil yang tak mengerti maksud terselubung dibalik permintaan Aira itu. Tapi ia benar-benar tak habis fikir, bagaimana bisa ada istri yang sa
Read more

17. Sedikit Perbedaan

Merasa tak kuat lagi, Yulia pun bangkit dengan cepat dan mengatur deru nafasnya yang sempat memburu. Ia takut, ia cemas, ia juga tak berani melakukannya. Alan hanya milik Aira, itu tekad di hatinya."Mas!" Yulia membalikkan badan, menatap Alan yang kini sudah menjadi suaminya itu dengan tatapan datar. "Jangan!" Satu kata itu berhasil membuat Alan heran. Ia menatap istri mudanya itu dengan penuh tanya. "Jangan lakukan ini. Saya ... Saya tahu Mas sangat mencintai Mbak Aira. Saya juga sudah sangat berdosa padanya. Saya tidak mau menambah lukanya."Alan masih membisu, ia berusaha mencerna apa yang dikatakan Yulia dan mencari kesungguhan dalam sorot matanya."Saya sudah sangat berterima kasih dengan Mas Alan menikahi saya. Menanggung semua kebutuhan saya dan Cilla, dan menganggap kami yang sebatang kara ini sebagai bagian dari keluarga Mas Alan. Sungguh, seperti ini pun saya sudah terlalu benyak berhutang dan sekaligus berdosa pada kalian. Saya hanya ingin hidup nyaman dan normal seperti
Read more

18. Ibu Mau Tinggal Di Sini.

Pagi hari telah tiba. Setelah melakukan sarapan bersama, semua orang pun beralih melakukan aktifitas masing-masing. Maulida langsung pamit karena ia tak bisa lama-lama meninggalkan Uminya. Sedangkan Alan langsung berangkat ke kantor. "Mbak, saya saja yang nyuci," ucap Yulia saat Aira mengangkut pakaian-pakaian kotor ke belakang.Aira yang hendak menjawab malah terpaku menatap Yulia. Rambut wanita itu terlihat kering, tak terlihat tanda-tanda orang telah keramas. "Yul, apa kamu ... emm ... semalam ... " Aira bingung bagaimana cara menanyakannya. Tentu saja ia segan. Tetapi, ternyata Yulia sudah mengerti apa yang dimaksud Aira. Ia langsung memegang rambutnya. Lalu terlihat berfikir keras untuk membuat sebuah alasan."Ooh ... Ini ... Sudah kering, Mbak." Sebisa mungkin Yulia mengatakannya dengan hati-hati. Ia serba salah. Takut menyakiti hati Aira, tetapi ternyata wanita itu juga yang malah bertanya. Dengan terpaksa Yulia bersikap seolah memang telah terjadi sesuatu semalam. Walau seben
Read more

19. Mulai Cemburu

"Saya masih banyak pekerjaan, Bu. Saya harus menyapu halaman. Mbak Aira yang nyuruh saya." "Lalu? Kamu mau protes, iya?" Vina tersenyum sinis. Lalu berteriak. "Airaaa ... Aira ..." Aira keluar kamar, ia pun mendatangi suara keributan di ruang tamu dengan kebingungan."Ibu? Kenapa berteriak?" tanyanya dengan kening berkerut. Ia memandang Yulia dan Vina bergantian."Lihat wanita sok polos ini! Ternyata apa yang Ibu curigai selama ini itu benar, Aira. Wanita ini tak sepolos penampilannya. Dia ingin enak-enak saja di rumah ini. Dia ingin seperti nyonya. Dia ingin menguasai rumah ini." Aira semakin mengernyit, ia memandang Yulia yang tanpa ekspresi itu. "Ada apa sebenarnya, Bu?" tanya Aira."Ibu menyuruhnya membersihkan kamar yang akan Ibu tempati. Tetapi dia menolak. Sepertinya dia sudah mulai besar kepala dengan menjadi bagian dari keluarga ini." "Yuli, kamu jangan seperti itu, ini juga ibu kamu. Kamu bersihkan kamarnya, ya, sekarang?" ucap Aira semakin membuat Yulia menyangka adanya
Read more

20. Kecewa

Setiap hari, baik Yulia maupun Aira sama-sama kompak mengurusi segala keperluan rumah maupun lainnya. Aira selalu membantu Yulia, dan Yulia pun selalu membantu pekerjaan Aira. Mereka memang sangat cocok. Jika saja tidak ada Vina di antara mereka. "Awas, bersihinnya yang bener. Jangan sampai masih kotor." Vina mengawasi Yulia yang sedang mengepel lantai, wanita paruh baya itu terus saja mengoceh. Namun, dengan sabar Yulia menurut saja tanpa mengatakan sepatah kata pun. Hal ini jadi pemandangan yang biasa semenjak kedatangan Vina. Alan selalu merasa kasihan, ia juga sudah berusaha menjelaskan pada Vina bahwa Yulia tak seperti yang ia kira. Tetapi, Vina tak ingin mendengar. Baginya, Yulia adalah wanita licik yang berniat menguasai Alan dan semua hartanya. Ia terus menyangka kalau semua kebaikan Yulia yang terlihat oleh semua orang itu tidak tulus."Ibu, sudah dong. Selama ini Yulia selalu mengerjakan semuanya dengan baik. Tidak perlu terus diperingatkan seperti itu." Aira yang sedang me
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status